RIAU ONLINE - Bagi masyarakat suku di India ini, memakan tikus serta menyajikannya ke tamu merupakan sesuatu hal yang istimewa. Terbayangkah oleh Anda jika tikus-tikus tersebut disajikan dalam piring makan?
Seperti dilaporkan dw.com, peneliti dari Universitas Oulu, Finlandia, Victor Benno Meyer-Rochow saat melakukan riset pada dua suku di Arunachal Pradesh, di Timur Laut India, masing-masing Suku Adi dan Apatani, menemukan hal unik.
Dalam riset tersebut, Meyer-Rochow didampingi ilmuwan juga anggota suku Adi, Karsing Megu, meyakini tradisi santap tikus sudah panjang dilakukan, bukan karena masyarakat di sana kekurangan bahan pangan.
(Baca Juga: Orang Eropa Tiru Kebiasaan Warga Indonesia Buka Sepatu saat Masuk Rumah)
Pasalnya, wilayah itu masih terdapat berbagai jenis hewan buruan lainnya, seperti kijang dan kambing. Namun, tikus sangat diburu karena masyarakat beranggapan dagingnya lezat.
Ada berbagai strategi dalam menangkap tikus. Dalam risetnya ini, Meyer-Rochow, menjelaskan, saat menggunakan bambu dengan seutas tali dari kulit pohon berfungsi menjerat mangsa yang terpancing umpan.
Cara lainnya dengan pembakaran arang sekam diletakkan di dalam bumbung bambu untuk menghasilkan asap. Asap kemudian ditiupkan ke dalam liang tikus yang memaksa tikus keluar dari sarang dan mati lemas.
Tentu saja, orang Suku Adi menyadari tikus bisa masuk ke rumah dan merusak produk makanan mereka simpan. Maka orang-orang Suku Adi membangun rumah sedemikian rupa, agar tikus tidak dapat dengan mudah masuk ke rumah mereka.
Selain itu, tikus-tikus yang terbaik justru disajikan saat masa perayaan tradisional, terutama perayaan Unying-Aran, festival berburu jatuh setiap tanggal 7 Maret. Pagi hari di hari raya ini, pemburu memberikan tangkapan mereka pada keluarganya, yang disebut: "Aman ro".
Di wilayah dua suku itu, bukan hanya orang dewasa, anak-anak kecilpun sudah terbiasa dengan tikus. Dari usia belia mereka sudah biasa menangkap tikus, atau menerima tikus sebagai hadiah.
(Klik Juga: Siapa Bilang Penderita Hipertensi Pantang Makan Garam)
Dalam konteks budaya, penggunaan tikus sebagai hadiah memperkuat hubungan kemasyarakatan Suku Adi. Tikus juga dijadikan menu spesial, jika tamu datang, tikus dihidangkan sebagai menu spesial untuk hormati tamu.
Yang paling umum, dalam penlitian Meyer-Rochow, nama masakannya adalah bule-bulak oying, jeroan tikus hingga kaki dan ekornya juga ikut dimasak dalam sajian ini. Tentu saja ditambah dengan berbagai bumbu pada umumnya. Bagian dari tikus tidak digunakan adalah gigi dan tulang.
Lalu, kenapa tikus menjadi santapan dan diburu warga desa? Pemicunya, tikus belum termasuk spesies langka yang terancam punah.
Selain itu, tikus merupakan hama bagi produk makanan yang disimpan seperti biji-bijian, umbi-umbian dan lainnya. Makan tikus dianggap lebih masuk akal daripada hanya membunuh dan tidak digunakan atau meracuninya serta meninggalkan bangkainya dimakan oleh organisme lain.
TIKUS menjadi bahan makanan pokok bagi dua suku Arunachal Pradesh, Timur Laut India, Suku Adi dan Apatani. Ini terungkap saat peneliti dari Universitas Oulu, Finlandia, Victor Benno Meyer-Rochow saat melakukan riset pada dua suku tersebut.
Akhirnya, Meyer-Rochow dan koleganya menyimpulkan, mengingat memenuhi kebutuhan pangan dunia semakin mendesak akibat pemanasan global, maka keberadaan tikus sebagai sumber bahan makanan tak boleh diabaikan.
Memanfaatkan tikus sebagai makanan, akan mengurangi perburuan hewan liar sudah langka. Ini juga metode yang jauh lebih unggul untuk mengontrol populasi tikus ketimbang meracuninya.
(Lihat Juga: Suka Makanan Asin Ini Efek Senegatifnya)
Hewan ini juga dijadikan panganan selain di India, seperti di sebagian Sulawesi, Indonesia, atau beberapa kawasan di Filipina, Laos, Myanmar, Thailand, China dan negara-negara Asia lainnya.
Daging tikus juga disantap sebagai makanan lezat. Kebiasaan ini juga bisa dijumpai di kelompok suku Maori di Selandia Baru, dan di beberapa bagian di negara-negara Afrika.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline