RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau mengalami defisit hingga Rp3,5 triliun pasca terkuaknya sejumlah tunda bayar di OPD Pemprov Riau.
Gubernur Provinsi Riau Abdul Wahid bahkan mengaku pusing tujuh keliling hingga tidak bisa tidur sampai subuh demi menyelamatkan nasib Provinsi Riau di tengah tumpukan utang tersebut.
Di tengah kondisi keuangan yang kritis tersebut, rupa-rupanya anggaran tunjangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk tahun 2025 justru bertambah berkali-kali lipat dari tahun 2024.
Data Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran Riau (FITRA) Provinsi Riau, tunjangan yang bertambah diantaranya Tunjangan keluarga Kepala Daerah (KDH)/Wakil Kepala Daerah (WKDH) dari Rp7.380.000 di tahun 2024 menjadi Rp141.857.920 tahun 2025. Tunjangan keluarga ini bertambah sebesar Rp134 juta lebih dari tahun lalu.
Selain itu, tunjangan jabatan pun naik dari Rp81.377.920 pada tahun 2024 menjadi Rp141.857.920 di tahun 2025. Belanja Tunjangan PPh/Tunjangan Khusus KDH/WKDH juga dinaikkan dari 4.116.162 pada 2024 menjadi Rp5.342.968 pada 2025.
Deputi FITRA Riau, Taufik mengatakan penambahan belanja ini merupakan pemborosan anggaran yang harus dievaluasi.
"Dalam anggaran belanja tahun 2025, terlihat adanya lonjakan belanja yang tidak selaras dengan prinsip efisiensi dan keberpihakan kepada masyarakat. Ini harus dievaluasi," ujarnya.
Apalagi, rincian pemborosan di atas masih di tambah pada pos-pos pengeluaran lain yang juga menelan angka yang lebih besar.
"Beberapa pos anggaran juga mengalami peningkatan signifikan, seperti tunjangan reses DPRD yang naik dari Rp1,36 miliar pada 2024 menjadi Rp4,09 miliar pada 2025, serta tunjangan kesejahteraan pimpinan dan anggota DPRD yang meningkat dari Rp15,2 miliar menjadi Rp17,08 miliar,” papar Taufik.
“Selain itu, tunjangan perumahan DPRD bertambah dari Rp14,95 miliar menjadi Rp16,83 miliar, sementara dana operasional pimpinan DPRD naik dari Rp561,6 juta menjadi Rp676,8 juta," imbuhnya.
Fitra Riau menyarankan Gubernur Riau segera berkomunikasi dengan pimpinan fraksi di DPRD untuk mengevaluasi belanja operasional, terutama yang terkait dengan anggaran di Sekretariat DPRD.
"Evaluasi terhadap belanja operasional di Sekretariat DPRD menjadi krusial mengingat alokasinya yang sering kali cukup besar dalam struktur APBD,” kata Taufik.
“Di Provinsi Riau, transparansi dan efisiensi anggaran masih menjadi tantangan, terutama dalam memastikan bahwa anggaran daerah benar-benar diarahkan untuk mendukung program pembangunan yang berpihak kepada masyarakat," jelasnya. SLOT GACOR
Selain itu, menurutnya rasionalisasi belanja adalah hal yang harus dilakukan di tahun 2025 Deni menutup defisit anggaran yang membuat pusing tujuh keliling tersebut.
"Kemudian meningkatkan pendapatan daerah, baik melalui optimalisasi pajak dan retribusi maupun dengan mendorong inovasi pendapatan lainnya. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pengelolaan APBD Riau 2025 lebih efektif, efisien, dan berorientasi pada kepentingan public dan tentunya juga dapat menjadi acuan Solusi untuk mengatasi defisit," pungkasnya.