Dilema Dalam Regulasi Terkini Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi

KSP-Indosurya.jpg
(Via suara.com)

oleh Surjadi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesi

RIAU ONLINE, JAKARTA-Pada pertengahan Juni 2023, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No.8 Tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi yang sepertinya ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada perkoperasian nasional di tengah munculnya kasus-kasus penipuan dalam beberapa tahun terakhir yang melibatkan usaha kriminal berkedok “Koperasi Simpan Pinjam (KSP).”

Salah satu kasus dengan skala terbesar adalah “KSP Indosurya” yang dikabarkan menimbulkan kerugian sekitar Rp106 triliun bagi 23 ribu anggota.

Padahal koperasi-koperasi terbesar di Indonesia dengan puluhan hingga ratusan ribu anggota, rata-rata baru memiliki aset di bawah Rp10 triliun.

Dalam wawancara di salah satu media massa nasional pada Februari tahun ini, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan adanya keterbatasan bagi pemerintah untuk turut mengawasi manajemen suatu koperasi. Menurut UU perkoperasian yang saat ini berlaku, yaitu UU No.25 Tahun 1992, pengawasan terhadap manajemen koperasi dilakukan oleh pengawas-pengawas internal yang dipilih oleh para anggota dari kalangan mereka sendiri.

Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja memang memiliki sejumlah pasal yang merevisi UU No.25 Tahun 1992.

Pembentukan koperasi dipermudah karena syarat anggota pendiri sebuah koperasi primer (yang anggotanya terdiri dari orang-orang, bukan koperasi-koperasi) yang sebelumnya berjumlah 20 orang diturunkan menjadi 9 orang saja. Namun belum ada pasal tentang pengawasan manajemen koperasi oleh pemerintah.

Kehadiran Permenkop UKM No.8 Tahun 2023 yang memiliki 112 pasal ini, sebenarnya mengandung harapan besar bagi perbaikan citra gerakan koperasi di Indonesia. Permenkop ini memosisikan usaha simpanan pinjam koperasi sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem keuangan nasional, sebagaimana diatur dalam UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Pasal 202 Undang-undang ini juga menambahkan Pasal 44B dalam UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dimana pada ayat (3) dinyatakan bahwa perizinan, pengaturan, dan pengawasan Koperasi yang berkegiatan di dalam sektor jasa keuangan dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Undang-undang.

Sosok Teten Masduki sendiri adalah juga angin segar bagi perkoperasian nasional karena untuk pertama kalinya sejak sekitar 20 tahun terakhir, Menteri Koperasi dan UKM dijabat oleh seseorang yang bukan kader partai politik. Teten memiliki kiprah panjang di berbagai lembaga swadaya masyarakat, sehingga keberpihakannya kepada koperasi dan UKM tidak perlu diragukan.



Namun pasal-pasal dalam Permenkop UKM tentang usaha simpan pinjam oleh koperasi ini ternyata mengandung sejumlah dilema. Usaha simpan pinjam oleh Koperasi dipandang sebagai “kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi” (Pasal 6 ayat 1) yang menunjukkan dijalankannya prinsip kehati-hatian.

Pada ayat-ayat lain di Pasal 6 tersebut ditegaskan bahwa kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi memerlukan Izin Usaha yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal, yang contohnya adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di tingkat Provinsi Riau.

Pasal 8 ayat (4) Permenkop UKM No.8 Tahun 2023 menyebutkan adanya salah satu syarat berupa modal usaha awal minimal sebesar Rp500 juta rupiah untuk mendapatkan Izin Usaha ini jika koperasinya adalah koperasi primer dengan wilayah keanggotaannya dalam daerah kabupaten/kota.

Jika wilayah keanggotaannya di tingkat provinsi, maka syarat modal usaha awal minimal tersebut menjadi Rp1 miliar. Sedangkan untuk wilayah keanggotaan lintas provinsi, syarat modal awal minimalnya menjadi Rp2 miliar.

Penulis ragu bahwa persyaratan besarnya modal usaha awal ini akan mampu dipenuhi oleh koperasi-koperasi Indonesia secara umum. Apalagi adanya persyaratan-persyaratan lainnya untuk mendapatkan Izin Usaha, seperti surat keterangan lulus uji kelayakan dan kepatutan untuk Pengurus dan Pengawas yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dan juga sertifikasi kompetensi di bidang keuangan Koperasi bagi Pengelola yang memerlukan kecanggihan tersendiri untuk bisa dipenuhi.

Jika koperasi memiliki kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas maka diperlukan Izin Jaringan Pelayanan. Persyaratan Izin Jaringan Pelayanan untuk pendirian suatu Kantor Cabang (Pasal 9 Permenkop UKM No.8 Tahun 2023) tidak kalah beratnya, antara lain meliputi Izin Usaha dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam paling singkat 2 (dua) tahun, hasil audit dari akuntan publik dengan opini wajar dan hasil tingkat kesehatan yang dinyatakan sehat pada 1 (satu) tahun terakhir.

Janganlah pernah kita lupakan bahwa UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, menegaskan bahwa koperasi adalah suatu “gerakan ekonomi rakyat” yang tentunya harus membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukannya tanpa harus dibatasi oleh persyaratan-persyaratan yang memberatkan. Usaha rakyat berskala mikro ataupun kecil harus dapat diwadahi oleh koperasi simpan pinjam ataupun usaha simpan pinjam oleh koperasi.

Apalagi gerakan koperasi simpan pinjam dengan model grameen bank bagi usaha berskala mikro telah mendapatkan pengakuan internasional melalui pemberian Hadiah Nobel Perdamaian kepada penggagasnya, Muhammad Yunus, pada tahun 2006.

Salah satu koperasi terbaik di Provinsi Riau yaitu Koperasi Serba Usaha (KSU) Rejosari yang didirikan oleh ibu-ibu anggota PKK pada 1988 merupakan contoh betapa gerakan ekonomi rakyat dapat berkembang menjadi usaha berskala cukup besar. Koperasi yang pada saat berdiri hanya memiliki modal awal tak lebih dari Rp100.000, pada tahun 2022 telah memiliki modal sendiri sekitar Rp6 miliar.

KSU Rejosari bahkan terbukti mampu memanfaatkan program pinjaman dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop UKM yang mencapai nilai Rp3 miliar dengan disertai persyaratan-persyaratan yang cukup ketat.

Secara umum masyarakat Indonesia belum memiliki pengetahuan perkoperasian yang memadai. Masih sangat banyak anggota masyarakat yang menganggap koperasi sebagai suatu lembaga sosial yang bisa mengatasi berbagai permasalahan mereka, tanpa para anggotanya menjalankan nilai-nilai koperasi seperti semangat menolong diri sendiri (self help), pengelolaan yang demokratis dan semangat mau bertanggung jawab sendiri (self responsilibity).

Secara khusus, suatu koperasi simpan pinjam seringkali dianggap mampu terus-menerus memberikan keuntungan yang memadai setelah para anggota menyetorkan uang dengan nilai tertentu, tanpa mereka perlu berpartisipasi ataupun mengetahui jalannya manajemen koperasi. KSU Rejosari yang berdiri sejak 1988 terbukti mampu memegang teguh nilai-nilai self help, demokrasi dan self responsilibity tersebut.

Dalam kurun waktu 34 tahun jumlah anggotanya hanya bertambah dari 18 orang menjadi 310 orang (bertambah rata-rata hanya 9 orang per tahun karena adanya persyaratan rekomendasi dari anggota lama bagi mereka yang ingin menjadi anggota baru) sehingga koperasi ini memiliki tingkat kredit macet (non-performing loan) yang rendah yaitu pada 2021 hanya sekitar 1%.

Persyaratan rekomendasi ini merupakan salah satu bentuk kearifan lokal dalam kegiatan berkoperasi yang terbukti efektif menjadi instrumen pengawasan jalannya kegiatan simpan-pinjam, sekaligus menunjukkan bahwa gerakan ekonomi rakyat ini memerlukan kesadaran serta ketekunan bersama seluruh anggota dalam jangka waktu yang tidak singkat, jika ingin berkembang menjadi besar.

Mengingat masih relatif rendahnya kesadaran serta kualitas sumber daya manusia di bidang perkoperasian, masyarakat Indonesia memerlukan kehadiran tokoh-tokoh pelopor mumpuni dalam membangun koperasi sebagai suatu gerakan ekonomi rakyat.

Perguruan tinggi memegang peran penting bagi lahirnya generasi penerus yang memiliki pengetahuan tentang koperasi, sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945, serta juga mau menerapkannya dalam perekonomian kita.

Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, hingga kini mata kuliah Koperasi masih menjadi mata kuliah yang wajib dipelajari oleh seluruh mahasiswa. Semoga kebijakan ini juga dilaksanakan di banyak perguruan tinggi lainnya di Indonesia.

Penerbitan regulasi usaha simpan pinjam oleh koperasi sudah sepatutnya dibuat Pemerintah dengan melibatkan para pengelola koperasi, kalangan perguruan tinggi, serta pemerhati-pemerhati perkoperasian, agar aturan yang dibuat benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan dan manfaatnya dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Selamat Hari Koperasi ke 76, 12 Juli 2023.