RIAU ONLINE - Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah bersumpah akan memberantas narkoba. Tak tanggung-tanggung, demi memusnahkan bisnis narkoba ia menggunakan cara brutal. Mulai tembak mati hingga membludaknya tahanan penjara.
Sejak Duterte memegang tampuk kekuasaan di Filipina, ribuan pelaku kriminal telah dijebloskan ke penjara, meski dalam kondisi yang tidak manusiawi.
Lembaga Pemasyarakatan Quezon City, di dekat Manila menjadi potret paling muram perang narkoba di Filipina. Awalnya, Panjara yang dibangun enam dekade silam itu disediakan hanya untuk menampung 800 narapidana.
Sejak Duterte melancarkan perang besar terhadap kelompok kriminal, terutama pengedar narkotik dan obat terlarang, jumlah penghuni rumah tahanan itu berlipat ganda menjadi 3.800 narapidana.
Foto: GETTY IMAGE/AFP/N.CELIS
Membludaknya tahanan memaksa narapidana tidur di atas lapangan basket di tengah penjara karena ketiadaan ruang. Situasi di dalam penjara semakin parah akibat hujan yang kerap mengguyur Filipina. Bahkan, saat ini tercatat hanya ada satu toilet untuk 130 tahanan.
Foto: GETTY IMAGE/AFP/N.CELIS
Ribuan tahanan dibiarkan tidur berdesakan di atas lapangan. "Kebanyakan menjadi gila," kata Mario Dimaculangan, seorang narapidana bangkotan kepada kantor berita AFP, seperti dilansir dari DW.com, Rabu, 10 Agustus 2016.
Foto: GETTY IMAGE/AFP/N.CELIS
Menurut Mario, sempitnya ruang membuat emosi para tahanan gampang tersulut. "Mereka tidak lagi bisa berpikir jernih. Penjara ini sudah membludak. Bergerak sedikit saja kamu menyenggol orang lain," tutur pria yang sudah mendekam di penjara Quezon City sejak tahun 2001 itu.
Foto: GETTY IMAGE/AFP/N.CELIS
Sebenarnya, satu ruang sel di penjara Quezon City hanya mampu menampung 20 narapina. Namun, membludaknya tahanan memaksa sipir menempatkan hingga 120 tahanan dalam satu sel. Sedangkan pemerintah, hanya menyediakan anggaran makanan senilai 50 Peso atau Rp14.000 dan dana obat-obatan sebesar Rp1.400 per hari untuk setiap tahanan.
Buruknya situasi sanitasi di penjara Quezon City sering berujung pada munculnya wabah penyakit. Selain itu kesaksian narapidana menyebut tawuran antara tahanan menjadi hal lumrah lantaran kondisi yang sempit dan berdesakan.
Studi Institute for Criminal Policy Research di London menyebutkan lembaga pemasyarakatan di Filipina merupakan yang ketiga paling membludak di dunia. Data pemerintah juga menyebutkan setiap penjara di dalam negeri menampung jumlah tahanan lima kali lipat lebih banyak ketimbang kapasitas aslinya.
Selain membludaknya tahanan penjara, Duterte juga menggunakan cara brutal lainnya untuk melawan narkoba. Sejak Juli lalu, aparat keamanan Filipina telah menembak mati sekitar 420 pengedar narkoba tanpa alasan yang jelas. Cara-cara yang dipakai pun serupa seperti penembak misterius, Sebab itu Duterte kini mendapat julukan "the punisher."
Tidak hanya pengedar, Duterte juga memerintahkan kepolisian untuk menembak mati pengguna narkoba. Hasilnya, 114.833 pecandu melaporkan diri ke kepolisian untuk menjalani proses rehabilitasi. Namun, sebagian diinapkan di berbagai penjara dalam negeri lantaran kekurangan fasilitas.
Duterte sempat mendapat kecaman dari kelompok HAM dan gereja Katholik, karena ikut membidik warga miskin yang terlibat narkoba. Beberapa bahkan ditembak mati di tengah jalan tanpa alasan yang jelas dari kepolisian. Seakan tidak peduli, Duterte malah bersumpah akan menggandakan upaya memberantas narkoba.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline