SEORANG pekerja di Rumah Madu Andalan saat memasukkan madu sialang ke dalam botol-botol sebelum dipasarkan ke masyarakat. Saat pandemi Covid-19 ini, permintaan terhadap Madu Sialang meningkat signifikan.
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)
RIAU ONLINE, PANGKALAN KERINCI – Pandemi Covid-19 menjadi berkah bagi ratusan warga yang menggantungkan hidupnya dari madu budidaya lebah pohon sialang di Provinsi Riau.
Terjadi peningkatan konsumsi madu diyakini mampu menambah imunitas atau kekebalan tubuh dari virus corona tersebut. Berkah penambahan tersebut dialami oleh Rumah Madu Andalan (RMA).
Ketua Kelompok Tani RMA, Tengku Indra menuturkan, mereka sempat kewalahan menerima ribuan pesanan madu dari Jakarta.
Beruntung, RMA telah lama menjalin kemitraan dengan masyarakat pemilik pohon sialang di tiga kabupaten di Riau, yakni Pelalawan, Siak dan Kuantan Singingi (Kuansing).
Saat ini kelompok tani itu memiliki 48 Pohon Sialang mitra. Sekali panen, mereka bisa memperoleh 3-4 ton per bulan.
“Saat ini kami memiliki tujuh anggota pemasok Madu Sialang. Alhamdulillah kami masih bisa memenuhi permintaan di masa COVID-19 ini,” ujar pria yang akrab disapa Ujang ini.
Ujang menceritakan, ia bergabung dengan kelompok tani RMA ini berawal dari rasa keingintahuannya tentang pengolahan madu yang berkelanjutan.
Kemudian ia mendapatkan pembinaan dari program pemberdayaan masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Ujang mulai mempelajari dan memahami konsep panen madu lestari. Akhirnya kelompok tani RMA dapat memanen madu setiap bulannya.
“Dulu setiap panen sarang lebah ditebas begitu saja, sehingga seringkali membuat sarang menjadi rusak dan bahkan mati dan kami terpaksa menunggu 4-5 bulan lagi untuk panen,” kenangnya.
Selain itu, agar semua petani dapat berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan madu, pihaknya juga dibantu untuk mengatur jadwal pasokan sehingga kelangsungan usaha para petani tetap terjaga.
Setiap bulan, para petani pun memasok hingga mencapai 300 kg dengan rata-rata pendapatan minimal Rp 25 juta.
Manajer CD RAPP, BR Binahidra Logiardi mengatakan rumah madu didirikan pada tahun 2000 lalu. Namun hanya menjual madu murni.
Pada 2006, rumah madu mulai melakukan pengolahan dan pengemasan modern tanpa mengurangi kemurniannya.
Hal ini agar dapat memberikan nilai tambah kepada petani. Madu olahan tersebut diberi nama Madu Foresbi dan telah mengantongi izin edar dari BPOM dan sertifikasi halal MUI.
Program petani madu dapat diarahkan untuk berkontribusi pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) terutama pada nomor 1, 4, 8, dan 9.
Perusahaan bagian dari grup APRIL ini membantu pelatihan dan pendampingan masyarakat sehingga dapat memanfaatkan potensi lokal untuk meningkatkan pendapatan atau mata pencaharian yang berkelanjutan.
“Kita berharap melalui program ini tumbuh jiwa kewirausahaan masyarakat, sehingga membuat mereka mampu bertahan meski dalam keadaan krisis, seperti kondisi COVID-19 saat ini,” pungkasnya.