Kejari Bengkalis Hentikan Penuntutan Kasus Mamak Sifa Lewat Restorative Justice

Kejari-Bengkalis-Hentikan-Penuntutan-Kasus-Mamak-Sifa-Lewat-Restorative-Justice.jpg
(Dok. Kejari Bengkalis)

RIAU ONLINE, BENGKALIS - Status tersangka Saybatul Hamini atau yang akrab disapa Mamak Sifa atas dugaan kekerasan terhadap anak, kini resmi dicabut.  Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis resmi menghentikan penuntutan melalui mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif.

Keputusan tersebut disahkan setelah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAMPidum) Kejaksaan Agung RI menyetujui permohonan penghentian penuntutan dari Kejari Bengkalis. 

Ekspos virtual dilakukan pada Kamis, 8 Mei 2025, dan dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis serta Kepala Seksi Tindak Pidana Umum.

“Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum telah melakukan video conference bersama JAMPidum melalui Plt Direktur C, Ibu Nur Asiah."

"Dalam ekspos itu disampaikan fakta hukum serta perdamaian yang telah tercapai antara pelaku dan korban,” ungkap Kepala Seksi Intelijen Kejari Bengkalis, Resky Pradhana Romli, Jumat, 9 Mei 2025.

Kasus ini bermula dari dugaan kekerasan fisik Saybatul terhadap anak di bawah umur berinisial AS di Terminal Gate PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Kelurahan Talang Mandi, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, 5 Desember 2024


Saybatul yang tersulut emosi karena anaknya ditampar oleh AS, kemudian membalas dengan menampar, mencakar, dan mendorong korban. Akibatnya, AS mengalami lebam di pipi dan lecet di bagian wajah.

Korban pun melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Saybatul kemudian dijerat dengan Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Namun seiring berjalannya waktu, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan perkara ini melalui jalan damai.

Pendekatan keadilan restoratif menjadi titik terang dalam kasus ini. Perdamaian secara sukarela antara korban dan pelaku mendapat dukungan dari tokoh masyarakat dan akhirnya menjadi dasar bagi penghentian proses hukum.

“Setelah melakukan telaah dan memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020, JAMPidum menyetujui penghentian penuntutan. SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) telah diterbitkan dan Saybatul resmi bebas dari proses hukum,” tegas Resky.

Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Bengkalis, Maruli Tua Johanes Sitanggang, menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan seluruh tahapan yang telah dilalui, termasuk penyerahan tersangka dan barang bukti.

“Jaksa fasilitator melakukan upaya keadilan restoratif berdasarkan koordinasi dengan penyidik dan melihat bahwa sudah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka. Hal ini juga memperhatikan nilai-nilai keadilan di tengah masyarakat,” jelas Maruli.

Dengan penghentian penuntutan ini, Saybatul atau yang akrab dipanggil Mamak Sifa dapat kembali menjalani aktivitas hariannya tanpa tekanan proses hukum yang sempat menghantui.

“Saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada semua pihak, terutama pihak kejaksaan yang telah membantu menyelesaikan masalah ini secara damai. Ini pelajaran besar bagi saya sebagai ibu dan sebagai warga," tutup Saybatul.