RIAUONLINE, PEKANBARU – Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau, Dr Mexsasai mengatakan, pada dasarnya asas hukum dalam penyelenggaraan pemilu adalah Luber dan Jurdil. Untuk menciptakan hal itu, semua komponen harus menjalankan perannya untuk menghasilkan output Pemilu Jujur dan Adil tersebut.
Menurutnya, peran pemerintah harus mampu berada pada posisi independen. Namun Mexsasai menilai permasalahan independensi terhambat pada calon incumben atau petahana. Menurutnya banyak sekali calon incumbent memanfaatkan jabatan untuk pencalonan mereka.
“Mereka para petahana harus mampu menunjukkan independensi dalam prosesnya nanti. Demikian pula para pegawai di pemerintahan atau PNS. Mereka tidak boleh menyatakan dukungan terhadap salah satu calon peserta Pilkada. Pegawai tidak boleh masuk dalam politik praktis. Namun terkadang mereka dipaksa untuk masuk dlam politik praktis.,” tutur peraih gelar doctoral HTN Universitas Padjajaran ini. (KLIK: Antara Partai, Pengusaha dan Penguasa)
Mexsasai menambahkan, baik di kabupaten maupun kecamatan ada fenomena pejabat nyambi ketua partai. Kata dia, sangat susah bagi ketua partai tersebut untuk membedakan antara jabatan karir dengan jabatan politik. Ia melihat bakal terjadi pelanggaran hukum jika.
“Watak pemilih kita ini irasional, tidak mungkin masyarakat kita melakukan cara-cara melanggar hukum bila tidak dimobilisasi oleh pasangn calon. Maka dari itu Elit politik jangan memprovokasi masyarkat dalam setiap tahapan pemilu,” tegas Mexsasai, Selasa (22/9/2015).
”saat ini regulasi yang mengatur soal kampanye sudah ada. Dengan adanya wilayah negara yang mengatur, kampanye relatif berjalan dengan tertib.” kata dosen yang aktif menulis ini menambahkan. (BACA: Akademisi: Negara Telah Disandera Partai Politik)
Begitu juga Pers harus independen. Bila pers atau media terlibat dalam bentuk dukungan pasangan calon, maka media akan bias, tidak objektif dalam pemberitaan. “Pemberitaan seperti itu akan memprovokasi dan merubah persepsi publik,” tukasnya.