RIBUAN Muslimah Bosnia menggelar aksi protes di Sarajevo, ibukota Bosnia. Mereka menuntut pencabutan larangan penggunaan hijab di negeri mayoritas Islam itu.
(AFP-GETTY)
RIAU ONLINE - Perdana Menteri (PM) Prancis, Manuel Valls sekali lagi telah mengangkat pertanyaan berduri bagi Muslim di negara itu. Ia menyerukan larangan mengenakan jilbab di universitas dan akan menimbulkan kemarahan di antara rekan-rekan partainya.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh French Daily Liberation, Valls mengatakan bahwa Prancis harus dilindungi dari ide-ide ektremis yang bisa menular. Menurutnya, selendang penutup kepala wanita sudah tidak lagi menjadi 'objek fashion' dan telah menjadi gerakan politik dan merusak kebebasan gender yang mendasar.
Pernyataannya tersebut menimbulkan reasi keras dari kalangan politisi sosialis lainnya.
BACA JUGA: Gara-gara Pakai Jilbab, Profesor Ini Dipecat dari Universitas Kristen
Menteri Pendidikan Tinggi, Thierry Mandon mengklaim bahwa jilbab merupakan bagian dari pakaian yang tidak dilarang dimana pun dalam masyarakat Prancis. "Tidak ada yang membutuhkan undang-undang tentang jilbab di Universitas," kata Mandon seperti dikutip dari Sputniknews, Jumat (15/4/2016).
Menteri Pendidikan Prancis, Najat Vallaud-Belkacem menyetujui pernyataan tersebut. Menurutnya mahasiswa sudah dewasa dan memiliki hak konstitusional, termasuk kebebasan hati nurani dan kebebasan beragama.
"Universitas kami juga memiliki banyak mahasiswa asing. Apakah kita akan melarang meraka karena budaya mereka yang menentukan cara berpakaian?" ujarnya.
KLIK JUGA: Demi Memperoleh Tanda Pengenal, Atlet Muslim Ini Diminta Lepas Jilbab
Jilbab tengah menjadi perdebatan di Prancis selama bertahun-tahun. Sebelumnya, mantan presiden Nicolas Sarkozy, membatasi pemakaian niqab atau cadar di tempat-tempat umum di Prancis dan mendukung pelarangan jilbab.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline