47,07 Persen Warga Pekanbaru Ingin Sampah Diangkut RT dan RW

4707-Persen-Warga-Pekanbaru-Ingin-Sampah-Diangkut-RT-dan-RW.jpg
(Litbang RiauOnline)

Reporter: Herianto Wibowo

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, memastikan tidak akan memperpanjang kontrak pengangkutan sampah dengan pihak ketiga, yakni PT Ella Pratama Perkasa (EPP), yang akan berakhir pada akhir Juni 2025.

Keputusan ini diambil menyusul banyaknya keluhan masyarakat terkait buruknya pengelolaan sampah di daerah yang berjuluk Kota Bertuah ini.

Pemko Pekanbaru pertama kali melakukan swastanisasi sampah di tahun 2017, atau disaat kepemimpinan Wali Kota Pekanbaru, Firdaus. Dan sejak tahun 2017 hingga saat ini, permasalahan pengangkutan sampah di Kota Pekanbaru tidak kunjung rampung meski sudah ditangani oleh beberapa perusahaan.

Apa yang dirasakan oleh masyarakat berbanding lurus dengan hasil survei yang dilakukan oleh Litbang RiauOnline, dari hasil survei yang dilakukan dalam kurun waktu 6 sampai 20 Maret 2025 dan melibatkan 410 responden terdiri dari 205 pria dan 205 wanita, tersebar di 41 kelurahan di 15 kecamatan se-Kota Pekanbaru. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of errors 5 persen.

Mayoritas warga Kota Pekanbaru, atau 47,07% menginginkan pengangkutan sampah dilakukan secara swakelola atau dilakukan oleh RT dan RW.

Selain itu sebanyak 34,15% warga ibukota Provinsi Riau ini menginginkan sampah diangkut oleh pihak dari kelurahan atau kecamatan.


Sedangkan 18,29% warga Pekanbaru menginginkan sampah dikelola secara swastanisasi atau yang dilakukan oleh perusahaan dan 0,49% warga tidak menjawab.

"Kita tak akan menyerahkan lagi pengelolaan pada pihak ketiga setelah kontrak berakhir akhir Juni," tegas Agung, Selasa 15 April 2025.

Agung menilai, selama ini PT EPP tidak menjalankan tanggung jawab sesuai kontrak. Bahkan, ia menyebut manajemen pengelolaan sampah oleh perusahaan tersebut tidak sesuai harapan.

Salah satu catatan penting adalah ritasi pengangkutan yang minim dan armada yang tidak mencukupi.

"Catatan pertama kita adalah alur dan manajemen pengelolaan sampah yang tidak benar. Setelah dicek, jumlah kendaraan saat ini jauh berkurang dibandingkan tahun sebelumnya," ungkapnya.

Ia menyayangkan kinerja perusahaan yang hanya mampu mengangkut sampah dua kali per hari, padahal dalam kondisi ideal seharusnya bisa mencapai lima ritasi.

"Kalau perusahaan bisa tambah jadi lima ritasi, mungkin sampah bisa bersih. Tapi selama ini hasil sidak ke TPA Muara Fajar menunjukkan tonase pengangkutan per hari juga tak sesuai kontrak. Artinya, perusahaan tidak konsisten," tambahnya.

Sebagai langkah pembenahan, Agung menyatakan ke depan pengelolaan sampah akan diambil alih sepenuhnya oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) bersama kecamatan dan kelurahan. 

Selain itu, Pemerintah Kota juga akan membentuk Lembaga Pemungutan Sampah (LPS) di tingkat RT dan RW.

"Lembaga ini harus mendapatkan izin resmi dari Pemko melalui mekanisme usulan dari RT/RW ke lurah, lalu diteruskan ke camat dan DLHK," jelas Agung.