Laporan: Tim RIAUONLINE
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sudah sepekan lebih Pemungutan Suara Pemilu Presiden berakhir. Hasil hitung Quick Count oleh lembaga survei dan Real Count KPU, memperlihatkan Calon Presiden (Capres) petahana, Joko Widodo-KH Maruf Amin jauh unggul dibandingkan petantangnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Walau tinggal menanti penghitungan dan penetapan sebagai pemenang Pilpres 2019, Presiden Jokowi masih memiliki utang Rp 1,7 triliun kepada 6 juta rakyat Riau. Utang tersebut sudah berulang tahun pertama, berupa Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) Triwulan IV 2017 silam.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Ahmad Hijazi mengaku akan menempuh jalur apapun agar DBH Migas tersebut segera dicairkan oleh Pemerintahan Jokowi.
"Kita tetap perjuangkan. Apapun kita tempuh, terpenting bagaimana menjaga ketersediaan kas daerah," kata Sekdaprov Ahmad Hijazi, Jumat, 26 April 2019.
DBH Migas Triwulan IV belum dibayarkan tersebut berjumlah Rp 1,7 triliun. Dari jumlah tersebut, sejumlah Rp 337 miliar milik Pemprov Riau dan sisanya kabupaten dan kota di Bumi Melayu Lancang Kuning.
Selain masih berutangnya Pemerintah Pusat ke Riau Rp 1,7 triliun, ternyata pusat masih punya utang Rp 700 miliar dari pajak air permukaan yang belum disetor ke Riau.
Hijazi menjelaskan, upaya telah dilakukannya antara lain mengumpulkan seluruh Sekda se-Riau guna mempertanyakan bagaimana sebenarnya kondisi DBH tersebut.
Selain itu tetap menjaga komunikasi yang baik antara daerah dengan pemerintah pusat. "Mungkin akan ada rapat lagi dengan kawan-kawan Sekda dan akan kita urus lagi ke pusat. Langkah diplomasi juga terus kita lakukan dengan berbagai cara," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau, Indra Agus Lukman mengaku, tak bisa terlalu menggemborkan pada publik soal DBH belum terbayarkan ini.
Menurutnya selain mereka, masih ada lagi beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga terlibat dalam DBH Migas 2017 tersebut. "Soal DBH (Migas) kami cuma menghitung di liftingnya saja dan berapa barel produksinya. Kalau bicara angka ada pihak lain mengurusinya berada dibawah koordinasi Pak Sekda dengan Kabupaten dan Kota," tegasnya.
Tuntutan agar segera membayar DBH Migas oleh Pemerintahan saat ini kepada Pemprov Riau, mengemuka sejak pertengahan tahun 2018 silam. Puncak dari itu saat 11 kepala daerah, termasuk di dalamnya Gubernur Riau saat ini, Syamsuar, mendukung Capres Jokowi.
Walau sudah mendukung, namun tetap saja hingga kini Pusat belum membayar DBH Migas ke Riau. Tuntutan agar Jokowi segera membayar DBH Migas TV IV 2017, juga disuarakan oleh Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Riau (Hipemari) Jakarta.
"Seharusnya penjabat terkait di Pemprov Riau bisa mengambil sikap mengenai seringnya keterlambatan DBH ini," ungkap Ketua Umum Hipemari Jakarta, Riski Beradat.
Hipemari, tuturnya, sudah kedua kalinya mengunjungi Kemenkeu guna memastikan segera ditransfernya hak Riau. "Angkanya Rp 1,7 triliun tersebut, Rp 337 miliar hak Pemprov Riau, selebihnya milik 12 abupaten dan kota di Riau. Sebelumnya saya sudah pernah Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, akhir 2018," jelasnya.
Dalam pertemuan itu, kata Riski, Pemerintah pusat memberi penjelasan, DBH tersebut akan ditransfer segera. "Kenyataannya hingga hari ini, Pemerintah Pusat belum menunaikannya janjinya, bayar utang ke rakyat Riau," jelasnya.