BI Beberkan Kerugian Negara yang Berimbas pada Tarif Listrik

Deputi-Gubernur-senior-BI.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara menjawab kegelisahan masyarakat yang selama ini dirasakan dengan adanya penyesuaian tarif listrik mengacu pada Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2017.

Menurutnya, hal itu terjadi selain karena negara belum bisa mengoptimalkan penerimaan pajak, juga disebabkan masih saja bersubsidi.

"Jadi penerimaan pajak saat ini belum optimal. Sekitar 11 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dan masih saja membayar bagian yang tak produktif. Sehingga saat ini kita defisit primer yang artinya penerimaan pemerintah tak mencukupi untuk membayar bunga utangnya. Itu artinya pajak harus dinaikkan," katanya di Hotel Premier, Jumat, 9 Juni 2017.

Baca Juga: BI Harapkan Riau Fokus Garap Sektor Perkebunan



Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang pemerintah terhadap PDB tak boleh mencapai 60 persen. Diakuinya juga bahwa utang negara dari tahun ke tahun terus meningkat. Meski demikian hal ini masih dikatakan aman karena hanya menyentuh rasio sekitar 28 persen saja.

"Apakah penerimaan negara saat ini sudah sanggup untuk membayar bunga utang? Ini yang harus dicermati. Makanya kenapa kita membuat Perpu tentang akses data dalam rangka penerimaan pajak itu naik. Semestinya pengeluaran tak produktif harus turun, kalau tidak untuk membayar bunganya saja negara harus menutupinya dengan membuka utang baru. Padahal, utang baru itu untuk pembangunan proyek-proyek baru," lugasnya.

Itu sebabnya, negara memutar otak untuk menutup celah kerugiannya dengan melakukan penyesuaian tarif listrik yang mengacu pada Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2017.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline