RIAUONLINE, PEKANBARU - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, hutan dan lahan di Provinsi Riau yang terbakar mencapai 174 ribu hektare. Asap dari kebakaran ini membuat puluhan juta orang di Sumatera, Singapura, dan Malaysia sengsara selama berpekan-pekan.
Apa tindakan Pemerintah Provinsi Riau? Mereka baru mau melakukan audit kepatuhan terhadap perusahaan perkebunan dan kehutanan. "Pekan depan, kami memanggil semua perusahaan perkebunan dan kehutanan untuk tindak lanjut audit kepatuhan," kata pelaksana tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Kamis, 15 Oktober 2015. Sebagaimana dikutip RIAUONLINE.CO.ID dari laman Tempo.co.
Pemantauan konsesi perusahaan merupakan bagian dari rencana aksi pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Ini berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 Tahun 2015, terutama bagi perusahaan yang beroperasi di atas lahan gambut. (KLIK: 487 Titik Panas Sumatera, Bandara Normal)
Menurut Arsyadjuliandi, dalam rencana aksi itu, baik pemerintah daerah maupun pusat bersama-sama melakukan audit kepatuhan terhadap perusahaan yang beroperasi di Riau. Pemerintah memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang konsesi yang berada di kawasan gambut dalam. “Kami ingin memastikan perusahaan melaksanakan tata kelola air (water management) agar gambut tetap basah,” ucapnya.
Menurut dia, perusahaan harus patuh menjalankan kewajiban dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah bakal memberikan sanksi administrasi untuk perusahaan yang tidak patuh. "Ada tindakan penegakan hukum administrasi apabila perusahaan tidak melaksanakan rekomendasi hasil audit," ujarnya. (LIHAT: BLH Bantah Tak Transparan Soal Asap)
Apa yang dilakukan Arsyadjuliandi menunjukkan lelet dan abainya Pemerintah Provinsi Riau dan pemerintah kabupaten terhadap upaya mencegah kebakaran. Sebenarnya Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) telah melakukan audit kepatuhan dalam rangka mencegah kebakaran hutan dan lahan di Riau.
Audit oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono itu dilakukan pada 1 Juli-25 Agustus 2014. Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto ketika itu menjelaskan, Riau dipilih lantaran 93,6 persen dari 12.541 titik panas di Tanah Air dalam kurun 2 Januari-13 Maret 2014 berasal dari lahan gambut di Riau.
Audit dilakukan terhadap 5 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, 12 perusahaan di bidang kehutanan, dan 6 pemerintah kabupaten/kota. (BACA: Riau Jadi Sorotan Karena Asap, PLT Gubri Curhat)
Berdasarkan data Tim Gabungan Nasional Audit Kepatuhan, dari lima perusahaan di bidang perkebunan, tercatat empat perusahaan (PT MEG, PT TFDI, PT JJP, PT BNS) tidak patuh dan satu perusahaan (PT SAGM) sangat tidak patuh.
Kemudian dari 12 perusahaan di bidang kehutanan, tercatat 1 perusahaan kurang patuh (PT SRL Blok V), 10 perusahaan (PT AA, PT SSL, PT SRL Blok IV, PT DRT, PT NSP, PT SG, PT SPA, PT RUJ, PT SPM, PT RRL) tidak patuh, dan 1 perusahaan sangat tidak patuh (PT SRL Blok III).
Terakhir, dari enam pemerintah kabupaten/kota, 1 kabupaten (Bengkalis) tergolong patuh, 1 kabupaten (Siak) cukup patuh, dan 4 kabupaten (Rokan Hilir, Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Kota Dumai) kurang patuh. "Tidak ada satu pun yang patuh," tutur Ketua Tim Gabungan Nasional Audit Kepatuhan Bambang Hero Saharjo kepada wartawan.
Tim juga melakukan audit terhadap kinerja pemerintah daerah. Temuannya, ternyata pengawasan terhadap perusahaan tidak dilakukan secara konsisten dan perlindungan tata ruang belum optimal. Pemerintah daerah dinilai belum mengetahui kewajiban pencegahan dan penanganan kebakaran hutan serta dukungan pendanaan sangat terbatas.