RIAU ONLINE - Pengadilan di Petaling Jaya, Malaysia meloloskan majikan yang menyiksa seorang pembantu rumah tangga asal Indonesia dari hukuman penjara, Kamis, 15 Maret 2018.
Pelaku hanya divonis dengan kewajiban berkelakuan baik selama lima tahun dengan ancaman denda 20 ribu ringgit atau sekitar 70,3 juta rupiah.
Padahal, majikan yang diidentifikasi sebagai Rozita Mohamad Ali itu mengaku bersalah telah menyiksa Suyanti, TKI asal Kisaran, Sumatera Utara, pada Desember 2016.
Suyanti ditemukan tidak sadarkan diri di dekat sebuah selokan di majikannya pada 21 Desember 2016, tepatnya hanya dua pekan setelah ia bekerja di rumah tersebut.
Saat dibawa ke Rumah Sakit Pusat Perubatan Universiti Malaysia, Suyanti diketahui menderita luka di sekujur tubuh, sementara kedua matanya hitam legam karena penyiksaan.
Dilansir dari VOA Indonesia, Sabtu, 17 Maret 2018, laporan Bernama menyebutkan bahwa Rozita terbukti menyiksa Suyanti dengan pisau, alat untuk mengepel lantai, payung, setrika dan gantungan baju.
Sebanyak 10 saksi mata kemudian dihadirkan dalam sidang yang dimulai sejak Mei 2017 itu.
Majikan yang disebut-sebut bergelar Datin itu sebelumnya didakwa pasal percobaan pembunuhan dengan ancaman hukuman penjara 20 tahun. Namun, dakwaan tersebut diubah menjadi tindakan yang menyebabkan luka parah dengan menggunakan senjata berbahaya atau senjata tajamm, setelah Rozita mengaku bersalah sesuai dakwaan baru itu.
Menurut laporan sejumlah media di Malaysia, hakim Mohammed Mokhzani Mokhtar mengatakan putusan itu tidak berarti akan serta merta membebaskan Rozita karena jika ia diketahui terlibat dalam tindakan kriminal dalam jangka waktu yang ditetapkan pengadilan, maka ia bisa dituntut lagi atas kasus yang sama dan divonis penjara.
Sedangkan sebelumnya, Deputi Jaksa V. Suloshani memang mendesak pengadilan untuk menjatuhkan hukuman penjara karena kasus itu mendapat perhatian luas masyarakat dan viral di media sosial itu.
Namun pengacara pelaku, Datuk Rosal Azimin Ahmad, mengajukan usulan hukuman tersebut dengan alasan kliennya sudah cukup menderita karena tekanan publik. Oleh karena itu jaksa kemudian memutuskan mengajukan banding.
Sementara, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan telah mengawal kasus ini sejak menerima laporan pada Desember 2016 dan telah berhasil mengupayakan kompensasi tanpa menghentikan proses pidana. Namun, dirinya menolak merincikan besarnya kompensasi yang diberikan, yang menurutnya digunakan untuk “pemulihan kesehatan” korban.
“Keputusan pengadilan ini belum inkrach (belum berkekuatan hukum.red) karena jaksa penuntut telah mengajukan nota banding," lanjutnya.
Diakuinya bahwa 80 persen permasalahan TKI di luar negeri bermula dari tata kelola yang buruk di dalam negeri. "Di hilir kita memberikan perlindungan di bawah jurisdiksi hukum negara lain. Padahal jika tata kelola penempatan TKI di dalam negeri lebih baik, kami yakin lebih sedikit potensi masalah di luar negeri," imbuhnya.
Anggota DPR Irma Suryani Chaniago, yang juga dikenal sebagai aktivis buruh, mengatakan telah menghubungi Duta Besar Indonesia di Malaysia Rusdi Kirana dan mendesak segera dilakukan moratorium pengiriman TKI ke Malaysia hingga diselesaikannya kesepakatan perlindungan tenaga kerja Indonesia di negara jiran itu.
“Memang sebelumnya saya tidak setuju moratorium mengingat besarnya jumlah tenaga kerja kita disana, tetapi setelah saya mendapat laporan bertubi-tubi tentang kasus penganiayaan dan perdagangan manusia, saya sudah tidak memiliki alasan lagi untuk tidak setuju dengan moratorium,” tegas Irma.
Irma Suryani yang duduk di Komisi IX DPR, membawahi isu tenaga kerja, transmigrasi, kependudukan dan kesehatan menilai sudah saatnya Malaysia menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan memiliki rasa hormat pada Indonesia.
“Mereka (Malaysia.red) butuh tenaga kerja, kita (Indonesia.red) butuh lapangan pekerjaan,” imbuhnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id