RIAU ONLINE - Sebanyak 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) akan menjadi milik pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Inalum (Persero) atau Inalum. Bahkan, hal ini telah dipastikan ketika Head of Agreement (HoA) ditandatangani kedua belah pihak.
Dikatakan Direktur Eksekutif PTFI, Tony Wenas, saat ini pihaknya sudah melakukan eksploitasi tambang bawah tanah Grasberg. Ia menyebutkan cadangan masih sangat besar yakni 38 miliar pound untuk tembaga dan 38 juta ounce untuk cadangan emas.
"Bahkan mungkin tambang ini masih bisa dikelola sampai setelah 2041. Itu masih di tempat yang sama. Jadi ini masih menjanjikan. Tambang Grasberg ini tambang kelas dunia, jadi sangat baik bagi pemerintah dan Inalum ikut di dalamnya. Bagi kami juga baik ada partner," terang Tony, dilansir dari detikFinance, Rabu, 25 Juli 2018.
Kendati demikian, menurut Tony, pemerintah sebelumnya mendapatkan jaatah keuntungan dari tambang Grasberg berupa royalti. Belum lagi adanya tarik pajak dalam berbagai bentuk.
"Kami dibilang katakan oleh royalti emasnya hanya 1%. Tapi kenyataannya bukan 1%, ada double royalti yang disepakati di 1997, royalti tembaga 3,7% bahkan ada double royalti juga," tutur Tony.
Dalam rezim kontrak karya, PTFI juga dikenakan pajak penghasilan badan (PPh) sebesar 35%. Lebih tinggi dibanding PPh badan perusahaan pada umumnya 25%.
"Jadi keseluruhan penerimaan negara ini besar sekali, dari pajak penghasilan badan, kalau perusahaan lain hanya bayar 25% Freeport itu bayar 35% karena kontrak karyanya bicara seperti itu. Kemudian ada pajak-pajak lainnya, pajak daerah dan royalti yang jumlahnya keseluruhannya miliaran dolar," tambah Tony.
Tony memperkirakan, pemerintah mendapatkan bagian dari pendapatan kotor PTFI sekitar 60%, sedangkan PTFI 40%. Menurutnya porsi itu akan lebih besar setelah Inalum resmi menjadi pemegang 51% saham PTFI. Apalagi nantinya sudah tidak adalagi hak partisipasi Rio Tinto di tambang tersebut.
"Ke depannya setelah bersama Inalum bisa lebih lagi, barangkali 75% untuk negara, 25% untuk Freeport," ucapnya.