Poin Pencemaran Nama Baik Ancam Profesi Jurnalis dan Aktivis

RIAU ONLINE, JAKARTA – Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidar mendukung upaya kepolisian untuk menangani masalah ujaran kebencian dan penghasutan yang meyinggung SARA. Tetapi, dia mengkritik poin pencemaran nama baik dimasukan sebagai bentuk ujaran kebencian, yang mengacu pada Pasal 310 dan 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik karena dapat menghambat kebebasan berpendapat.

 

“Ketika seseorang melakukan penyampaian pendapat tetapi mengandung kebencian dan pengasutan berdasarkan SARA itu memang membahayakan kehidupan bersama, apalagi Indonesia sebuah Negara Bhineka Tunggal Ika, jadi memang itu harus sungguh-sungguh ditangani," jelas Roichatul.

 

Aspek yang dianggap dapat memicu kebencian juga tidak terbatas pada suku, agama, etnis, ras dan golongan, tetapi juga warna kulit, gender, orientasi seksual dan kaum difabel. (BACA JUGA: Siang Ini Status Darurat Dicabut atau Tidak)

 

Kepolisian mengatakan akan memantau penyebaran pesan di jejaring media sosial (medsos) yang mudah diakses oleh masyarakat. Salah satu bentuk ujaran kebencian yang beredar di media sosial belum lama ini adalah komentar rasis seorang pengguna dan ajakan menghasut.

 



“Kalau itu tidak ditangani bisa menimbulkan konflik di antara masyarakat di Indonesia dan itu sungguh-sungguh tidak dibolehkan juga secara HAM itu tidak dibolehkan menyampaikan pendapat dan itu atau kebencian berdasarkan SARA,” tambah dia.


“Yang kemudian menjadi catatan bagi Komnas HAM adalah poin pencemaran nama baik. Karena jika itu dimasukan ke hate speech itu lingkupnya menjadi lebar dan sifatnya juga tidak ketat sebagai sebuah ketentuan pidana itu bersifat karet dan bila tidak dicermati dan tidak dipahami oleh jajaran kepolisian maka bisa membahayakan kebebasan menyuarakan pendapat. Dan juga beberapa profesi,” jelas Roichatul.

 

Dalam surat edaran Kapolri Badrodin Haiti yang disahkan pada Oktober lalu, terdapat tujuh bentuk ujaran kebencian, yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong yang bertujuan untuk menyulut kebencian di kalangan individu atau kelompok masyarakat.

 

Kepala Biro Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Agus Rianto, beralasan dimasukkannya pencemaran nama baik sebagai salah satu bentuk ujaran kebencian karena meyangkut kepentingan orang lain.

 

"Kita masing-masing punya kepentingan, apabila menyangkut kepentingan orang lain itu termasuk hate speech, tetapi kan kita proses ini seperti apa perjalanannya (hukum). Tidak bisa kebebasan itu tidak bisa bebas sebebas-bebasnya, dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 itu ada aturannya, tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, tidak boleh menyakiti orang lain, tidak boleh memecah belah persatuan dan kesatuan, memperhatikan ketertiban umum, tetap ada rambu-rambunya, kan kita negara hukum tetap berpedoman pada hukum," jelas Agus Rianto.

 

Komisioner Komnas HAM Roichatul khawatir jika pencemaran nama baik tetap dimasukan sebagai salah satu ujaran kebencian akan mengancam berbagai profesi antara lain wartawan, aktivis yang mengritik kebijakan pemerintah.

 

Untuk itu dia menyatakan kepolisian harus hati-hati dalam memahami bentuk ujaran kebencian.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline