Oleh: Dr. Muhd AR Imam Riauan, M.I.Kom & Nurul Eka Oktalisa, S.I.Kom
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dalam kehidupan bermasyarakat setiap orang pasti pernah merasakan cemas dan tidak menentu, apalagi saat bertemu dengan orang dan lingkungan yang baru. Cemas merupakan rasa yang timbul ketika kita takut dan ragu-ragu akan sesuatu. Kecemasan dapat diartikan sebagai suatu situasi emosi yang tidak menyenangkan ditandai dengan istilah-istilah seperti rasa takut, khawatir, dan prihatin.
American Psychiatric Association mendefinisikan anxiety sebagai kecemasan atau ketegangan, perasaan tidak nyaman yang disebabkan adanya sesuatu yang dianggap membahayakan, meskipun terkadang sumber bahaya tersebut tidak jelas. Atau suatu keadaan tertekan yang tidak menyenangkan dan mengindikasikan keberadaan sesuatu yang berbahaya (Edelmann, 1992).
Kecemasan merupakan bentuk reaksi alamiah atau gejala psikologis yang dapat terjadi pada setiap orang dan kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Misalnya merasa cemas ketika akan berkomunikasi dengan orang lain.
Berbicara tentang kecemasan berdasarkan sudut pandang komunikasi, maka dapat diidentifikasikan bahwa kecemasan dapat timbul apabila seseorang akan berbicara didepan khalayak ramai, dan apabila bertemu dengan tipe-tipe orang tertentu dengan latar budaya yang berbeda, seseorang merasa ragu akan berhasil dengan tepat atau tidak suatu tindakan yang dilakukannya, serta kecemasan komunikasi akan erat kaitannya dengan situasi ketika seseorang mendapatkan perhatian yang tidak biasa dari lawan interaksinya.
Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian (uncertainty), secara psikologis kecemasan dan ketidakpastian bersamaan mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang. Kecemasan dan ketidakpastian ini tak serta merta timbul dengan sendirinya, seperti kata pepatah yang mengatakan "tidak akan ada asap, jika tidak ada api" maknanya apa? Tidak akan ada dampak jika tidak ada penyebabnya.
Adapun penyebab atau faktor pemicu terjadinya kecemasan dan ketidakpastian menurut Beck, Amery, & Greenberg diantaranya adalah: (a) ketakutan mental ketika dihadapkan dengan situasi yang serupa dengan pengalaman terdahulu yang menimbulkan trauma, (b) menunjukkan sikap kurang atau defisit dalam merespon dan menghadapi kecemasan itu sendiri, merasa tidak berdaya untuk menemukan cara atau strategi mengatasi masalah yang dihadapi, (c) faktor pewarisan genetis dalam respon saraf otonom dalam menerima rangsangan, (d) pikiran-pikiran yang irrasional, atau proses yang keliru dalam memberikan asumsi-asumsi tentang suatu keadaan atau peristiwa yang dihadapi, dan (e) faktor penyakit fisik, dimana seorang individu merasa khawatir akan kondisi, ketidakmampuan diri, segala macam kelemahan sendiri.
Pentingnya mengetahui gejala dan penyebab terjadinya kecemasan dan ketidakpastian agar memudahkan kita dalam mengatasi dan mengelola guna mewujudkan pemaknaan pesan dan proses komunikasi yang efektif.
Adapun dua strategi yang bisa kita gunakan menurut (Handini, 2014) yakni: (a) menitikberatkan masalah, dimana individu akan menilai situasi yang menimbulkan kecemasan dan kemudian melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindarinya; dan (b) menitikberatkan emosi, maksudnya individu berusaha mereduksi perasaan cemas melalui berbagai macam cara dan tidak secara langsung menghadapi masalah yang menimbulkan kecemasan itu. Dengan memahami strategi pengelolaan anxiety dan uncertainty ini, semoga mampu membantu seseorang dalam berkomunikasi serta berinteraksi di lingkungan masyarakat.