Piala Dunia Termahal, Ada Luka di Balik Kemenangan Messi CS

Argentina14.jpg
(twitter@FIFAWorldCup)

RIAU ONLINE - Tim nasional Argentina akhirnya merengkuh gelar juara dunia usai melibas Prancis dalam partai final Piala Dunia 2022 di Qatar. Tapi ternyata, kemenangan Lionel Messi dan kawan-kawan tidak memberikan kegembiraan bagi semua pihak.

Sejumlah badan internasional melayangkan kritikan keras terhadap Qatar dan FIFA sebagai penyelenggara Piala Dunia 2022. Mereka menyooti pelanggaran hak asasi manusia dan eksploitasi pekerja migran sebelum dan selama Piala Dunia 2022 dihelat.

Sebabnya, partai final Piala Dunia 2022 Qatar diselenggarakan di hari Minggu yang bertepatan dengan Hari Migran Internasional dan Hari Nasional Qatar.

Sebelumnya, Presiden FIFA, Gianni Infantino, pada Jumat lalu, memuji para sukarelawan dan penyelenggara karena menggelar Piala Dunia terbaik yang pernah ada. Namun, para aktivis dan kritikus menilai komentar Infantino mengabaikan pengorbanan pekerja migran, yang pantas mendapatkan kompensasi atas gaji, cedera, dan kematian yang tak dibayar.

Amnesty International, Human Rights Watch, Equidem, Migrant Defenders, dan kelompok lainnya meminta Qatar dan FIFA untuk berbuat lebih banyak bagi para pekerja yang mengantarkan Piala Dunia 2022.

“Betapapun bagusnya sepak bola, turnamen ini harus dibayar mahal oleh ratusan ribu pekerja yang telah membayar biaya perekrutan ilegal, gaji dicuri, atau bahkan kehilangan nyawa mereka,” Steve Cockburn, kepala ekonomi dan sosial Amnesty International keadilan dalam laman CNN, dikutip dari Suara.com, Senin, 19 Desember 2022.



Menurutnya, para pekera dan keluarga mereka berhak mendapatkan kompensasi atas peristiwa yang menimpa mereka.

"Kami masih menunggu FIFA dan Qatar berkomitmen untuk memastikan pemulihan bagi semua orang yang memungkinkan Piala Dunia ini,” tambah Cockburn.

Cockburn mengakui bahwa Qatar telah melembagakan beberapa reformasi tenaga kerja. Tapi menurutnya itu tak cukup kendati Minky Worden, direktur inisiatif global di Human Rigth Watch, menyetujuinya.

“Bahkan reformasi tenaga kerja yang dilakukan Qatar terlambat, cakupannya terlalu sempit, atau diterapkan terlalu lemah untuk menguntungkan banyak pekerja,” tulisnya dalam posting blog yang diterbitkan Jumat menjelang final Piala Dunia.

“Piala Dunia di Qatar ini memang akan dikenang, untuk semua alasan yang salah, sebagai acara olahraga termahal yang pernah ada dan paling mematikan,” tambah Worden.

Sementara itu, Pemerintah Qatar menyebut sebanyak lebih dari 30 ribu tenaga kerja asing didatangkan untuk membangun studio Piala Dunia. Tujuh stadion baru untuk Piala Dunia bangkit dari padang pasir, dan negara Teluk memperluas bandaranya, membangun hotel, kereta api, dan jalan raya baru.

Semua dibangun oleh pekerja migran. Menurut Amnesty International menyumbang 90% dari tenaga kerja di hampir tiga juta populasi.