RIAU ONLINE - Berlokasi tidak jauh dari pesisir Jepang yang menghadap Samudra Pasifik, terbentang sebuah kawasan misterius yang disebut-sebut sebagai versi Asia dari Segitiga Bermuda yang fenomenal.
Dilansir dari laman Liputan6.com pada Kamis 8 Februari 2018, kawasan misterius tersebut dijuluki Segitiga Naga, yang merujuk pada garis imajiner berbentuk segitiga yang menghubungkan Kepulauan Jepang, Taiwan dan Kepulauan Bonin di utara Laut Filipina.
Pemberian nama Segitiga Naga disebut berasal dari sebuah legenda di tengah masyarakat China, yakni tentang seekor naga yang hidup berabad-abad di istana bawah laut. Naga tersebut diyakini menguasai wilayah perairan terkait, dan disebut akan menelan apa pun yang dianggap mengganggunya.
Mitos tersebut kemudian dipercaya sebagai alasan di balik terjadinya berbagai kasus kehilangan dan kecelakaan di perairan terkait.
Seperti halnya misteri yang melingkupi Segitiga Bermuda, kawasan perairan Segitiga Naga juga dianggap bertanggung jawab atas berbagai laporan kapal dan pesawat hilang sejak era pasca-berakhirnya Perang Dunia II.
Pada 1955 silam, pemerintah Jepang sempat mengirim sekelompok ahli untuk melakukan penelitian menggunakan sebuah kapal bernama Kawamaru. Namun nahas, bukannya membawa jawaban, kapal Kawamaru justru bernasib sama, hilang tanpa jejak di perairan Segitiga Naga.
Banyak pendapat yang mengatakan kawasan ini mampu membuat siapa pun melintas di atasnya, terperangkap dalam pusaran waktu yang aneh, seperti yang sering terjadi Segitiga Bermuda. Alat-alat elektronik juga dilaporkan tidak berfungsi ketika berlayar atau terbang mendekati Segitiga Naga.
Segitiga Naga juga disebut menjadi penyebab utamanya hilangnya pilot wanita pertama yang berambisi mengelilingi Bumi, yakni Amelia Earhart asal Amerika Serikat (AS).
Sekilas keluar dari pembahasan teoretis, Segitiga Naga dianggap oleh banyak masyarakat di Asia Timur -- seperti di China, Jepang, dan Taiwan -- sebagai pusat kerajaan mistis terbesar. Kerajaan mistis ini diyakini dipimpin oleh sesosok jin berwujud naga.
Kerajaan mistis terkait dianggap sebagai sebuah komunitas gaib yang sangat protektif terhadap wilayahnya. Bahkan, kontak dengan manusia pun hampir tidak pernah disebut dalam berbagai kisah dan mitos rakyat setempat.
Alih-alih, eksistensi Segitga Naga selalu diceritakan sebagai pusaran energi negatif yang mengancam keamanan hidup umat manusia.
Menariknya, ada pula legenda yang mengatakan bahwa Segitiga Naga sejatinya adalah semacam penjara yang dibuat oleh sesosok orang suci untuk menghukum kekuatan jahat, yang dalam hal ini adalah seekor naga raksasa.
Yu, nama orang suci itu, merupakan sosok yang sangat melegenda di tengah masyarakat China, dan diyakini hidup pada tahun 2205 hingga 2197 SM. Ia diyakini sebagai manusia setengah dewa yang diamanahkan untuk menyelamatkan Bumi dari kegelapan.
Melalui perang hebat selama bertahun-tahun, Yu akhirnya mampu mengalahkan kekuatan gelap dan membuangnya jauh dari daratan China. Khalayak pun kemudian mengaitkan Segitiga Naga sebagai tempat "kurungan" kekuatan gelap tersebut.
Dalam pembahasan dunia modern, misteri yang melingkupi Segitiga Naga jarang disinggung seperti halnya Segitiga Bermuda.
Ada yang menyebut alasannya karena kawasan tersebut memiliki sedikit laporan kehilangan. Ada pula yang beranggapan karena wilayah perairan misterius tersebut jauh dari daratan Benua Asia dan pulau-pulau utama di kawasan Timur Jauh.
Tercatat hanya satu peneitian yang pernah dilakukan di Segitiga Naga, yakni oleh seorang peneliti asal AS bernama Terrence Sanderson.
Sanderson berpendapat bahwa sebagian besar segitiga-segitiga misterius memiliki satu kemiripan, yakni berlokasi di tempat pertemuan arus panas dan arus dingin. Hal ini, menurutnya, memicu terjadinya pusaran air raksasa akibat gelombang magnetis yang disebabkan oleh pertemuan perairan suhu panas dan suhu dingin yang ekstrem.
Akan tetapi, oleh banyak peneliti, teori yang diajukan oleh Sanderson tidak bisa menjelaskan secara pasti penyebab Segitiga Naga menjadi begitu misterius.
Teori itu juga gagal menjawab pertanyaan seputar alasan mengenai kapal-kapal yang berlayar tanpa keberadaan satu pun awak dan penumpang di dalamnya.(2)