BUPATI Purwakarta, Dedi Mulyadi (berbaju putih) didampingi penterjemah saat memberikan presentasi di mimbar konferensi di gedung PBB, New York, Selasa, 18 Agustus 2015.
(VOAINDONESIA.COM/NARATAMA)
RIAU ONLINE, NEW YORK - Jauh dari hiruk-pikuk pemberitaan media lokal dan nasional, Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berpidato di depan lebih dari 1.000 peserta berbagai negara yang memenuhi ruang Sidang Utama Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Saat Bupati Dedi berpidato, sebagian peserta tampak sibuk mencatat dengan piranti gadget mereka, sebagian lainnya menyimak dengan penuh perhatian.
(Klik Juga: Thailand Beri Imbalan Uang untuk Tangkap Pengebom)
Sesekali terdengar tepukan meriah, terutama saat Dedi Mulyadi, akrab dipanggil Kang Dedi, menjelaskan, di Purwakarta, anak-anak diminta masuk sekolah pukul enam pagi, dan berangkat ke sekolah dengan naik sepeda.
"Generasi muda boleh menguasai teknologi, tapi tidak boleh meninggalkan budaya," kata Kang Dedi dalam pidatonya, dengan nada penuh semangat di hadapan ribuan pasang mata.
Kang Dedi memberikan pidato di markas PBB, Selasa (18/8/2015), menyampaikan pandangannya terkait kebudayaan dengan tema Kepemimpinan Moral dan Inovatif dengan visi layanan, kewirausahaan dan leadership, memenuhi undangan penyelenggara konferensi, IYLA (International Young Leader Assembly).
(Baca Juga: Pria Jepang Ini Potong Penis Selingkuhan Istrinya)
Konferensi PBB ini dihadiri peserta anak-anak muda, mewakili lebih dari 60 negara. Para pembicara dengan berbagai latar belakang dihadirkan dari Amerika Serikat, Paraguay, Kenya, Malaysia dan Indonesia.
Khusus untuk Indonesia, selain Kang Dedi, juga dihadirkan tokoh muda Gugun Gumilar, pendiri Institute of Democracy and Education, juga staf ahli bidang pendidikan dan agama Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Pidato Kang Dedi ini memang mempunyai arti sendiri, seperti dilansir dari voaindonesia.com, karena disampaikan saat Indonesia baru saja merayakan kemerdekaan, Senin, 17 Agustus 2015.
(Klik Juga: Paduan Suara Indonesia Jawara di AS)
Semula Kang Dedi berencana berpidato dalam bahasa Sunda sambil mempresentasikan wayang golek ke atas mimbar, namun terpaksa dibatalkan karena beberapa kendala dan alasan keamanan.
"Saya menjelaskan bagaimana pemimpin-pemimpin dilahirkan di sekolah-sekolah itu adalah leader yang mempunyai jiwa entrepreneurship, memahami lingkungannya dengan kuat. Kemudian tumbuh menjadi pemimpin berkarakter. Ketika menjadi pemimpin, akan menjadi pemimpin berkarakter," jelas Kang Dedi saat diwawancara oleh produser VOA, Naratama, sesaat setelah sidang selesai dilaksanakan.
"Teknologi berkembang sekarang, apakah teknologi tepat guna atau high tech, harus dikembangkan menjadi produk advokasi, bagi perkembangan nilai kebudayaan yang ada di pedesaan," tutur Kang Dedi tentang pentingnya hubungan antara teknologi, kebudayaan dan masyarakat di pedesaan.
Setelah konferensi berakhir, Kang Dedi sibuk menerima peserta yang ingin berkenalan, sambil berdiskusi tentang budaya Indonesia dan kota Purwakarta.
(Baca Juga: Dorr. Sepupu Presiden Suriah Tembak Kolonel)
"Ada yang saya kagumi di Amerika yaitu pluralisme, di mana spirit beragama menjadi bagian dari kehidupan berdemokrasi. Tapi tadi saya juga menyampaikan, Indonesia mempunyai Islam Nusantara yaitu Islam berbasis budaya, dengan kebudayaan pada wilayah masing-masing ada dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan lain-lain," kata kang Dedi.
"Dengan Islam Nusantara Indonesia yang smart dan berbasis kebudayaan, saya yakin tampilan Indonesia di mata internasional akan menjadi tampilan Islam yang harmonis dan berperadaban," lanjut kang Dedi menutup wawancara.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline
Sumber: voaindonesia.com