Langkah Strategis Dimensi Baru Kementerian Kehutanan

Ir.-M.-Mardhiansyah-S.Hut.-M.Sc.-IPU.jpg
(Istimewa)

Oleh: Ir. M. Mardhiansyah, S.Hut., M.Sc., IPU.

Dosen Jurusan Kehutanan FP Universitas Riau

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sepekan yang lalu pada tanggal 20 Oktober 2024 Presiden Prabowo telah resmi mengumumkan Kabinet Merah Putih. Aspirasi para rimbawan Indonesia untuk Kehutanan diurusi oleh satu kementerian sendiri difasilitasi oleh Presiden Prabowo dengan membentuk Kementerian Kehutanan dan mengamanahkan Raja Juli Antoni sebagai Menteri Kehutanan. 

Dalam sepekan ini, berbagai agenda awal seperti sertijab, koordinasi perdana dan serangkaian pembekalan telah dijalani. Maka hari-hari ke depannya sesuai arahan Presiden Prabowo adalah waktunya Kabinet Merah Putih untuk bekerja optimal mewujudkan visi dan misi Pemerintahan Prabowo-Gibran yaitu “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045”.

Sejalan dengan hal tersebut, tentunya Menteri Kehutanan harus pula tancap gas untuk memberikan kinerja terbaiknya bersama jajaran Kementerian Kehutanan dalam berkontribusi mewujudkan Visi Misi Presiden Prabowo. Dengan terbentuknya Kementerian Kehutanan yang terpisah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka ini momentum Pengelolaan Hutan Indonesia memasuki dimensi baru.  

Sesuai arahan Presiden pada pidato pelantikannya yang menekankan harapan untuk swasembada pangan dan swasembada energi serta pembangunan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, maka Kementerian Kehutanan harus optimal membuktikan dan mewujudkan peran strategisnya dalam memfasilitasi pencapaian harapan Bangsa Indonesia. 

Pada dimensi baru pengelolaan hutan, selain tugas utama perbaikan tata kelola kehutanan dan pergeseran paradigma yang selama ini sama-sama bekerja bergeser ke arah bekerja sama dalam mengelola hutan, Kementerian Kehutanan harus mempertimbangkan untuk menjalankan langkah-langkah strategis sebagai berikut: 

1.  Optimalisasi dan kepatuhan alokasi ruang kawasan hutan.

Alokasi dan pengelolaan ruang kawasan hutan harus sesuai fungsinya yaitu Hutan Lindung, Hutan Konservasi dan Hutan Produksi serta fasilitasi kedaulatan Masyarakat Hukum Adat melalui wilayah adat khususnya hutan adat. Hal ini sangat penting untuk keseimbangan pemanfaatan ruang menjaga kesimbangan ekosistem dan kelestarian serta meminimalisir polemik status dan fungsi kawasan.

2.  Intensifikasi pengelolaan hutan dalam peningkatan produktivitas hutan.

Kawasan hutan yang semakin berkurang dan produktivitas hutan yang belum optimal, namun kebutuhan dari produk hasil hutan terus meningkat. Oleh karena itu, pengelolaan hutan tidak boleh lagi semata berorientasi pada luasan kawasan hutan namun harus fokus berorientasi pada produktivitas melalui pendekatan intensifikasi kehutanan melalui Teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Kehutanan bukan semata kawasan hutan, namun yang lebih utama adalah tutupan kawasan hutan yang harus tetap hutan dengan produktivitas yang optimal. 



3.  Hilirisasi produk dan penguatan pasar hasil hutan.

Hilirisasi produk dan penguatan pasar hasil hutan dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi dan produk unggulan harus digesa untuk mengalihkan keuntungan yang selama ini dinikmati oleh asing dan berbagai rantai produksinya untuk dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Pengelolaan hutan lindung dan konservasi yang semakin, bijak, kreatif dan intensif serta industri kehutanan yang prospektif akan membawa kehutanan ke masa depan yang sangat cerah. 

Pengembangan industri serat kayu berkembang ke arah bahan tekstil memberi potensi devisa negara serta memfasilitasi kebutuhan sandang serta alternatif solusi terhadap badai yang menghadapi industri textile Indonesia yang berdampak pada tutupnya pabrik dan PHK massal serta berbagai konsekuensi ekonomi dan sosialnya. Potensi kayu energi untuk memfasilitasi swasembada energy melalui sumber energi yang terbarukan juga merupakan potensi besar. Pasar hasil hutan dibutuhkan untuk memastikan upaya pemanfaatan hutan dapat optimal mensejahteraan masyarakat. 

4.  Penguatan rasa kebangsaan dan jiwa nasionalisme pengelolaan hutan.

Hutan dan sumber daya alam Indonesia sudah sejak lama menjadi incaran para penjajah. Jika dulu terjadi invasi militer penjajahan untuk menguasainya, namun saat ini penjajahan terjadi dalam bentuk politik internasional dan strategi perdagangan. Pelemahan produk hutan dan SDA Indonesia melalui berbagai isu dan kampanye negatif merupakan bagian dari upaya asing untuk mendikte dan membuat bangsa Indonesia yang menguasai hajat hidup dunia menjadi tak berdaya. Oleh karena itu Indonesia harus bangkit dan tegak bermartabat dengan keunggulan yang dimilikinya, tidak tunduk larut dalam gendang yang dimainkan asing. Anak bangsa juga harus bijak dan patriotik untuk tidak menjadi bagian dari tangan-tangan asing dalam melemahkan bangsa Indonesia. Persaingan dagang hasil hutan harus dihadapi dengan pengelolaan hutan yang bijak dan lestari serta tata hubungan politik ekonomi internasional yang bermartabat. Sosialisasi dan edukasi kerja baik pengelolaan hutan harus dimasifkan untuk menangkal pemahaman publik dari gempuran kampanye negatif pengelolaan hutan Indonesia.

Hutan dan kehutanan dapat dipandang sebagai marwah bangsa yang harus dijaga kehormatannya dalam tata hubungan internasional. Berbagai komitmen dan kesepakatan Internasional juga telah disepakati oleh Indonesia seperti Paris Agreementdan lainnya untuk dijalankan dengan penuh komitmen dan dedikasi tinggi sebagai reputasi Republik Indonesia.

5.  Kolaborasi dan sinergitas para pihak dalam pengelolaan hutan.

Pengelolaan hutan harus berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang seiring perkembangan zaman. Kerjasama dan hubungan mutualisme antara Kementerian Kehutanan dan Akademisi seperti FOReTIKA (Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Kehutanan Indonesia) memiliki peran strategis. Kementerian Kehutanan harus membuka ruang komunikasi dan diskusi yang setara untuk menerima saran, pandangan bahkan kritik yang membangun dari semua pihak tidak terbatas pada pihak atau kelompok tertentu saja.

Selain para pihak pengelolaan hutan seperti Masyarakat, NGO, Swasta dan Akademis yang harus dioptimalkan sinergitasnya, Kementerian Kehutanan juga harus membuka diri untuk berkolaborasi dengan sektor lain dalam pemanfaatan ruang kawasan dengan tetap menjaga asas kelestarian. Pemanfaatan ruang kawasan hutan tersebut seperti untuk produksi bahan pangan dalam upaya swasembada pangan, pemanfaatan kawasan hutan untuk tanaman energi dalam upaya swasembada energy, jasa lingkungan hutan untuk penurunan emisi karbon, adaptasi perubahan iklim dan kenyamanan lingkungan serta sektor lainnya.

Kolaborasi pemanfaatan kawasan hutan ini bisa disinergikan dengan penerapan Agroforestri dalam pengelolaan hutan. Multi usaha kehutanan dan perhutanan sosial melalui penerapan agroforestry memfasilitasi perwujudan swasembada pangan, pembangunan pedesaan, UMKM, pengentasan kemiskinan sehingga mendorong pemerataan kesejahteraan masyarakat. 

Sejalan dengan meneruskan kerja-kerja baik yang telah dijalankan oleh KLHK seperti KPH, (Kesatuan Pengelolaan Hutan), Perhutanan Sosial, dan program kebijakan baik lainya, langkah-langkah strategis tersebut perlu diprioritaskan untuk mengakselerasikan pencapaian Visi Misi dan Program kerja Pemerintah serta terwujudnya pengelolaan hutan yang bijak dan lestari untuk kesejahteraan rakyat. Langkah-langkah strategis tersebut tentunya harus dijabarkan lebih lanjut menjadi program kerja Kementerian Kehutanan.

Kehutanan memiliki peran strategis dalam menyelaraskan dan memfasilitasi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan berkelanjutan yang menjadi arah pembangunan mensyaratkan pengelolaan hutan yang lestari yang mampu memfasilitasi peran ekologi, ekonomi dan sosial budaya secara selaras dan sinergis. 

Hal tersebut sejalan dengan Asta Cita yang merupakan Misi dari Pemerintahan Prabowo-Gibran. Sejarah telah mencatat bagaimana Hutan telah menjadi modal dasar pembangunan sejak zaman kemerdekaan, orde lama, orde baru dan sampai saat ini bahkan juga untuk masa yang akan datang. Pengelolaan hutan yang bijak dan lestari akan memfasilitasi bergeraknya berbagai sektor pembangunan seperti Lingkungan Hidup, Pariwisata, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Pertambangan dan Energi, Pembangunan Pedesaan, UMKM, Kesehatan, kebudayaan dan sektor lainnya. 

Sebagai sebuah kerja besar, tentunya dibutuhkan dukungan dan kebersamaan dalam mewujudkan harapan bersama masyarakat Indonesia menuju Indonesia Emas yang masyarakatnya sejahtera. Oleh karena itu dukungan kerjasama dan soliditas para Rimbawan sudah menjadi keharusan. 

Pro kontra perdebatan pengelolaan hutan tidak lagi menjadi arena melemahkan keunggulan kehutanan Indonesia, namun harus bermetamorfosis menjadi kayu api yang bersilangan di tungku penanak nasi untuk menyajikan kejayaan dan keunggulan kehutanan Indonesia sebagai martabat bangsa. Pada masa awal transisi perubahan Kementerian Kehutanan ini, tentunya penyelarasan harus dilakukan secara bijak dan cermat yang berorientasi pada pencapaian kinerja bukan kepentingan kelompok atau politik.

Terkhusus untuk segenap komponen masyarakat Provinsi Riau yang aspirasinya terfasilitasi oleh Presiden dengan mengamanahkan Raja Juli Antoni yang merupakan anak kemenakan masyarakat Riau, selayak dan sepatutnya bahu membahu memberikan sokongan agar mampu menjalankan amanahnya. Meski beliau seorang politisi yang tidak berlatar belakang karir atau pendidikan bidang Kehutanan, kepercayaan harus diberikan kepadanya dalam memimpin Kementerian Kehutanan yang tentunya harus didukung oleh semua pihak. 

Sejarah sudah mencatat bahwa Kementerian yang mengurusi Kehutanan telah dipimpin oleh beberapa orang Politisi atau Tokoh yang tidak berlatar belakang karir atau pendidikan kehutanan, namun diapresiasi baik dalam menerajui Kementerian tersebut. Provinsi Riau adalah salah satu Provinsi yang paling seksi urusan kehutanan karena memiliki potensi hutan yang sangat besar dan dinamika kehutanan yang paling komplek yang dapat dipandang sebagai miniatur dinamika kehutanan Indonesia. 

Dengan demikian, pengalaman dan kearifan lokal serta kebijakan pengelolaan hutan di Provinsi Riau merupakan modal kuat dalam pengelolaan hutan Indone