Tantangan Transportasi Publik di Kota Bertuah

Oleh-Ilham-Muhammad-Yasir-Redaktur-Eksekutif-Riau-Online.jpg
(Istimewa)

Oleh Ilham Muhammad Yasir,

Redaktur Eksekutif RiauOnline

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pagi itu, angin pagi Pekanbaru bertiup pelan, membawa aroma aspal basah dan keramaian kota yang mulai menggeliat. Di antara kendaraan pribadi yang mendominasi jalanan, bus Trans Metro Pekanbaru (TMP) melaju dengan irama tenangnya. 

Bus ini seperti perahu di tengah derasnya arus kendaraan, membawa harapan mobilitas di kota yang semakin padat. Namun, di balik perjalanannya yang tampak mulus, TMP menyimpan cerita perjuangan yang penuh liku sebagai transportasi publik sejak diluncurkan 15 tahun lalu.

Mimpi Besar di Awal Kehadiran

Diluncurkan pada tahun 2009, sebagai proyek percontohan Kementerian Perhubungan bersama 6 kota lainnya di Indonesia, TMP digadang-gadang menjadi simbol modernisasi transportasi di Pekanbaru. Keenam kota itu, Kota Yogyakarta, Kota Solo, Kota Manado, Kota Pekanbaru, Kota Batam dan Kota Medan. Dengan 8 koridor, TMP sebenarnya ingin menjanjikan akses ke seluruh penjuru kota. 

Armada awalnya 15 - 20 unit bus dan pernah mencapai 70 unit bus, yang melayani masyarakat yang ingin meninggalkan hiruk-pikuk kendaraan pribadi. Harapan begitu tinggi saat itu, seolah TMP adalah jawaban bagi kemacetan dan polusi yang mulai mengancam Kota Bertuah. Karena di awal Desember 2024, TMP sempat berhenti beroperasi selama 4 hari karena kendala anggaran operasional.

Namun, layaknya mimpi yang tak selalu mulus, perjalanan TMP menghadapi berbagai rintangan. Anggaran operasional yang tersendat menjadi kendala utama. Kini, dari 15 rute yang dirancang, hanya  tinggal beberapa koridor saja yang aktif, sementara armada yang beroperasi menyusut drastis, hanya tersisa sekitar 30-35 unit bus. 


Kebutuhan Transportasi Kota 

Pekanbaru, kota yang terus berkembang, kini dihuni lebih dari 1,1 juta jiwa. Pada siang hari, jumlah itu bahkan mendekati 1,5 juta, seiring masuknya penduduk di daerah penyangga di perbatasan seperti Kampar, Pelalawan dan Siak. 

Di tengah hiruk pikuk ini, TMP seharusnya menjadi penopang utama mobilitas masyarakat. Namun kenyataannya, keterbatasan armada membuat banyak warga harus bersabar lebih lama di halte, menunggu bus yang tak kunjung datang.

Tantangan Operasional

Anggaran yang minim menjadi duri dalam daging bagi TMP. Pendapatan dari tarif penumpang tidak cukup untuk menutupi biaya operasional, membuat layanan ini bergantung pada subsidi pemerintah. Pemeliharaan armada pun tak terelakkan. Banyak bus yang melewati batas usia optimal, sehingga sering kali mengalami kerusakan.

“Jadwal kedatangan bus masih sering belum tepat waktu di beberapa koridor,” ujar Mimi, penumpang dari Pasir Putih yang sering juga naik TMP ke STC. 

Dari 70 unit bus yang dimiliki, hanya setengahnya yang masih layak jalan. Hal ini menyebabkan rute-rute yang dulu aktif kini terpaksa dinonaktifkan. 

"Kami ingin memberikan layanan terbaik, tapi armada kami sangat terbatas. Setiap hari adalah perjuangan," ujar salah seorang petugas TMP kepada penulis saat melayani penumpang di dalam bus.

Selain itu, pemeliharaan armada menjadi tantangan tersendiri. Banyak bus yang tidak lagi layak jalan karena usia pakai yang sudah melebihi batas optimal. Akibatnya, dari 70 unit bus yang dimiliki, kini hanya sekitar 30-35 unit yang masih aktif melayani rute.

Meski menghadapi berbagai kendala, TMP tetap menjadi harapan masyarakat. Sebagai satu-satunya sistem transportasi massal yang terintegrasi di Pekanbaru, TMP memiliki potensi besar untuk menjadi tulang punggung mobilitas kota. Namun, revitalisasi adalah kata kunci yang harus segera diwujudkan.

Beberapa langkah yang bisa diambil meliputi: Pertama, penambahan anggaran. Harus memastikan TMP mendapatkan subsidi operasional yang memadai untuk pemeliharaan dan pengadaan armada baru. 

Kedua, digitalisasi sistem. Meningkatkan efisiensi layanan dengan aplikasi untuk pelacakan bus dan pembelian tiket. Karena fitur aplikasi MitraDarat untuk TMP banyak yang tak berfungsi, seperti untuk melacak kedatangan dan posis bus TMP. 

Ketiga, Kemitraan dengan swasta. Harus melibatkan pihak swasta untuk mendukung keberlanjutan operasional TMP. Semoga.

*Selain aktif di RiauOnline, adalah mahasiswa Program S3 Ilmu Hukum di Universitas Islam Riau.