RIAU ONLINE - Redenominasi alias penyederhanaan rupiah akan dilakukan Bank Indonesia (BI). Penyederhanaan mata uang rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, misalnya Rp 1.000 akan menjadi Rp 1.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan redenominasi sudah siap dilakukan pihaknya sejak dulu. BI bahkan sudah menyiapkan desain uang hingga tahapan implementasi.
Akan tetapi, lanjutnya, dibutuhkan landasan hukum yang harus disepakati pemerintah dan DPR untuk mengimplementasikan ide redenominasi rupiah ini.
"Kami dari dulu sudah siap. Jadi redenominasi sudah kami siapkan dari dulu," kata Perry, dikutip dari kumparan, Sabtu, 24 Juni 2023.
"Masalah desainnya, kemudian juga masalah tahapan-tahapannya itu sudah kami siapkan sejak dari dulu, secara operasional dan bagaimana untuk langkah-langkahnya," lanjutnya.
Perry menyebut tiga pertimbangan dalam pelaksanaan redenominasi rupiah, yakni kondisi makroekonomi, moneter, dan stabilitas sistem keuangan serta sosial politik.
"Itu adalah 3 pertimbangan utama. Ekonomi kan sudah bagus? Iya sudah bagus tapi ada baiknya tentu saja memberikan momen yang tepatnya tentu saja masih adanya spillover atau rambatan dari global masih berpengaruh," terang Perry.
Menurut laman resmi Kementerian Keuangan, uang yang sudah diredenominasi jumlah angkanya akan mengecil, namun nilainya tetap sama. Misalnya redenominasi uang Rp 10.000, setelah dilakukan redenominasi, maka tiga angka di belakang akan hilang, penulisannya berubah menjadi Rp 10 saja. Namun nilai uang masih sama dengan sepuluh ribu rupiah.
"Jika kita biasanya membeli susu seharga Rp 10.000 per kaleng, setelah redenominasi rupiah, maka harga susu tersebut berubah Rp 10 per kaleng," tulis keterangan tersebut.
Redenominasi rupiah bertujuan untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam transaksi serta efektif dalam pencatatan pembukuan keuangan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan redenominasi diartikan sebagai penyederhanaan jumlah digit pada denominasi rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Artinya redenominasi sangat berbeda dengan sanering yang merupakan pemotongan nilai uang yang selanjutnya dapat menyebabkan penurunan daya beli uang terhadap barang dan jasa.
Josua menilai, redenominasi rupiah memiliki dampak yang positif terhadap ekonomi Indonesia yakni mendorong perekonomian menjadi lebih ringkas dan efisien karena transaksi keuangan tidak lagi melibatkan penulisan nominal besar. Selain itu, redenominasi juga akan berdampak pada aspek sosial yakni meningkatkan kedaulatan moneter dan mengontrol pemakaian mata uang asing.
"Yang krusial dalam redenominasi adalah masa transisi yang meliputi persiapan, peralihan serta penggunaan penuh denominasi baru serta sosialisasi pada masyarakat, pelaku usaha dan termasuk regulator," kata Josua.
Menurut Josua terdapat dua kondisi stabilitas utama yang mendukung penerapan redenominasi. Pertama, stabilitas makro ekonomi yang terjaga ditandai dengan tingkat inflasi relatif terkendali, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang didukung berbagai implementasi kebijakan fiskal dan moneter. Serta tren cadangan devisa yang cenderung meningkat.
Selain edukasi dan sosialisasi yang intensif, kata Josua, keberhasilan dari redenominasi juga dipengaruhi oleh dukungan dari seluruh pihak antara lain pemerintah, DPR dan pelaku bisnis dan masyarakat.
"Lebih dari itu, yang terpenting lagi dalam menyukseskan redenominasi adalah komunikasi dan sosialisasi pada masyarakat luas sehingga tidak ada konsep yang keliru dari redenominasi, sosialisasi pengadaan dan distribusi uang, serta penegakan hukum dan juga support teknologi informasi dan akuntansi," ujarnya.