TKPSDA Wilayah Sungai Siap Kelola Sumber Daya Air di Riau

ilustrasi-sungai.jpg
(Net)

Oleh: Hasan Supriyanto, Sekretaris Wilayah Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Riau dan Anggota TKPSDA Wilayah Sungai  

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai atau disebut TKPSDA WS bagi beberapa orang masih asing terdengar bahkan mungkin tidak pernah mendengar dan mengetahui. Namun bagi pihak atau orang tertentu, keberadaan tim ini sangat “familiar” bahkan sudah menjadi bagian atau anggota dari tim ini.  Melalui tulisan ini, Penulis sampaikan seputar TKPSDA WS dan penulis sendiri menjadi dari tim sebagai anggota pada beberapa wilayah sungai di Provinsi Riau. Sebelum lebih jauh mengenal TKPSDA Wilayah Sungai, Penulis sampaikan dulu seputar wilayah sungai dan berbagai dinamikanya.

Wilayah Sungai atau biasa disebut WS secara definisi dapat diartikansebagai Kesatuan Wilayah Pengelolaan Sumber Daya Air dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai (DAS) dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 kilometer persegi. Secara regulasi, Wilayah Sungai (WS) digolongkan menjadi WS satu kabupaten/kota, WS lintas kabupaten/kota, WS strategis nasional, WS lintas provinsi dan WS lintas negara. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terdapat 128 WS di Indonesia dengan jumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) sebanyak 25.318 DAS. Jumlah WS terbanyak terdapat di Pulau Sumatera yang mencapai 45 WS.

Keberadaan TKPSDA Wilayah Sungai merupakan bagian dari wadah atau forum koordinasi pengelolaan sumber daya air pada tingkat wilayah sungai.  Secara regulasi keberadaan wadah koordinasi pengelolaan wilayah sungai diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Wilayah Sungai.

Menurut peraturan ini, pengertian Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai atau biasa disebut TKPSDA WS adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai. Tujuan peraturan Menteri ini adalah agar terbentuk TKPSDA WS sebagai wadah koordinasi pada tingkat wilayah sungai yang mewakili berbagai kepentingan lintas sektor. Masing-masing wilayah sungai diamanatkan untuk dapat membentuk TKPSDA WS termasuk wilayah sungai lintas negara. Peraturan menteri ini juga merupakan salah satu aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Pelibatan perwakilan para pihak dari berbagai kepentingan lintas sektor ini diatur jelas dalam Pasal 64 ayat 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air. Dilanjutkan dalam ayat 2 yang menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air.

Pengaturan tentang koordinasi dalam pengelolaan sumber daya air dilanjutkan dalam pasal 65 ayat (5) yang menyebutkan bahwa koordinasi pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota dilakukan oleh Dewan Sumber Daya Air Daerah yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan serta beranggotakan wakil pemerintah daerah sebagai anggota tetap dan wakil non pemerintah sebagai anggota tidak tetap. Sementara itu, koordinasi pada tingkat wilayah sungai dilakukan oleh suatu wadah koordinasi tingkat wilayah sungai. Wadah inilah yang disebut dengan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai. Artinya berdasarkan regulasi, bentuk kelembagaan koordinasi dalam pengelolaan Sumber Daya Air tidak hanya sebatas TKPSDA WS tetapi juga Dewan Sumber Daya Air Daerah.

Keberadaan TKPSDA Wilayah Sungai merupakan bagian dari pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) terpadu. Dalam rangkaian kebijakan pengelolaan SDA terpadu yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan hingga operasi dan pemeliharaan, TKPSDA WS merupakan bagian dari perencanaan. Pada komponen perencanaan misalnya, tentu saja dilakukan secara terkoordinasi yang melibatkan seluruh para pihak/stakeholder yang tergabung dalam TKPSDA WS. Proses perencanaan dalam pengelolaan SDA antara lain penyiapan pola Sumber Daya Air dan penyiapan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air (RPSDA) Wilayah Sungai.

Wilayah Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah di Pulau Sumatera yang memiliki beberapa wilayah sungai besar. Wilayah sungai di Provinsi Riau terdiri dari wilayah sungai lintas provinsi maupun wilayah sungai lintas kabupaten/kota. Secara geografis luas wilayah Provinsi Riau mencapai 90.128,76 km2  terdiri dari 12 kabupaten/kota (kawasan daratan dan kawasan perbatasan/pesisir). Panjang garis pantai Provinsi Riau mencapai 2.713 km. Sungai besar yang berada di wilayah Provinsi Riau adalah Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Indragiri dan Sungai Rokan.


Wilayah sungai (WS) dari sungai-sungai di Provinsi Riau tersebut terdiri dari 2 kategori yaitu WS lintas kabupaten/kota dan WS lintas provinsi. Wilayah Sungai yang lintas provinsi adalah WS Kampar, WS Rokan dan WS Indragiri. Sementara WS yang lintas kabupaten/kota adalah WS Siak. Secara kewenangan WS lintas provinsi merupakan kewenangan Kementerian PUPR. Namun khusus untuk WS Siak, walaupun secara wilayah berada pada lintas kabupaten/kota, WS Siak termasuk atau dikategorikan dalam WS strategis nasional yang secara kewenangan merupakan kewenangan dari pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR.

Pertanyaannya adalah apakah keberadaan tim ini bisa mendukung upaya pengelolaan Sumber Daya Air? Jawabannya pasti bisa, namun pertanyaan lanjutannya adalah apakah selama ini TKPSA WS sudah optimal? Untuk menjawab pertanyaan ini penulis awali dengan menyampaikan terlebih dahulu tugas pokok dan fungsi dari TKPSDA Wilayah Sungai termasuk yang berada di wilayah Provinsi Riau. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri PUPR yang menjadi dasar pembentukan tim ini jelas tertera tugas dan fungsi TKPSDA WS.

Tugas TKPSDA WS adalah membantu Menteri PUPR dalam koordinasi pengelolaan sumber daya air melalui beberapa hal. Salah satunya adalah melalui pembahasan rancangan pola dan rancangan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air (RPSDA) untuk penetapan pola dan rencana pengelolaan SDA. Selain itu pembahasan rancangan program dan rencana kegiatan pengelolaan SDA, pembahasan usulan rencana alokasi air guna perumusan bahan pertimbangan untuk penetapan rencana alokasi air dan pembahasan rencana pengelolaan Sistem Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi (SIH3). Tugas lainnya adalah pembahasan rancangan pendayagunaan kelembagaan pengelolaan SDA.

Sementara itu fungsi dari TKPSDA WS adalah menyelenggarakan fungsi koordinasi. Fungsi koordinasi ini dilaksanakan  melalui konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan dalam pengelolaan Sumber Daya Air (SDA). Dilakukan juga melalui pengintegrasian dan penyelarasan kepentingan antar sektor, antar wilayah serta antar pemilik kepentingan dalam pengelolaan SDA. Terakhir dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program dan rencana kegiatan pengelolaan SDA. Fungsi koordinasi ini juga diwujudkan dengan penunjukan dan penetapan Kepala Bappeda atau sebutan lainnya sebagai ketua TKPSDA WS dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum atau sebutan lainnya sebagai ketua harian.

Mengacu pada tugas dan fungsi TKPSDA WS, tergambar jelas bahwa tugas dan fungsi TKPSDA lebih banyak melakukan pembahasan terhadap dokumen-dokumen pengelolaan SDA wilayah sungai. Dalam konteks ini TKPSDA  WS  menelaah, mengkritisi, mendiskusikan dan menetapkan dokumen yang sudah disusun dalam pengelolaan SDA. Salah satu dokumen dimaksud antara lain adalah rancangan pola dan rancangan rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungai. Artinya dokumen dimaksud sudah disusun terlebih dahulu oleh pihak terkait dalam hal ini Balai Wilayah Sungai sebagai UPT Kementerian PUPR. Begitu juga dengan pembahasan dokumen rencana alokasi air dan rencana pengelolaan SIH3.

Pembahasan dokumen-dokumen dimaksud sampai pada penetapannya dilakukan melalui mekanisme kegiatan yang disebut dengan sidang-sidang pleno. Sidang pleno ini yang dilakukan secara berseri maksimal 4 kali dalam satu tahun anggaran dengan agenda yang sudah ditentukan. Secara teknis, TKPSDA WS dioperasionalkan oleh Sekretariat TKPSDA WS dalam hal ini dilakukan oleh UPT Balai Wilayah Sungai (BWS). Dalam periode tahun anggaran, UPT BWS akan mengorganisir pelaksanaan kegiatan sidang-sidang pleno dan sidang lainnya pada masing-masing wilayah sungai yang menjadi kewenangan masing-masing BWS.

Selama ini, pembahasan-pembahasan dokumen pengelolaan SDA di WS sudah dilakukan dalam sidang-sidang pleno yang tentu saja di dalamnya terdapat sidang-sidang  komisi. Pada beberapa situasi tertentu dibentuk secara khusus kelompok kerja atau pokja yang melakukan pembahasan pada isu tertentu. Sudah banyak masukan dan saran dari para pihak yang tergabung dalam keanggotaan TKPSDA WS dalam membahas dan mengkritisi dokumen pengelolaan SDA termasuk penetapan rencana alokasi air dan SIH3. TKPSDA WS juga sudah menyampaikan rekomendasi-rekomendasi dan usulan untuk ditindaklanjuti oleh Kementerian PUPR dan pihak terkait lainnya.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah sesuatu yang sudah diputuskan dan ditetapkan TKPSDA WS ditindaklanjuti oleh pihak terkait? Salah satu contohnya adalah ketika pola dan Rencana Pengelolaan SDA (RPSDA) sudah ditetapkan, apakah selanjutnya menjadi acuan atau pedoman bersama dari para pihak dalam pengelolaan SDA. Apakah para pihak atau instansi terkait khususnya yang tergabung dalam keanggotaan TKSPDA WS sudah mempedomani dokumen-dokumen tersebut. Sebagai contoh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau instansi terkait lainnya di pemerintah daerah, apakah dalam upaya pengelolaan SDA sudah mempedomani RPSDA atau perencanaan yang lain atau sudah memadukan keduanya.

Kalau dokumen pola dan RPSDA yang sudah disusun, dibahas dalam sidang-sidang TKPSDA WS dan sudah ditetapkan tidak ditindaklanjuti atau tidak dipedomani oleh pihak terkait, maka menjadi indikasi nyata bahwa keberadaan TKPSDA WS menjadi tidak efektif. Begitu juga kalau rekomendasi atau usulan yang disampaikan TKPSDA WS tidak dihiraukan dan ditindaklanjuti, kembali ini menjadi indikasi keberadaan TKPSDA WS menjadi tidak efektif. Upaya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan SDA berdasarkan dokumen pola dan perencanaan yang sudah ditetapkan menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Terlepas dari apa yang sudah terjadi dalam perjalanan keberadaan TKPSDA WS selama ini, khususnya di Provinsi Riau dengan segala dinamikanya, melalui tulisan ini penulis mengusulkan beberapa masukan dan saran atau upaya yang patut dilakukan dalam rangka meningkatkan optimalisasi keberadaan TKSPDA WS khususnsya di wilayah Provinsi Riau yaitu sebagai berikut:

Pertama, optimalisasi kepemimpinan ketua dan ketua harian TKPSDA WS, karena sebagai wadah koordinasi peran ketua dan ketua harian menjadi penting. Salah satu peran penting ketua dan ketua harian adalah bagaimana memastikan implementasi pelaksanaan pengelolaan SDA yang dilaksanakan pihak terkait sesuai dengan pola dan RPSDA yang sudah ditetapkan. Upaya pemantauan menjadi penting dan strategis dilakukan untuk akurasi pelaksanaan upaya pengeloaan SDA khususnya di instansi yang tergabung dalam keanggotaan TKPSDA WS. Ketua dan Ketua Harian  TKPSDA WS juga diharapkan dapat memimpin langsung TKPSDA WS antara lain dengan aktif mengikuti sidang-sidang  pleno TKPSDA WS.

Kedua, instansi atau OPD terkait termasuk non pemerintah yang tergabung dalam keanggotaan TKPSDA WS diharapkan mempedomani dokumen pola dan perencanaan pengelolaan SDA untuk menyusun program dan kegiatan yang akan dilakukan. Harapannya ada pedoman dan acuan yang sama antar para pihak. Penyesuaian dan penyelarasan dengan dokumen perencanaan pembangunan lain selain RSPDA juga patut dilakukan dengan prinsip saling melengkapi. Kewenangan dan otoritas pengelolaan juga patut menjadi perhatian agar tidak terjadi tumpang tindih upaya pengelolaan SDA. Tentu saja dengan adanya perencanaan kegiatan dalam upaya pengelolaan SDA diikuti dengan kebijakan pengalokasian anggaran dari masing-masing pihak.

Ketiga, TKPSDA WS dengan kepemimpinan ketua, ketua harian dan dengan dukungan tim sekretariat, diharapkan melakukan upaya pemantauan lebih intensif terhadap instansi terkait khususnya instansi pemerintah dalam upaya pengelolaan SDA sesuai tupoksinya. Upaya pemantauan juga patut dilakukan terhadap rekomendasi atau usulan-usulan yang sudah disampaikan oleh TKPSDA WS melalui sidang-sidangnya. Apakah rekomendasi atau usulan yang sudah disampaikan sudah ditindaklanjuti atau belum. Jika diperlukan dapat dilakukan dengan langkah-langkah terobosan dengan melibatkan anggota TKPSDA WS.

Keempat, TKPSDA WS diharapkan mendorong peran serta masyarakat dalam arti luas termasuk dunia usaha pengguna air. Harapanya dengan partisipasi yang luas dari masyarakat, berbagai keterbatasan yang dimiliki pihak terkait khususnya instansi pemerintah termasuk keterbatasan anggaran dapat diminimalisir. Selain itu, partisipasi masyarakat juga merupakan wujud kepedulian dalam pengelolaan SDA. Karena masyarakat merupakan staholder utama yang sangat berkepentingan dengan pengelolaan sumber daya air. Ketergantungan masyarakat akan air sangat tinggi baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk mendukung mata pencaharian.

Akhirnya, kita semua berharap keberadaan TKPSDA WS sebagaimana tujuan awalnya yang diharapkan banyak pihak menjadi salah wadah koordinasi yang efektif dalam upaya pengelolaan sungai sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya air. Masyarakat sekitar wilayah sungai dapat memiliki akses dalam pengelolaannya termasuk dalam pengawasannya. Harapan selanjutnya tentu saja adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dengan mengoptimalkan wilayah sungai dan tetap menjaga kelestarian wilayah sungai. Semoga.