RIAU ONLINE - Ratusan massa dari umat Buddha menyerbu sebuah desa di pusat Burma, Myanmar, menyerang seorang pria Muslim, melakukan penjarahan rumah, dan menghancurkan sebuah masjid.
Korban penyerangan, Abdul Sharif menderita luka dikepalanya dan dilarikan ke rumah sakit. Kini Abdul telah keluar dari rumah sakit, namun Abdul tidak langsung pulang ke rumah melainkan berada di bawah perlindungan pemerintah sampai otoritas memastikan kondisi telah aman untuk Abdul kembali ke rumahnya.
Menurut pihak berwenang setempat, insiden itu berawal dari perselisihan antara penduduk setempat dari dua komunitas. Penduduk Buddha setempat memprotes sebuah pembangunan yang mereka yakini merupakan sekolah Muslim baru di desa Thayel Tha Mein, Provinsi Bago.
Namun, anggota komunitas Muslim membantahnya dan mengatakan bahwa bangunan itu dimaksudkan untuk menjadi gudang.
Sejak insiden yang terjadi selama akhir pekan itu, pasukan polisi dikerahkan ke desa untuk membantu menjaga perdamaian di daerah, meskipun belum ada penangkapan yang dilakukan.
“Polisi sedang menyelidiki apakah bangunan baru itu dijadikan gudang atau masjid atau bangunan lainnya. Masyarakat harus tahu bahwa tidak semua bangunan yang dibuat warga muslim merupakan masjid,” tutur Menteri Utama Provinsi Bago, U Win Thein.
Dampak dari kekerasan itu, kini komunitas Muslim harus hidup dalam ketakutan, seperti dilansir dari Asian Correspondent, Selasa, 28 Juni 2016.
Sekretaris masjid, Win Shwe mengatakan warga Muslim takut dengan keselamatan mereka dan berencana untuk pindah ke kota terdekat sampai ketegangan mulai mereda.
"Situasi kami tidak aman dan sekarang kami berencana untuk meninggalkan desa. Kami merasa takut," katanya.
Sentimen anti-Muslim di Burma semakin meningkat sejak tahun lalu, menyebabkan terjadinya migrasi massal dari ribuan minoritas pengungsi Muslim Rohingya dan menjadi salah satu krisis kemanusiaan terburuk.
PBB dan berbagai organisasi hak manusia internasioal mengecam pemerintah Burma karena berusaha menyingkirkan Muslim Rohingya, seperti saat Departemen Informasi Myanmar baru-baru ini mengeluarkan instruksi larangan penggunaan istilah 'Rohingya' atau 'Bengali' di kalangan pejabat atau ketika Negara Counsellor Aung San Suu Kyi menolak untuk membahas masalah itu dalam kunjungan resmi.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline