Layakkah UU Penistaan Agama Dihapus? Begini Kata Penyidik PBB

simbol-agama.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE - Penentangan atas undang-undang (UU) penistaan agama muncul dari penyidik khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang kebebasan agama atau kepercayaan. Penyidik itu meminta agar UU tersebut dihapus secara universal.

 

Keberadaan UU itu dianggap seperti membatasi kebebasan menyatakan pendapat. Bahkan dinilai memajukan kebencian dan intoleransi terhadap agama-agama minoritas. Kini, laporan terkait hal itu sudah disampaikan penyidik kepada Dewan Hak-Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa.

 

BACA JUGA : Pesan Pemimpin Pemberontak Houthi untuk Iran: Jangan Ikut Campur!

 

Pakar HAM Heiner Bielefeldt mengatakan kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat saling memperkuat satu sama lain. Sehingga memungkinkan keduanya bertumbuh dengan subur. 

  

Tetapi undang-undang penistaan agama membayangi hak-hak dasar ini. Dikatakannya, pemeluk agama-agama minoritas menderita karena dampak mengerikan yang ditimbulkan undang-undang penistaan agama.

 



Bielefeldt mengatakan, Pakistan dikenal memiliki undang-undang penistaan agama yang sangat keras. Bahkan disertai ancaman hukuman mati meskipun belum pernah dilaksanakan. Menurut dia, banyak orang yang didakwa menista agama meringkuk dalam penjara menunggu pelaksanaan hukuman mati.

 

Penyidik itu mengatakan kajian-kajian menunjukkan bahwa agama-agama minoritas di Pakistan yang menderita karena undang-undang itu. Mencakup kaum Syiah, Kristen, dan Ahmadiyah. 

 

Bielefeldt mengemukakan bahwa banyak negara di Timur Tengah, Asia Tenggara, Asia Tengah dan bahkan Eropa, memberlakukan undang-undang penistaan agama. Dikatakannya, Jerman, Denmark, Polandia, dan Yunani memiliki undang-undang yang berasal dari periode kolonial kuno, yang disebutnya undang-undang pasca-penistaan agama. 

 

Ini, tegasnya, tidak dimaksudkan untuk menghormati Tuhan tetapi untuk melindungi perasaan keagamaan. Bielefeldt mengatakan kepada VOA bahwa Rusia juga telah mengetatkan undang-undang penistaan agamanya.

 

KLIK JUGA : Ahli Senjata Kimia ISIS Ditangkap dan Diinterogasi AS

 

Demi kejelasan dan kredibilitas, tegas Bielefeldt, negara-negara Eropa harus menghapus undang-undang penistaan agama gaya lama, atau undang-undang pasca-penistaan agama, sebagaimana yang telah didesakkan oleh Majelis Parlemen Dewan Eropa.

 

Meskipun undang-undang itu umumnya dikaitkan dengan negara-negara Muslim, menurut Bielefeldt, undang-undang penistaan agama juga ada di dalam masyarakat Hindu, Buddha, dan Kristen. 

 

Menurutnya, undang-undang ini sering digunakan untuk membungkam suara-suara kritis dan menyebarkan intoleransi, diskriminasi, dan kebencian terhadap orang lain yang agamanya berbeda.

 

Di negara-negara Asia Tengah dan Rusia, menurut Bielefeldt, makin banyak kaum minoritas agama ditarget dan ditahan dengan alasan memerangi ekstremisme. Meskipun memerangi ekstremisme adalah sebuah upaya yang sah, menurut Bielefeldt, ini tidak boleh dilakukan dengan membatasi hak-hak asasi manusia.