Diperkuat Pembiayaan BRK Syariah, Abdul Manan Miliki 2 Kilang Pengolahan Sagu Basah

abdul-manan-pemilik-kilang-sagu.jpg
(Dok. BRK Syariah)

RIAU ONLINE, MERANTI - Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, sangat terkenal dengan potensi sagu yang berlimpah. Produk olahan sagu ini juga menjadi satu di antara produk unggulan UMKM di daerah gerbang lintas batas negara/pintu gerbang internasional yang menghubungkan Riau daratan dengan negara tetangga melalui jalur laut. 

Selain Papua dan Maluku, Kepulauan Meranti termasuk salah satu Kawasan Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional karena menjadi penghasil sagu terbesar di Indonesia. Perkebunan sagu telah menjadi sumber penghasilan utama hampir 30 persen masyarakat Meranti. Bahkan sagu dari Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau sudah banyak diolah untuk bahan pembuatan kuliner dan diekspor ke luar negeri. 

Hal ini yang membuat Abdul Manan, warga Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau rela berhenti bekerja sebagai buruh perusahaan di Tembilahan. Ia kembali ke tempat kelahirannya di Desa Sungai Tohor untuk mengembangkan budidaya sagu dan membuka kilang pengolahan sagu sehingga dapat meningkatkan ekonomi keluarga dan masyarakat di lingkungannya. 

“Tahun 2008 itu saya berhenti jadi buruh Perusahaan Sambu Grup di Tembilahan, lalu kembali ke Kampung (Sungai Tohor) dan membuka usaha pengolahan sagu basah yang kami beri nama UMKM Keluarga Arifin Selamat. Usaha ini saya buka dari dana bersama saudara-saudara dan keluarga,” kata Cik Manan sapaan akrabnya. 

Meskipun sebelumnya orangtua dan saudara lelakinya juga sudah memiliki kilang pengolahan sagu basah, Cik Manan optimis kilang baru yang akan dibukanya ini akan berkembang dengan baik.  Sebab selain rasanya yang khas, dalam berbagai kajian penelitian sagu merupakan salah satu sumber bahan pangan yang memiliki nilai gizi dan kandungan kolesterol yang rendah serta pengembangan industri pengolahan pangan sagu juga terbuka luas. 

"Kilang pengolahan sagu ayah kami dulu masih tradisional pengerjaannya, dengan cara diparut pakai tangan sagunya. Sementara di kilang baru ini, karena saya sudah memiliki pengalaman di perusahaan sebelumnya, saya buat sagunya diparut dengan mesin. Kilang yang kita buka tahun 2008 ini diresmikan langsung oleh Gubri saat itu Bapak Rusli Zainal," katanya menambahkan. 

Kala itu, pria kelahiran Mei 1973 ini mengaku bersyukur mengenal program pembiayaan di Bank Riau Kepri Syariah (saat itu masih Bank Riau Kepri). Pada tahun kedua (2010) menjalankan kilang olahan sagu basahnya, Abdul Manan langsung mengajukan pembiayaan di Bank Riau Kepri. Permohonannya itu langsung direspon cepat oleh pihak Bank hingga Cik Manan dapat fokus mengembangkan usahanya. 

“Ya Alhamdulillah selain bantuan dari keluarga, saat itu saya memang terbantu dengan pembiayaan dari Bank Riau Kepri, prosesnya di bank juga tidak sulit. Melihat permintaan pasar terus meningkat akan sagu basah ini, pada pembiayaan kedua di BRK Syariah kami ajukan Rp 500 juta. Lalu saya tambah buka 1 kilang lagi dan meningkatkan jumlah produksi mencapai 200 tual (potongan) per hari,” ujar Cik Manan. 



Diceritakan Cik Manan, dengan meningkatnya jumlah produksi sagu basah setiap harinya, ia mulai bekerjasama dengan petani sagu yang merupakan masyarakat tempatan. Kerjasama ini juga ada beberapa sistem, mulai dari sewa lahan dengan bagi hasil kepada petani hingga membeli sagu petani yang baru ditanam. Dan bahkan ada petani yang mendapat hingga Rp 60 juta per tahunnya dari kerjasama ini. 

“Sagu yang kita beli sekarang dengan petani itu, panennya bisa jadi 9 bulan atau satu tahun ke depan. Satu batang sagu itu kita beli dengan harga empat ratus ribu rupiah yang nantinya menjadi 9 tual (potongan). Ini juga sebagai modal kita untuk stok bahan baku, karena kita sudah memiliki 2 kilang pengolahan sagu basah ini,” kata suami dari Lili Andrianti itu. 

Pada tahun pertama, produksi olahan sagu basah UMKM Keluarga Arifin Selamat ini mencapai 30 ton setiap bulannya. Namun dengan bertambahnya kilang baru, produksi meningkat menjadi 70 ton setiap bulannya. Hasil produksi sagu basah ini kemudian dijual ke Centra Sagu Terpadu milik Pemda Kepulauan Meranti untuk diolah menjadi tepung sagu. 

"Sebenarnya jumlah produksi dari kedua kilang saya ini tidak mencukupi kebutuhan Centra Sagu. Namun karena di Sungai Tohor ini juga ada kilang lainnya, kebutuhan centra sagu dapat terpenuhi. Jika ditotalkan ada sekitar 700 ton sagu basah yang keluar dari Sungai Tohor ini setiap bulannya, ada sebagian dijual ke Centra Sagu ada juga yang langsung dijual kepada tengkulak untuk di ekspor ke Malaysia," kata Cik Manan. 

Target Cik Manan di tahun 2024 nanti, produksi dari kedua kilangnya itu meningkat hingga 400 tual perhari dengan menambah tong produksi dan tentunya menambah tenaga kerjanya yang saat ini 8 orang pekerja tetap, sementara pekerja harian lepas jumlahnya tidak terbatas dan disesuaikan dengan jumlah tual sagu yang akan dikupas. 

"Saat ini saya sudah membuat biaya produksi menjadi lebih murah dengan mengganti mesin pemarut sagu menggunakan daya listrik. Sebelumnya masih menggunakan bahan bakar solar yang nilainya mencapai 7 juta rupiah perbulan, sedangkan dengan listrik hanya 1,5 juta rupiah perbulannya. Dengan menggunakan listrik ini saya jauh diuntungkan dalam proses pengolahan sagu kini sudah menjadi bahan pangan masyarakat dunia," sebutnya. 

Selain memiliki dua kilang pengolahan sagu basah, Cik Manan juga membuka usaha sagu turunan yaitu pengolahan mie sagu yang diproduksi langsung oleh istrinya. Setiap bulan, usaha mie sagu Cik Manan ini memproduksi 2 ton tepung sagu dengan hasil menjadi mie sagu sebanyak 3,2 ton atau penjualan Rp 32 juta. Membuka usaha mie sagu ini juga terbantu dengan modal pembiayaan yang diperoleh dari BRK Syariah. Dimana BRK Syariah sangat mendukung pelaku UMKM di Desa Tohor ini untuk meningkatkan ekonomi melalui usahanya. 

"Mie sagu olahan kita itu kualitasnya juga terbaik dan sangat bersih, karena kita menggunakan tepung sagu dari centra sagu ini. Bahkan mie sagu produksi kami itu dijual ke Kepri hingga Jakarta mencapai 400 kilogram per minggunya. Sisanya kita jual untuk di wilayah Riau, karena mie sagu olahan kita bisa tahan satu bulan tanpa harus disimpan dalam lemari es. Kalau disimpan dalam lemari es bisa lebih tahan lama lagi," kata Cik Manan yang sering diundang sebagai narasumber dalam tema pengolahan sagu yang ditaja oleh berbagai instansi hingga di tingkat kementerian. 

Tidak hanya itu saja, Cik Manan juga dipercaya untuk mengelola Centra Sagu Terpadu Meranti oleh Pemda setempat. Ia ditunjuk sebagai Ketua Koperasi Produsen Sentra Sagu Terpadu. Centra Sagu Terpadu ini menampung dan mengolah sagu basah dari 18 kilang masyarakat sekitar dan menghasilkan rata-rata 8,5 ton tepung kering per hari. Produksi tersebut untuk pemenuhan pasar domestik, bahkan ekspor ke Malaysia. 

"Tepung sagu meranti memang primadona. Beberapa daerah menggunakan tepung sagu kita ini untuk membuat bakso dan empek-empek, karena hasil olahannya memang lebih enak menggunakan tepung sagu dari Centra Sagu Terpadu ini. Permintaan sampai 200 ton per bulannya untuk daerah Jawa. Saya juga punya mimpi ingin membuka pabrik tepung sagu ini, karena melihat kebutuhan pasar yang terus meningkat. Saat ini yang kita kelola punya pemerintah, sementara kita sudah memiliki jaringan yang sangat banyak," sebutnya lagi. 

Menurut Cik Manan, keberadaan pabrik sentra sagu terpadu ini juga telah memberikan dampak positif ke masyarakat. Dimana harga jual sagu basah dari petani terus membaik, bahkan cenderung stabil mencapai Rp 3.500 per kilogram. Sedangkan harga tual yang semula Rp 30.000-35.000 kini mencapai Rp. 65.000/tual ukuran 43 Inci dengan hasil rata-rata sagu basah pertual 35-40 kg.  

"Tetapi masih banyak juga petani yang menjual sagu basahnya langsung ke tengkulak. Tidak hanya ingin membuka pabrik tepung sagu saja, saya juga punya harapan di sini ada wadah yang mengolah limbah sagu ini. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk membuat pupuk dan pakan ternak. Semoga apa yang menjadi harapan saya ini juga nantinya akan di support oleh BRK Syariah seperti awal dulu saya mengembangkan usaha pengolahan sagu basah hingga punya dua kilang dan membuat produksi mie sagu," ujar Pria yang pernah populer di tahun 2014 karena Petisi Asap yang dibuatnya mendatangkan Presiden RI Joko Widodo untuk blusukan ke Desa Sungai Tohor hingga ia dibawa ke Paris oleh Presiden RI dalam acara konferensi iklim dunia.