RIAU ONLINE - Penegakan hukum kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia tengah menjadi sorotan Amerika Serikat (AS). Pemerintah AS dalam laporan terbarunya bahkan menyebut sejumlah pasar digital di Tanah Air sebagai tempat beredarnya produk palsu secara masif.
Hal ini diungkap dalam 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers” yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).
Termasuk Mangga Dua di Jakarta, USTR juga mencantumkan beberapa e-commerce besar di Indonesia dalam dokumen “Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy 2024” atau Daftar Pasar Terkenal untuk Pemalsuan dan Pembajakan.
“Pembajakan hak cipta dan pemalsuan merek dagang, baik di pasar fisik maupun daring, masih menjadi masalah besar di Indonesia,” tulis USTR dalam laporannya, dikutip dari kumparan, Minggu, 20 April 2025.
Meski sejumlah marketplace dilaporkan telah meningkatkan kerja sama dengan pemilik merek dan otoritas pemerintah dalam penyaringan produk palsu, pemegang hak cipta tetap mengeluhkan tingginya peredaran barang bajakan, terutama pakaian, alas kaki, dan produk elektronik.
Beberapa platform yang menjadi sorotan juga telah membuat fitur pelaporan, memperketat sistem verifikasi penjual (Know Your Customer), dan menggandeng merek besar untuk memblokir iklan produk palsu. Sayangnya, para pemilik merek menilai upaya itu belum cukup.
Sistem penalti berbasis poin dinilai longgar, karena memungkinkan pelanggar tetap berjualan meski telah berkali-kali dilaporkan.
“Banyak pelanggar yang tetap bisa beroperasi karena e-commerce belum menerapkan sistem penegakan IP terbaru secara merata di seluruh negara tempat mereka beroperasi,” bunyi laporan tersebut.
Pemerintah AS lantas mendesak Indonesia agar lebih serius menggunakan Satgas Penegakan HKI dalam meningkatkan koordinasi antarlembaga.
AS menilai perlunya reformasi terhadap UU Paten, perlindungan terhadap data uji farmasi, dan penguatan sistem indikasi geografis.
Meski Indonesia telah melakukan beberapa perbaikan melalui UU Cipta Kerja, seperti memperbolehkan paten dilakukan lewat impor atau lisensi, Washington menilai langkah itu belum cukup.
AS mendorong Indonesia mengadopsi sistem perlindungan yang setara dengan standar global.