RIAU ONLINE - Dewan Kota Newcastle di Inggris menggelar sidang untuk mencabut gelar kehormatan Aung San Suu Kyi. Pemimpin Myanmar tersebut dinilai tak pantas menyandang anugerah sebagai Tokoh Perdamaian karena membiarkan pembantaian terus terjadi di Rakhine.
Suu Kyi dulu dianugerahi gelar Tokoh Perdamaian Newcastle tahun 2011 atas perjuangan panjangnya menegakkan demokrasi di Myanmar.
Namun kini dia malah bungkam saat seisi dunia berteriak atas pembantaian Muslim Rohingya di Rakhine.
"Dia tidak melakukan apa pun untuk menghentikan genosida pada Muslim Rohingya di negaranya," kata Ketua Dewan Kota Nick Forbes seperti dilansir Suara, Minggu 11 Februari 2018. Sidang tersebut digelar Rabu 7 Februari 2018 lalu.
Inilah pertama kalinya Dewan Kota mencabut gelar kehormatan yang sudah diberikan. Nick Forbes menyindir Suu Kyi yang tak lagi merepresentasikan semangat Kota Newcastle yang menjunjung tinggi solidaritas dan rasa kemanusiaan.
"Kami terpaksa mengambil langkah ini dengan penyesalan yang luar biasa. Bahwa ada suara yang dulu sangat lantang berbicara sesuai dengan semangat penduduk kota ini, kini memilih diam," kata Forbes.
Gelar Tokoh Perdamaian Newcastle ini merupakan penghargaan bergengsi. Beberapa tokoh yang pernah menerima antara lain pejuang HAM dari Afrika Selatan Nelson Mandela. Lalu ada aktivis dan musisi Irlandia Bob Geldof dan Andrei Sakharov, seorang ilmuwan nuklir Rusia yang kemudian berbalik menjadi pejuang perdamaian.
Bob Geldof sendiri telah mengembalikan penghargaan ini ke Dewan Kota karena malu melihat sikap Suu Kyi. Dia muak melihat sikap pemimpin Myanmar ini atas pembantaian yang menimpa Muslim Rohingya.
"Keterkaitan Suu Kyi dengan kota kita adalah hal yang memalukan. Kita dulu menghormatinya, dan sekarang dia begitu mengerikan dan mempermalukan kita," kata Geldof.
Sebelumnya pada November 2017, Dewan Kota Oxford mencabut penghargaan Freedom of the City untuk Suu Kyi, yang dianugerahkan pada tahun 1997.
Pemimpin Dewan Kota Oxford Bob Price mengecam sikap Suu Kyi yang cuma diam melihat pembantaian di Rohingya. St Hugh's College di Universitas Oxford, tempat Suu Kyi mempelajari politik, pun sudah mencopot foto Aung san Suu Kyi dari dinding kampus.
Anggota Dewan Kota Dublin juga memutuskan untuk menarik lagi penghargaan Freedom of Dublin City yang dulu mereka anugerahkan kepada Aung San Suu Kyi.
Sementara itu sejumlah aktivis di seluruh dunia terus mendesak agar Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dicabut. Dulu dia mendapatkannya tahun 1991 karena memperjuangkan demokrasi tanpa kekerasan. Salah satu desakan itu datang dari Organisasi Pendidikan, Ilmu, dan Budaya Islam (ISESCO).
Dalam pernyataannya ISESCO menyatakan Suu kyi "sudah tidak berhak menyandang gelar itu karena apa yang dia lakukan di negaranya, di bawah kepemimpinannya, terhadap warga minoritas muslim Rohingya."
ISESCO adalah lembaga yang didirikan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada Mei 1979 dan mempunyai 52 negara anggota. Organisasi ini bermarkas di Rabat, Maroko dan diketuai oleh Abdulaziz Utsman Altwaijri.(2)