RIAUONLINE, PEKANBARU – Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Riau hanya mensahkan satu calon kepala daerah sebagai sebagai wali kota terpilih di Kota Dumai. Sedangkan delapan daerah lainnya ramai-ramai menggugat keputusan pleno KPUD masing-masing derah ke Mahkamah Konstitusi. Alhasil KPU Riau menunda penetapan delapan kepala daerah terpilih.
“Hanya peserta Pilkada Kota Dumai yang menerima hasil Pleno, delapan daerah lainnya gugat ke MK,” kata Komisioner Divisi Hukum, KPUD Riau, Ilham Yasir, saat ditemui, Senin (21/12/2015).
sebanyak 9 Kabupaten/Kota di Riau mengikuti Pemilihan Kepala Daerah secara serentak, 9 Desember 2015 lalu yakni Rokan Hilir, Rokan Hulu, Dumai, Meranti, Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak , Kuantan Singingi dan Bengkalis. Sebanyak 26 Calon kepala daerah bertarung di daerahnya masing-masing. Pemungutan suara dilaksanakan di 110 Kecamatan, 1,282 Desa dan 7,282 TPS. Sebanyak 2,365,691 pemilih masuk dalam Daftar Pemilih Tetap di masing-masing daerah.
Menurut Ilham, hingga batas waktu yang ditentukan 3x24 jam setelah dilakukannya rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara tingkat kota pada 16 Desember 2015 kemarin, empat pasangan calon wali kota peserta Pilkada kota Dumai yang kalah tidak satu pun melakukan gugatan ke MK, dengan demikian kata Ilham, peserta Pilkada Kota Dumai menerima keputusan pleno KPUD Dumai yang memutuskan calon Walik Kota Dumai Zulkifli AS – Eko Raharjo sebagai pemenang dengan raihan suara terbanyak mencapai 32.616. Terlebih presentase selisih suara yang diperoleh Zulkifli AS dengan pasangan lainnya mencapai 1,97 persen. (KLIK: Gugat ke MK, Adakah Pengaruhnya ke Jadwal Pelantikan Calon Terpilih?)
“Selisih suaranya cukup jauh, tidak memenuhi persyaratan legal standing yang telah ditentukan oleh undang-undang,” kata Ilham.
Sejauh ini kata Ilham, hanya tiga kabupaten yang memenuhi persyaratan atau legal standing untuk melakukan gugatan ke MK karena selisih suara cukup tipis yakni Rokan Hulu, Pelalawan dan Kuantan Singingi. Sedankan lima kabupaten lainnya sebenarnya tidak memenuhi persyaratan lantaran presentase selisih suaranya sangat jauh dari pemenangnya. Namun pasangan calon bupati dari lima derah itu tetap bersikukuh melakukan gugatan ke MK.
“Itu hak mereka, mau diterima atau tidak biar MK yang memutuskan,” kata Ilham.
Adapun calon bupati yang menggugat yakni Zukri Misran – Anas Badrun di Pelalawan dengan presentase selisih suara hanya 1,13 persen dari pemenangnya pasangan bupati Harris – Zaedewan. Sedangkan di Kuantan Singingi, pasangan Indra Putra – Komperensi memiliki presentasi selisih suara cukup tipis yakni 0,21 persen dari pasangan calon bupati yang menang Mursini – Halim. Sementara di Rokan Hulu pasangan Hafith Syukri – Nasrul Hadi juga melakukan gugatan ke MK dengan selisih suara 0,66 persen dari pasangan calon bupati pemenang Suparman – Sukiman.
Sedangkan peserta Pilkada di lima daerah lainnya tetap bersikukuh melakukan guatan ke MK meski kalah telak dari calon bupati pemenang, seperti di Rokan Hilir, pasangan Herman Sani – Taem tetap menggugat meski kalah telak dengan selisih 10,82 suara. (BACA: Tidak Semua Gugatan Dikabulkan MK, Ini Syaratnya)
Begitu juga di Meranti, pasangan Mustafa – Amyurlis tetap gugat meski kalah dengan selisih suara 12,70 persen, di Siak ada pasangan Suhartono – Syahrul tetap menggugat ke MK meski kalah dengan selisih 19,61 persen, di Bengkalis pasangan Sulaiman Zakaria – Noor Charis Putra juga ikut menggugat meski kalah dengan selisih suara 18,00 persen, kemudian pasangan Tengku Mukhtarudin – Aminah di Indragiri Hulu juga turut menggugat ke MK meski kalah dengan selisih suara 16, 42 persen.
Menurut Ilham, sejatinya laporan lima calon kepala daerah tersebut tetap diterima oleh MK meskipun tidak memenuhi persyaratan legal standing yang sudah ditetapkan undang-undang nomor 8 Tahun 2015. “Permohonan pembatalan hasil rekapitulasi dapat dilakukan bila terdapat perbedaan paling banyak 0,5 persen sampai 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi atau KPU Kabupaten, kami berharap MK menggugurkan,” katanya.
Ilham tidak tahu persis alasan calon kepala daerah itu tetep bersikukuh menggutat ke MK meski tidak memenuhi legal standing. Pada dasarnya kata Ilham, MK tetap menerima pendaftaran, namun setelah ini MK akan memeriksa persyaratan dari para calon. “Kelengkapan persyaratan itu akan terlihat setelah pemeriksaan berkas, MK akan tolak jika tidak memenuhi legal standing,” kata Ilham.
Menurut Ilham, adapun objek gugatan yang dibahas di Mahkamah Konstitusi hanya selisih penghitungan suara yang sudah ditetapkan oleh KPU di daerah. “Jika terkait dengan unsur politik, kampanye hitam, DPT dan sebagainya, MK tidak akan membahas soal itu, tapi permasalahan itu hanya dijadikan bumbu saat gugatan,” ujarnya.