Lagi Perang Dingin, Trump Mau Telepon dan Ucapkan Selamat ke Putin

Donald-Trump-dan-Vladimir-Putin.jpg
(AFP photo)

RIAU ONLINE, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) dan Rusia berulang kali dilanda perang dingin. Baru-baru ini, perang dingin muncul akibat masing-masing negara mengklaim sebagai pemilik persenjataan terhebat.

Meski dilanda perang dingin, namun Presiden Amerika Serikat Donald Trump masih mau untuk menelepon rivalnya itu dan mengucapkan selamat kepada Presiden Vladimir Putin yang meraih kemenangan besar dalam pemilihan presiden Rusia akhir pekan lalu.

Seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu 21 Maret 2018, Trump mengatakan, kemungkinan bertemu dengan Putin dalam waktu dekat untuk membahas persaingan senjata antara kedua negara, yang menurutnya sudah di luar kendali.

Namun, Kongres AS mengecam Trump karena tidak menentang Putin yang dianggap melemahkan demokrasi di dunia, termasuk tuduhan terhadap Rusia atas campur tangan dalam pemilihan presiden AS pada 2016.

Sebelumnya, sempat berkembang pertanyaan kenapa Presiden Trump tidak memberi ucapan selamat atas kemenangan yang mengantarkan Putin berkuasa untuk enam tahun lagi.

Pada Senin, 19 Maret 2018, juru bicara Trump, Hogan Gidley, menjelaskan penyebab utama tiadanya ucapan selamat karena Putin dipastikan bakal terpilih kembali sebagai presiden Rusia.

"Kami tidak terkejut dengan hasil pemilihan," kata Gidley, kepada para wartawan di atas pesawat terbang kepresidenan Air Force One.

Gidley mengatakan, AS akan tetap bekerja sama dengan Rusia di sektor-sektor yang memungkinkan kolaborasi antara kedua negara.

"Kami akan mempererat hubungan dengan Rusia dan tentu akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan ketika Rusia mengancam kepentingan kami," jelas Gidley.

"Kami juga akan terus berupaya bekerja sama dengan Rusia di sektor-sektor yang menjadi kepentingan Amerika," tambahnya.



Aparat penegak hukum di AS saat ini sedang mendalami kemungkinan campur tangan Rusia di pemilihan presiden AS 2016 yang dimenangkan oleh Trump.

Aparat AS sudah menjatuhkan sanksi terhadap 19 warga dan lembaga Rusia dengan tuduhan melakukan campur tangan dalam pilpres dan melakukan serangan siber.

Dari 19 yang mendapat sanksi, 13 di antaranya sudah didakwa bulan lalu oleh pengacara khusus Departemen Kehakiman AS, Robert Mueller, yang menyelidiki dugaan bahwa Rusia campur tangan dalam pilpres AS untuk membantu kemenangan Trump.

Negara Barat Banyak yang Ogah Beri Selamat

SEMENTARA itu, beberapa negara di barat terkesan ogah-ogahan memberi selamat atas kemenangan Putin.

Laporan dari media setempat, Presiden Perancis Emmanuel Macron telah menelepon Putin, tapi tidak untuk mengucapkan selamat. Macron dilaporkan hanya berharap Putin sukses menerapkan modernisasi di Rusia.

Sementara, sekretaris Putin memberikan versi yang berbeda dengan mengatakan Macron mengucapkan selamat.

Pemerintah Inggris yang tengah terlibat sengketa diplomatik dengan Rusia terkait dengan serangan racun saraf terhadap eks mata-mata ganda Rusia di Inggris, belum juga mengirim ucapan selamat ke Putin.

Serangan racun saraf terhadap mantan mata-mata ini membuat Inggris mengusir diplomat Rusia, yang dibalas oleh Rusia dengan tindakan yang sama.

Di sisi lain, Jerman mengirim pesan selamatk kepada Putin pada Senin (19/3/2018) petang meski mengakui ada perbedaan antara kedua negara dalam berbagai isu, antara lain terkait dengan konflik di Suriah dan Ukraina timur.

Pemimpin negara yang dianggap cepat mengirim selamat atas terpilihnya kembali Putin sebagai presiden Rusia adalah Presiden China Xi Jinping, Presiden Iran Hassan Rouhani, Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi, dan Presiden Kuba Raul Castro.

Putra mahkota kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman, Presiden Venezuela Nicolas Maduro, dan Presiden Bolivia Evo Morales, juga tak menunggu terlalu lama untuk mengirim ucapan selamat ke Putin. (1)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id