(Istimewa)
Kamis, 24 April 2025 20:03 WIB
Editor: Anggun Rosita Alifah
(Istimewa)
Oleh: Hasan Supriyanto, Sekretaris Wilayah Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Wilayah Riau
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tulisan sebelumnya di media massa Cakaplah.com pada tanggal 16 September 2024, penulis membuat tulisan dengan judul Harapan Pengelolaan Hutan pada Calon Gubernur Riau. Saat itu, memang masih dalam situasi hiruk pikuk pemilihan umum kepala daerah (pilkada).
Saat ini pemilihan umum kepala daerah sudah berakhir dan sudah ada kepemimpinan definitive di daerah khususnya Gubernur dan Wakil Gubernur Riau. Tulisan ini tentu berbeda dan sifatnya hanya melengkapi dengan tulisan sebelumnya. Karena dinamika pasca pelantikan dapat dijadikan indikator apakah harapan yang sudah disampaikan dalam tulisan sebelumnya sudah nampak kepeduliannya.
Masih banyak waktu sebenarnya untuk melihat dan mengukur keberpihakan pemerintah Provinsi Riau dalam pengelolaan hutan. Tulisan ini sifatnya menyampaikan bentuk harapan untuk menjadi pertimbangan.
Terlebih lagi pasca pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, akan diikuti dengan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan seperti penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dokumen RPJMD merupakan perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 tahun yang merupakan penjabaran visi, misi, dan program kepala daerah.
RPJMD menjadi cetak biru pembangunan daerah dan harus selaras dengan RPJM Nasional dan RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah).
Dinamika lain yang juga patut menjadi perhatian bagi pemerintah daerah adalah kebijakan pengelolaan hutan pemerintah pusat. Salah satu kebijakan awal pemerintah pusat adalah pemisahan organisasi Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Pemerintah pusat juga sudah menetapkan RPJMN melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025 – 2029 yang diundangkan tanggal 10 Februari 2025.
Sejak pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau hingga saat ini terdapat beberapa dinamika yang dapat menjadi referensi keberpihakan pemerintah daerah khususnya Gubernur Riau terhadap pengelolaan hutan di Riau.
Walaupun dinamika tersebut tidak dapat dijadikan ukuran pasti tetapi sudah dapat dijadikan asumsi dan dianalisis. Penulis merangkum beberapa referensi tersebut dari pemberitaan media massa yang terpublikasi dan diskusi secara personal dengan beberapa pihak. Selanjutnya dianalisis berdasarkan pemikiran penulis pribadi.
Beberapa hal peristiwa yang dapat dijadikan referensi keberpihakan Pemerintah Provinsi Riau dalam pengelolaan hutan adalah sebagai berikut :
Pertama, kejadian bencana banjir yang terjadi di beberapa lokasi di Provinsi Riau masih disikapi dengan pendekatan jangka pendek, sporadis dan seremonial. Salah satu banjir yang menjadi isu nasional karena menghambat jalan lintas antar provinsi adalah banjir di km 83 Kabupaten Pelalawan.
Banjir di lokasi ini berulang terjadi beberapa tahun terakhir. Akibatnya tidak hanya memutus lalu lintas jalan tetapi juga berdampak pada lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman yang terpendam. Diakui dan dapat diperhatikan, upaya mitigasi banjir sudah dilakukan, seperti pengamanan jalan oleh pihak kepolisian, pemberian bantuan kemanusiaan dan penyelamatan kendaraan yang terbalik atau terjebak banjir.
Hampir tidak ada pernyataan resmi para pihak termasuk dari Pemerintah Provinsi Riau yang menyampaikan secara terbuka khususnya melalui media massa yang berpikir upaya jangka panjang.
Padahal salah satu penyebab utama banjir yang berulang tersebut adalah karena kerusakan hutan di daerah tangkapan air Sungai Kampar baik bagian hulu, tengah bahkan hilir. Alih fungsi Kawasan hutan yang massif di kawasan ini menyebabkan keseimbangan alam terganggu.
Air sungai tidak dapat terserap oleh daerah tangkapan air dan akibatnya langsung mengalir ke sungai. Keberadaan bendungan PLTA Koto Panjang yang berada di hulu Sungai Kampar juga tidak dapat mengendalikan debit air secara optimal.
Baca Juga
Padahal upaya jangka panjang tentu saja lebih efektif dan strategis dalam mengendalikan banjir. Tidak hanya banjir di Kabupaten Pelalawan, peristiwa banjir di wilayah lain seperti di Kabupaten Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar dan daerah lain juga disikapi dengan cara yang sama.
Memang diakui sejak dahulu juga terjadi peristiwa banjir, tetapi intensitas, frekuensi dan daya rusaknya tidak seperti banjir yang terjadi akhir-akhir ini. Karena dahulu saja yang masih cukup tersedia vegetasi hutan di daerah tangkapan air sungai, sudah terjadi banjir. Apalagi ketika daerah tangkapan air tersebut sudah rusak akibat berbagai hal khususnya alih fungsi hutan dan pembalakan liar.
Alih fungsi lahan di kawasan hutan tanpa izin atau illegal semakin meningkat. Fenomena ini salah satu penyebab utamanya adalah semakin tingginya peluang ekonomi pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pemicu adalah harga ekonomis komoditas kelapa sawit yang semakin menjanjikan.
Disaat yang sama ketersediaan lahan justru semakin berkurang. Akibatnya kawasan hutan menjadi sasaran untuk ekspansi pengembangan perkebunan kelapa sawit. Kondisi ini tidak mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan yang nantinya akan berpengaruh pada penurunan dan perubahan jasa lingkungan.
Selain itu penambahan jumlah penduduk baik akibat tingkat kelahiran dan akibat migrasi dari daerah sekitar menjadi penyebab lainnya. Karena situasi ini menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang atau lahan, baik untuk pemukiman maupun untuk kebutuhan lain.
Sebenarnya perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan untuk fungsi lainnya sudah diatur oleh pemerintah. Namun dalam pelaksanaanya alih fungsi kawasan hutan yang terjadi tidak memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku.
Kedua, kunjungan Gubernur Riau dan pihak terkait menemui Menteri Kehutanan beberapa waktu lalu patut diapresiasi. Karena dengan luas kawasan hutan Provinsi Riau yang mencapai 5,4 juta hektar dan kompleksitas permasalahannya memiliki tantangan besar dalam pengelolaannya, terutama dari sisi pendanaan.
Pertemuan yang berlangsung di Gedung Manggala Wanabakti pada hari Jumat, 11 April 2025 merupakan langkah strategis. Setidaknya terdapat 2 alasan, yaitu karena secara kewenangan pengelolaan kawasan hutan masih berada di pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan. Selain itu, keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah Provinsi Riau yang ada saat ini dapat didukung Kementerian Kehutanan.
Hal menarik yang menjadi perbincangan pada kunjungan tersebut adalah persiapan pengelolaan hutan yang sudah dilakukan Provinsi Riau. Artinya keberlanjutan upaya pengelolaan menjadi dikedepankan.
Upaya Pemerintah Provinsi Riau yang sudah dilakukan selama ini khususnya dalam tahap persiapan (readiness) telah dilakukan. Salah satunya adalah penyiapan kerangka pengaman (safeguard) REDD+, serta Rencana Aksi Daerah (RAD) REDD+.
Dimana program REDD+ merupakan program yang mendukung upaya pengurangan emisi karbon dengan cara mengurangi kerusakan hutan dan lahan gambut.
Upaya yang sudah dipersiapkan tersebut menjadi tidak optimal kalau tidak ada keberlanjutannya. Karena apa yang sudah dilakukan dan dipersiapkan tersebut sudah melalui proses panjang dan tentu saja biaya yang besar.
Sementara kelanjutan upaya yang sudah dilakukan tersebut memiliki keterkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan. Tentu saja patut ditunggu tindak lanjut nyata dari pertemuan dan kunjungan ini. Semoga tidak hanya sebatas seremonial apalagi hanya sebagai pencitraan.
Ketiga, wacana pengembangan kawasan industri dianggap beberapa pihak belum begitu mempertimbangkan aspek kelestarian ekosistem lingkungan secara menyeluruh. Salah satunya adalah wacana pengembangan kawasan industri Buruk Bakul di Kabupaten Bengkalis.
Rencana pengembangan kawasan ini mendapat respon baik dari investor. Salah satunya investor Cina yang sudah berkunjung dan tertarik menanamkan modal. Pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis juga sudah terbuka menyampaikan kesiapan untuk mendukung pengembangan kawasan tersebut.
Beberapa pihak seperti penggiat lingkungan dan kehutanan mengingatkan kepada pemerintah daerah Riau untuk mempertimbangkan aspek lingkungan sehubungan dengan rencana tersebut.
Karena Desa Buruk Bakul memiliki potensi hutan mangrove yang signifikan, dengan jenis mangrove seperti bakau (Rhizophora sp), api-api (Avicennia sp), dan nyireh (Xylocarpus granatum). Bahkan saat ini sudah ada kelompok masyarakat yang sudah mendapat persetujuan pengelolaan kawasan hutan melalui program Perhutanan Sosial dari Kementerian Kehutanan.
Menurut Pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini yang disampaikan oleh Pejabat Sekretaris Daerah sebagaimana yang dikutip dari laman infopublik.id, 22 April 2025 yang mengatakan bahwa kawasan Buruk Bakul disebut telah memiliki kesiapan dokumen awal yang memadai dan tinggal membutuhkan dukungan dari sisi pembiayaan.
“Potensi awal dari kawasan Buruk Bakul sudah cukup lengkap, termasuk dokumen perencanaannya. Ini jadi peluang awal yang sangat layak ditindaklanjuti secara konkret.
Keempat, upaya Pemerintah Provinsi Riau dalam antisipasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga patut diapresiasi. Karena walaupun masih sebatas kegiatan seremonial. Berbagai kegiatan seremonial pencegahan sudah dilakukan termasuk yang diinisiasi jajaran kepolisian daerah.
Upaya ini setidaknya dapat memunculkan kesadaran kolektif untuk secara bersama-sama mencegah terjadinya karhutla di Provinsi Riau. Kesadaran kolektif ini tentu saja patut ditindaklanjuti dengan langkah-langkah nyata dari pihak terkait yang dapat secara efektif mencegah terjadinya karhutla.
Kelima atau terakhir, kunjungan perdana Menteri Kehutanan ke Provinsi Riau tanggal 24 April 2025. Sebagaimana diketahui Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang merupakan anak jati Riau diharapkan tidak hanya sekedar berkunjung dan pulang kampung.
Sebagai anak jati Riau tentu saja sangat diharapkan perhatiannya terhadap hutan di Provinsi Riau yang kondisinya tidak baik-baik saja. Serangkaian seremonial yang dilakukan selama kunjungan di Provinsi Riau diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan kebijakan strategis dalam upaya penyelamatan hutan di Riau tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat termasuk masyarakat adat.
Terdapat harapan besar dari masyarakat Riau terhadap sosok menteri muda yang satu ini. Karena dinamika pengelolaan hutan yang ada Provinsi Riau jika tidak diselesaikan dengan pendekatan yang tepat dan holistik dapat menyebabkan dampak lanjutan.
Bencana ekologis yang terjadi di Provinsi Riau selama ini, sudah cukup menjelaskan bahwa kondisi hutan di Provinsi Riau sedang tidak baik-baik saja dan patut menjadi perhatian. Begitu juga dengan masih tingginya eskalasi konflik lahan, baik antar masyarakat maupun masyarakat dengan dunia usaha.
Penulis meyakini, dengan kepemimpinan Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau yang terpilih secara demokratis dan relatif berusia muda, dinamika pengelolaan hutan dapat secara perlahan dibenahi. Tentu saja didukung penuh oleh pemerintah kabupaten/kota di Riau.
Terlebih lagi, Pemerintah Provinsi Riau atau Gubernur Riau tidak sendiri, banyak pihak yang siap bergandengan tangan. Sebut saja keberadaan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) termasuk LAMR kabupaten/kota dengan para tokoh adatnya yang secara kelembagaan masih sangat kuat posisinya dan dipercaya oleh masyarakat.
Keberadaan lembaga perwakilan rakyat atau legislator baik pusat maupun daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan juga dapat bergandengan tangan. Karena pengelolaan hutan yang berkesinambungan tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek tetapi juga kepentingan jangka panjang. Keberlangsungan anak cucu atau anak kemenakan generasi penerus yang akan datang juga menjadi salah satu pertimbangan utama.
Selain itu, tidak sedikit pemerhati lingkungan dan kehutanan baik perorangan maupun kelembagaan, yang memiliki pengetahuan, kapasitas, pengalaman dan jaringan yang luas termasuk dengan dunia internasional.
Di Provinsi Riau juga terdapat akademisi kehutanan yang mumpuni dan handal dari berbagai perguruan tinggi. Dan tentu saja, keberadaan posisi Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang merupakan putra asli Riau menjadi salah satu faktor utama untuk secara bersama melakukan pembenahan terhadap pengelolaan hutan di Riau. Semoga.