
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu Head of APR, Aryo Oetomo, mitra-mitra APR, serta tim dari Jakarta Fashion Hub (JFH)—ruang kolaborasi kreatif yang diinisiasi oleh APR.
(Dok. APR)
RIAU ONLINE, JAKARTA - Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyampaikan apresiasi terhadap langkah nyata yang diambil oleh Asia Pacific Rayon (APR) dalam mendorong pertumbuhan serta inovasi industri tekstil nasional yang berkelanjutan. Hal tersebut disampaikan saat mengunjungi booth APR pada pameran Indo Intertex 2025 yang digelar di JIEXPO Kemayoran, Jakarta 15-17 April 2025.
Dalam kunjungannya, Menteri Agus bertemu langsung dengan Head of APR, Aryo Oetomo, mitra-mitra APR, serta tim dari Jakarta Fashion Hub (JFH)—ruang kolaborasi kreatif yang diinisiasi oleh APR untuk mempertemukan fashion dan kreativitas. Ia menggarisbawahi pentingnya sinergi dari sektor hulu hingga hilir dalam memperkuat daya saing manufaktur nasional.
“Apa yang dilakukan APR menjadi bukti bahwa kerja sama dari sektor hulu, tengah, dan hilir dapat mendukung pertumbuhan yang menjanjikan di sektor manufaktur,” ujar Menteri Agus Gumiwang, Kamis, 17 April 2025.
Kunjungan ini menjadi sorotan penting dalam partisipasi APR di Indo Intertex 2025, sekaligus memperkuat keyakinan bahwa kolaborasi antara pelaku industri dan pemerintah mampu menjadi fondasi bagi masa depan industri tekstil Indonesia yang inovatif dan ramah lingkungan.
Dalam keikutsertaannya yang ketujuh di Indo Intertex, APR mengusung tema “Grow for Good, Grow with APR” dan menampilkan beragam aplikasi serat viscose-rayon hasil produksinya bersama serat Lyocell dari Sateri—dua perusahaan di bawah kelompok usaha RGE. Produk-produk ini diperkenalkan melalui kolaborasi dengan lima mitra utama: Sahabat Textile, Sentro Textile & Garment, Sinaran Denim, Manunggal Adipura, dan Agungtex, yang menerapkan bahan ramah lingkungan tersebut pada berbagai kategori seperti pakaian olahraga, modest wear, hingga inner wear.
Sebagai produsen serat viscose-rayon terbesar dan terintegrasi di Indonesia, APR menekankan bahwa pertumbuhan industri tekstil yang berkelanjutan hanya bisa dicapai melalui komitmen terhadap praktik produksi bertanggung jawab dan kolaborasi lintas sektor.
“Indo Intertex 2025 menjadi momen penting bagi APR untuk menyampaikan visi kami dalam mendukung masa depan industri tekstil yang berkelanjutan. Kami percaya bahwa melalui penyediaan serat yang diproduksi secara bertanggung jawab dan inovasi berbasis kemitraan, kami dapat mendorong transformasi industri tekstil yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan,” kata Aryo Oetomo.
Serat viscose-rayon APR dihasilkan dari bahan baku terbarukan, dapat dilacak, dan biodegradable, menjadikannya pilihan material yang mendukung mode berkelanjutan. Produk ini juga memenuhi standar OK Biodegradable, serta tersertifikasi OEKO-TEX® dan FKT “Medically Tested – Tested for Toxins”, yang menjamin keamanan produk untuk kulit karena bersifat hipoalergenik.
Secara operasional, APR juga mengikuti standar industri global, termasuk European Union Best Available Techniques (EU BAT) dan level Aspirational dalam standar Zero Discharge of Hazardous Chemicals Man-made Cellulosic Fibres (ZDHC MMCF). Semua ini menjadi bagian dari target produksi bersih dalam kerangka APR2030, yang mengedepankan sistem closed-loop atau siklus tertutup dalam produksi.
Partisipasi APR tahun ini juga menandai kehadiran perdana Jakarta Fashion Hub (JFH) di Indo Intertex. Diresmikan pada 2021, JFH hadir sebagai ruang kolaboratif bagi desainer, jenama fesyen, mahasiswa, hingga pelaku industri untuk bersama-sama mendorong ekosistem fashion berkelanjutan.
Di pameran ini, JFH menyelenggarakan serangkaian kegiatan interaktif seperti konsultasi kain gratis, lokakarya eco-printing dan patchwork, serta diskusi kreatif bersama mitra seperti KaIND, Sparks Fashion Academy, Torenda, dan Fashion Crafty.
Kehadiran Menteri Perindustrian dalam kegiatan ini sekaligus memperkuat semangat APR dalam membangun masa depan industri tekstil Indonesia yang lebih hijau, inklusif, dan berbasis kolaborasi berkelanjutan.