RIAUONLINE, PEKANBARU - Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2019 diperkirakan meningkat pada kisaran 1,50%-2,00%, sedikit meningkat dari triwulan IV 2018 yang sebesar 1,28% secara year on year.
Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Kantor Perwakilan Riau, Irwan Mulawarman dalam acara Diseminasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Riau Selasa (30/4/19) mengatakan, peningkatan utama diperkirakan bersumber dari kenaikan konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri. Konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat seiring dibayarkannya tunda salur DBH 2018 pada triwulan I 2019.
“Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi perekonomian di Riau, yakni harga CPO, harga minyak dunia dan lifting minyak berupa DBH. Apalagi Riau luas dengan kebun sawit. Tentu sumber perekonomian di sektor perkebunan sawit di Riau masih sangat dominan,” sebut Irwan, Selasa 30 April 2019.
Permasalahan yang muncul kemudian adalah jika harga minyak sawit menurun, tentu akan ikut mempengaruhi perekonomian Riau. Sebab, hal tersebut akan berkaitan pada harga TBS sawit yang ikut menurun. Dampaknya akan terlihat pada pendapatan yang juga ikut menurun sehingga daya beli pun menurun.
Kemudian, harga minyak dunia masih rendah. Dana DBH untuk Riau juga masih belum dibayarkan. Sedangkan lifting minyak di Riau diperkirakan akan menurun karena selain dipengaruhi perpindahan pelaksana di CPP block dari Chevron ke Pertamina, juga produksi minyak Riau terus menurun di beberapa tahun belakangan ini. Diprediksi, hingga 2121, lifting minyak Riau akan terus menurun.
Untuk itu, perlu adanya sumber perekonomian baru di Riau. Riau tak lagi bisa mengandalkan sumber-sumber lama.
Dalam kegiatan Diseminasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) di aula BI Riau, Irwan menyebutkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai dengan diperkirakan, maka stakeholder di Riau harus melakukan sejumlah terobosan terutama mencari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Di antaranya dengan meningkatan alokasi belanja modal, terutama infrastruktur, yang dimonitor dan dievaluasi secara intensif.
"Mendorong kerjasama dengan masyarakat/asosiasi usaha di bidang pariwisata untuk mengembangkan berbagai kegiatan dan paket wisata berbasis alam/perkebunan yang tidak terlalu membutuhkan usaha yang begitu besar (low hanging fruit), seperti wisata petik durian asli Bangkinang/Bengkalis, wisata persawahan di Bungaraya, wisata edukasi perkebunan sawit, karet dan lainnya,” ujarnya.
Hal lain yang harus disegerakan adalah proyek pembangunan infrastruktur serta pengembangan kawasan industri yang sinergis dan terarah dengan pengembangan sektor prioritas di Provinsi Riau.
"Sekarang ini, Riau perlu adanya penyusunan roadmap hilirisasi produk berbasis minyak kelapa sawit sebagai pedoman jangka panjang kebijakan daerah dalam mengembangkan industri hilir berbasis kelapa sawit,” tutupnya.