Lebih Dekat Dengan Fashion Berkelanjutan dengan Serat Viscose Asia Pasific Rayon

Lebih-Dekat-Dengan-Fashion-Berkelanjutan-dengan-Serat-Viscose-Asia-Pasific-Rayon.jpg
(Anggun Alifah/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Iklim tropis di Indonesia memiliki tantangan tersendiri bagi industri tekstil yang ingin mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Pilihan bahan, menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan. 

Cuaca yang panas dan tingkat kelembaban yang tinggi, menjadikan konsumen memilih pakaian dengan bahan yang nyaman dan ringan untuk kebutuhan sehari hari. Salah satu pilihan yang patut dipertimbangkan adalah bahan serat rayon atau viscose.

Salah satu produsen serat viscose-rayon di Indonesia adalah Asia Pacific Rayon (APR). Dari sudut kota Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau, APR yang merupakan bagian dari Royal Golden Eagle (RGE) memulai produksi serat rayon sejak 2019 lalu.

RGE berkomitmen untuk menghadirkan beragam produk dengan skema berkelanjutan, untuk tetap menjaga keseimbangan alam dan melestarikan lingkungan.

“Sustainable artinya kita mengelola bahan itu  dalam satu siklus yang tidak terputus,” ungkap Head of Corporate Communications RAPP, Aji Wihardandi.

Dari lahan konsesi yang dikelola oleh RGE Group, tumbuh tanaman akasia dan eukaliptus berkualitas yang nantinya akan diolah menjadi beragam produk unggulan.

Melalui tangan-tangan terampil yang bekerja di balik teknologi terkini, kayu-kayu yang dipanen dari lahan konsesi diolah menjadi pulp oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

“Produk turunan dari pulp yang bisa kita hasilkan ada berbagai macam. Kertas, paperboard untuk pembungkus makanan, viscose, serta benang,” ungkap Aji.

Aji menjelaskan, konsep berkelanjutan yang diterapkan oleh RGE sudah dimulai dari sistem penanaman di area konsesi yang mereka kelola. Dari seluruh luas kawasan konsesi, mereka berkomitmen untuk tetap menjaga lingkungan tetap lestari. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menanam menggunakan skema 1:1.

“Untuk 1 hektar lahan yang ditanami tanaman industri, maka 1 hektar juga lahan yang kami jadikan kawasan konservasi,” kata Aji.

Dari lahan yang dikelola secara berkelanjutan inilah, APR memproduksi serat viscose berkualitas tinggi yang berasal dari 100 persen serat kayu alami. Serat viscose yang diproduksi oleh APR memiliki sejumlah keunggulan, seperti bahan yang mudah terurai dengan alami (biodegradable), memiliki pori-pori yang membuat kulit tetap nyaman (breathable), tekstur yang lembut dan halus, serta memiliki daya serap yang tinggi. Kualitas ini tentunya sangat pas dengan pasar di wilayah tropis seperti Indonesia.

President Director of APR Basrie Kamba memaparkan bahwa ada sejumlah produk tekstil yang kerap menggunakan serta viscose sebagai bahan utamanya.

“Di dunia fashion, viscose itu dikenal dan diutamakan untuk pakaian dalam, pakaian muslim, pakaian rumah, dan bisa dikombinasikan dengan cotton untuk berbagai jenis,” ungkapnya.

Menurutnya, bahan kain dari serat viscose saat ini menjadi salah satu bahan tekstil yang menjadi primadona para desainer. Bahan ini bisa menghasilkan warna yang lebih nyata, serta teksturnya yang lembut menjadi keunggulan yang perlu dipertimbangkan di dunia mode.

“Dibandingkan dengan bahan baku yang lain, viscose lebih mengeluarkan warna dengan lebih baik. Viscose juga salah satu bahan yang digemari oleh desainer karena bahannya yang jatuh,” papar Basrie.

Bahkan, banyak perancang mode yang juga menggunakan bahan baku serta viscose untuk memproduksi pakaian untuk negara dengan iklim tropis. Salah satu produk yang kerap memakai bahan ini adalah pakaian renang yang identik dengan musim panas dan negara tropis.

Ada berbagai tipe serat yang diproduksi oleh APR untuk memenuhi kebutuhan pasar. Diantaranya adalah microfiber yang bersifat lembut dan halus, high tenacity fibre yang tahan terhadap tumpukan, serta high whiteness fibre yang lebih jatuh dan mudah berputar.

Serat rayon dari APR sendiri telah diekspor ke lebih dari 20 negara di seluruh dunia, termasuk pasar tekstil utama seperti Bangladesh, Pakistan dan Turki. 

Untuk mendukung permintaan rayon di tingkat domestik, APR meluncurkan kampanye “Everything Indonesia” untuk mendorong  penggunaan material yang berasal dari bahan baku berkelanjutan dalam negeri.

Dalam kampanye ini, tentunya APR tidak bekerja sendiri. Mereka  berbagai lembaga pemerintah, asosiasi, sekolah dan mitra industri untuk mempromosikan penelitian dan pengembangan produk, serta pengembangan bisnis dan pemasaran.

100 persen serat selulosa yang menghasilkan viscose berkualitas dari APR memiliki sifat berkelanjutan dan dapat terurai secara hayati serta lembut untuk disentuh dan menyerap air. Oleh karenanya, APR percaya bahwa serat viscose dapat menjadi akselerator bagi industri fashion Indonesia, baik dari sisi keberlanjutan maupun kualitas produknya.

Untuk menguatkan komitmen pada produksi yang berkelanjutan, APR meluncurkan APR2030 untuk memberikan dampak positif pada iklim dan alam. Tujuannya adalah menciptakan manufaktur yang bersih, mendorong sirkularitas, serta memberdayakan masyarakat lokal.

Salah satu target yang tertuang dalam APR2030 adalah mendorong Riau menjadi textile hub yang mendorong kolaborasi konsisten antara APR dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Riau.

Wakil Ketua BPD API Riau Arniningsih mengungkapkan rasa bangga dan syukurnya atas kerjasama yang dijalin antara APR dan API Riau. Ada berbagai dukungan yang diberikan APR kepada para pengrajin tekstil di Riau. Salah satunya berupa beasiswa untuk mendapatkan pendidikan tentang fashion.


Selain memberikan beasiswa gratis untuk memperoleh ilmu di Islamic Fashion Institute di Bandung, kemudian juga biaya keberangkatan teman-teman yang ikut di Jakarta Muslim Fashion Week,” ungkap Nining.

Nining juga bercerita tentang keunggulan bahan rayon yang diproduksi APR, terutama untuk kemajuan industri tekstil di Riau. 

Selama ini, salah satu keluhan dari pengrajin tenun di Riau adalah bahan baku yang sulit didapat. Pasalnya, bahan baku batik yang berasal dari kain katun, harus didatangkan dari Pulau Jawa.

“Pengrajin kita selama ini terutama batik, menggunakan katun. Kalau menggunakan katun itu asalnya dari kapas, jadi selama ini digunakan pembatik itu juga kita membelinya harus ke pulau Jawa. Jadi, perlu waktu dan biayanya lebih tinggi,” kata Nining.

Lokasi produksi bahan baku yang jauh, membuat para pengrajin batik di Riau harus merogoh kocek cukup dalam untuk memproduksi Batik Riau. Akibatnya, harga bahan jadi kain batik asal Riau lebih tinggi jika dibanding dengan harga batik di Pulau Jawa.

“Dengan adanya kolaborasi dan bermitra dengan APR, jadi sudah bisa ada solusi tambahan bagaimana bahan baku itu kita dapat lebih cepat,” ungkapnya.

Nining mengungkapkan, karakteristik benang yang diproduksi oleh APR sangat nyaman untuk digunakan sehari hari. Sehingga, kain tenun yang dihasilkan oleh para pengrajin di Riau bisa digunakan untuk berbagai kegiatan.

“Benangnya viscose rayon itu lembut. Kalau kita pakai itu lebih lembut, lebih goyang. Jadi untuk sehari-hari itu lebih nyaman,” imbuhnya.

Kerjasama antara APR dan API Riau ini sejalan dengan program pemberdayaan masyarakat. APR juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk lebih dekat dengan masyarakat, serta memberikan lebih banyak manfaat.

Setiap tahunnya, Asia Pacific Rayon (APR) memproduksi 300.000 ton rayon viscose berkualitas tinggi di pabriknya yang terintegrasi di Riau, Indonesia. Skala kegiatan operasional tersebut menjadikan APR salah satu kontributor utama bagi pertumbuhan sosial dan ekonomi di Riau.

Program ini juga selaras dengan  target APR2030 untuk Pertumbuhan Inklusif, APR berkomitmen untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar wilayah operasionalnya, dengan tujuan mentransformasi Riau menjadi pusat tekstil regional pada tahun 2030.

APR2030 ini diharapkan memiliki dampak positif bagi alam, iklim, dan juga manusia. Komitmen ini mencakup pengurangan konsumsi energi kimia dan listrik di seluruh pabrik.

Upaya yang dilakukan oleh APR bersama dengan RGE Group mencakup empat langkah strategis. Pertama, pengurangan 50 persen emisi karbon dari produk yang dihasilkan, menggunakan 100 persen energi terbarukan, target nol emisi melalui pengelolaan lahan oleh APRIL, serta berkontribusi terhadap konservasi alam dan keanekaragaman hayati serta perlindungan habitat satwa liar di Indonesia.

APR juga turut mendukung industri tekstil Indonesia ke ekonomi rendah karbon. APR juga berkomitmen untuk mengurangi sampah yang dibuang ke TPA sebesar 80 persen melalui investasi dalam produksi dan daur ulang loop tertutup, dan dengan mencapai tingkat pemulihan sulfur lebih dari 95 persen pada tahun 2030.

APR juga berkomitmen untuk mempercepat inovasi dalam daur ulang tekstil, memanfaatkan 20 persen komposisi limbah dalam produksi viscose. Melalui kolaborasi dengan mitra rantai pasokan dan inovator, APR ingin memperluas pendekatan sirkular baru, dan memajukan pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang limbah tekstil.

Tak hanya fokus pada produksi tekstil, APR juga menggaet para desainer muda asal Riau. Salah satunya adalah Rika Guslaini, pemilik jenama fesyen Laili Imra.

“APR itu konsepnya go green dan sustainability. Jadi ramah lingkungan dan tidak membikin limbah industri yang menjadi permasalahan dunia sekarang,” ungkap Rika.

Rika yang telah membangun kerjasama dengan APR selama tiga tahun ini mengaku mendapat banyak sekali manfaat dan kemudahan. Banyak ilmu dan pengalaman baru selama berkolaborasi dengan produsen viscose terbesar di Indonesia ini.

“Saya mendapatkan ilmu yang banyak dari APR. APR menyediakan kelas-kelas yang bisa membuat kami UMKM bisa lebih maju kedepannya,” tutur Rika.

Beragam pagelaran busana diikuti oleh Rika, untuk membawa fashion dari Riau menuju pasar yang lebih luas lagi. Pagelaran busana yang pernah diikuti Rika antara lain adalah Jakarta Muslim Fashion Week, Riau Syariah Week, Riau Berkain, serta Fesyar.

Pada gelaran busana yang digelar APR di Hotel Pangeran Pekanbaru, Senin 21 Oktober 2021 lalu, Rika membawa line up fashion dari Laili Imra yang menghadirkan pakaian berbahan viscose.

Koleksi yang dibawanya menggunakan detail teknik zigzag, yang dijahit diatas bahan berbahan viscose dari APR yang lembut dan nyaman.

Rika bercerita, bahan yang diproduksi APR sangat nyaman digunakan, sehingga mudah untuk dipadupadankan dengan berbagai bahan lainnya. Sehingga, memudahkan untuk berkreasi dengan pasar yang menyasar anak muda.

“Nyaman dan enak dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Target market untuk usia 22-45 tahun,” ungkapnya.

Produk-produk dari Laili Imra dari Rika Guslaili menyasar perempuan muda yang aktif dan stylish. Mulai dari celana, dress, luaran dan jaket, diproduksi dengan detail unik yang terinspirasi dari Ombak Bono.

Ombak Bono sendiri merupakan ombak yang berada di hilir Sungai Kampar yang terletak di Kabupaten Pelalawan.

Teknik jahitan zigzag yang diproduksi Laili Imra ini, sangat pas disandingkan dengan bahan bertekstur halus dari rayon APR. Style bergaya basic dari jenama asli Riau ini membuat pakaian yang diproduksinya mudah dipadupadankan dengan bermacam model pakaian lainnya. 

Mulai dari jeans yang kaku, hingga sutera yang halus, dapat melengkapi gaya berbusana dengan line up busana yang bertajuk “Rika Bono” ini.

Saat ini, Rika melihat fashion muslim di Indonesia memiliki peluang yang terbuka lebar bagi seluruh perancang busana. Pasalnya, penduduk Indonesia yang mayoritas muslim menjadi target yang besar, mulai dari kalangan bawah, hingga atas.

“Menciptakan desain itu suatu yang rumit, dengan identity kita masing-masing. Itu tantangan bagi saya sebagai seorang desainer dan juga sebagai seorang ibu bagi anak saya,” ungkap Rika.

Kebutuhan akan viscose saat ini kian bertumbuh. Hal ini juga dibenarkan oleh Basrie Kamba. Menurutnya, dibandingkan dengan katun dan polyester, kebutuhan akan viscose semakin meningkat di tingkat global.

“Indonesia dengan tiga produsen viscose yang ada, punya peran yang besar untuk memenuhi kebutuhan bahan baku yang berkelanjutan ini di tingkat global,” ungkapnya.

Basrie menjelaskan, kerjasama dengan para pengrajin tekstil dan desainer lokal ini juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s). Terutama dalam hal melibatkan masyarakat sekitar kawasan operasional itu ikut mendapatkan manfaat dari APR.

Pihaknya bersama API Riau terus mendorong para pelaku usaha untuk bersama-sama merawat dan menciptakan karya-karya terbaik untuk memberikan warna di dunia fashion, terutama di Indonesia.

“APR bekerjasama dengan pengrajin wastra yang ada di sini dan juga pelaku usahanya, bersama-sama merawat dan menciptakan hasil-hasil karya yang memperkaya yang ada di Riau,” ungkap Basrie.

“Selain itu juga kita melestarikan wastra yang ada, serta mengaplikasikan motif-motif yang ada di dalam berbagai produk, baik dalam pakaian muslim, pakaian harian dan juga pakaian anak muda,” imbuhnya.

APR terus menyuarakan kampanye fashion yang berkelanjutan, baik di tingkat lokal, maupun nasional. Untuk itu, APR turut berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan dengan skala nasional untuk terus menggaungkan kampanye ini.

APR juga terlibat dalam Jakarta Fashion Week (JFW) yang merupakan pagelaran busana terbesar saat ini. APR bersama para mitranya telah mengikuti kegiatan akbar ini untuk ketiga kalinya.

Setiap tahunnya, APR menggandeng fashion brand dalam negeri untuk mengenalkan serat viscose-rayon yang biodegradable dan mendukung “Everything Indonesia”.

Tak hanya itu, Muslim Fashion Festival (MUFFEST) juga menjadi salah satu ajang untuk mendukung visi pemerintah Indonesia sebagai modest hub dunia. Kerjasama yang telah dijalin sejak APR berdiri pada 2019, penggunaan material viscose untuk mendukung sustainability dalam dunia fashion terus disuarakan.

Setiap tahunnya, APR menggandeng fashion brand dalam negeri untuk mendukung penggunaan material berkelanjutan.

Melalui program pelatihan seperti Kelas Berbagi, APR dan API Riau membantu Usaha Kecil Menengah di bidang fashion dan desainer lokal untuk bersaing di pasar yang lebih besar.

Kedepannya, permintaan akan kerajinan khas Riau dan produk fashion berbahan rayon viscose akan meningkat. Hal ini membuka kesempatan bagi perempuan dan desainer muda di Riau untuk berkontribusi pada sumber penghasilan yang lebih berkelanjutan di Riau, Indonesia, bahkan dunia.

Sejalan dengan target APR2030 untuk mengembangkan Riau menjadi pusat tekstil Indonesia, APR terus berupaya untuk menghubungkan bisnis lokal dengan pasar industri tekstil, serta mengadakan program pelatihan dan beasiswa untuk menambah keterampilan, pengalaman, serta lapangan pekerjaan.