RIAUONLINE, BINTAN - Teka teki kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Riau melalui BUMD PT Sarana Pembangunan Riau di wahana wisata Lagoi Resort ternyata benar adanya.
Hal tersebut disampaikan oleh senior manager executive Gallant Venture Ltd Ratnawati dihadapan tim investigasi yang beranggota Biro Ekonomi Pemprov Darusman, Biro Hukum Elly, dan DPRD Riau.
Ratnawati menjelaskan kronologis perjalanan saham milik BUMD SPR ini.
"Awalnya Pemprov dan Angkatan Laut pada tahun 1988 sampai 1990 ditawari masing-masing 10 persen oleh Salim Group, tapi Pemprov keberatan sehingga pembagiannya menjadi 12,5 persen dan yayasan AL dapat 7,5 persen," jelas Ratna, Jumat, 7 September 2018.
Selanjutnya, pada tanggal 28 Agustus tahun 1990 Pemerintah Republik Indonesia menandatangani kerjasama dengan Pemerintah Singapura untuk membangun kawasan industri pariwisata.
"Pada 20 Juni 1992, terbitlah surat pemberian izin pembukaan lahan untuk kawasan pariwisata terpadu pulau Bintan oleh gubernur Riau saat itu," tambah Ratna.
Lalu, pada 11 Agustus di tahun yang sama Pemprov melalui SPR resmi memiliki saham 15 lembar saham dari modal Rp 120.000.000.
Hingga pada 19 Februari 1997, terjadi peningkatan modal saham dari Rp 120.000.000 menjadi Rp 8. 000.000.000.
Namun, pada tahun 1998 terjadi krisis moneter di Indonesia yang mengakibatkan Salim Group menyerahkan asetnya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Setelah itu, pada tahun 2003 Salim Group kembali membeli aset tersebut dengan kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri antara lain Singapura.
Akhirnya, pada tahun 2006 berdiri lah Gallant Venture Ltd dimana perusahaan publik ini memiliki pembagian saham 67,38 persen, Sembawang Corporation Group 10,40 persen dan umum sebesar 20,22 persen.
Saham SPR sendiri dimasukkan dalam kategori saham umum.
Dalam tahap ini, Gallant masih melakukan pembangunan seperti infrastruktur jalan, gedung, listrik dan lainnya sehingga belum bisa mendapatkan keuntungan yang menjadi deviden bagi pemilik saham.
Namun pada tahun 2007, SPR menjual sahamnya sebanyak 999 lembar kepada Gallant Venture Ltd, dan 1 lembar ke Buana Megawisatama 1 lembar saham.
Sebagai gantinya, SPR memperoleh 1.287.702 dari Gallant Venture Ltd selaku pemilik Bintan Resort, Batam Industrial Park, Bintan Industrial Estate dengan harga 1,18 dengan sertifikat saham kolektif.
Dari saham yang ini, diakui Ratna memang belum bisa memberi deviden karena masih tahap pembangunan.
Pada tahun 2013, SPR mendapatkan right issue, namun SPR tidak menjawab sehingga Gallant Venture membuka pihak lain untuk membeli right issue tersebut.
Right Issue atau HMETD (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu) adalah Hak bagi pemegang saham untuk membeli saham baru pada harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.
Diakui Ratna, SPR memang sulit untuk dihubungi bahkan saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) SPR selalu diundang namun tidak pernah menghadiri RUPS.
Hingga kini, saham milik SPR hanya tersisa 0,001 persen dikarenakan harga saham yang anjlok menyentuh angka 13 sen dolar Singapura.
DPRD Riau Curiga
Sekretaris Komisi III Suhardiman Amby mempertanyakan kronologis perpindahan saham Pemprov menjadi saham publik. Dirinya juga mempertanyakan detail neraca keuangan Gallant Venture sejak 2006 hingga saat ini.
"Saya ingin tau apakah Gallant Venture pernah menyerahkan neraca perkembangan usaha ke PT SPR. Karena selama ini tidak pernah ada laporan," ujar Suhardiman.
Lebih lanjut, Ia juga mempertanyakan permasalahan yang terjadi sebelum Gallant Venture menjadi pemilik mayoritas saham sejak tahun 1993 hingga 2006.
Politisi yang kerap disapa Datuk ini juga meminta pihak Gallant Venture menghadirkan seluruh dokumen hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari waktu ke waktu ke hadapan dewan saat itu.
Namun, Senior Manager Eksekutif Gallant Venture Ltd Ratnawati Surjawirawan malah meminta dewan agar mengecek langsung saja di website resmi Singapura Exchange (SGX).
Sebab, sesuai aturan setiap perusahaan yang sahamnya sudah go public di Singapura, wajib memposting seluruh laporan keuangan disana.
Soal pertanyaan lain yang diajukan dewan, tidak dapat dijawab Ratna. Karena dirinya tidak memiliki bahan atau data lengkap pada saat rapat tersebut.
Alasannya, pimpinan yang seharusnya hadir pada saat rapat tersebut tidak bisa datang karena ada urusan keluarga mendadak di Jakarta.
Ia kemudian meminta seluruh pertanyaan dewan dibuat dalam bentuk tertulis. Kemudian akan dijawab pihaknya dalam bentuk tertulis pula nantinya.
Adapun rapat ini dihadiri seluruh anggota DPRD komisi III membidangi aset dan BUMD bersama pimpinan DPRD Riau Sunaryo.