Kelas Lintas Mahasiswa Bahas Rekognisi Kelompok Penghayat di Riau

Klinik-Kebebasan-Beragama-dan-Berkeyakinan-KBB.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau bekerjasama dengan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Riau menyelenggarakan kegiatan bertajuk "Klinik Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB)."

Kegiatan melibatkan mahasiswa lintas kampus di Pekanbaru dengan tema utama "Advokasi Rekognisi Legalitas Kepercayaan Kelompok Penghayat di Riau".

Puncak kegiatan KBB ini adalah kunjungan ke komunitas Suku Asli Anak Rawa di Desa Penyengat, Kabupaten Siak. Komunitas ini tengah memperjuangkan pengakuan legalitas kepercayaan mereka sebagai kelompok penghayat, sesuai dengan perlindungan hukum yang dijamin oleh negara.

Sebagai bagian dari rangkaian acara, peserta KBB diajak untuk melakukan refleksi mendalam atas kegiatan yang telah dilaksanakan. Refleksi ini digelar dalam format diskusi hybrid, bertempat di Hotel Ayola First Point, Jalan Soebrantas-Panam, Pekanbaru, pada Sabtu, 23 November 2024, pukul 13.30 hingga 17.00 WIB.

Hadir dalam acara tersebut Direktur ISAIS UIN Suska Riau, Dr. Bambang Hermanto, MA, serta Ketua AIPI Cabang Riau, Dr. Saiman Pakpahan, M.Si. Para narasumber yang diundang memberikan perspektif beragam terkait isu kebebasan beragama dan pengakuan kelompok Penghayat.


Narasumber di antaranya yakni Renata Arianingtyas dari Indonesian Scholar Network on FoRB (ISFoRB)/The Asia Foundation, Bang Alit yang merupakan Tokoh Pemuda Suku Asli Anak Rawa, Muhammad Ansor dari ISAIS UIN Suska Riau, dan Mhmd. Habibi dari ISAIS UIN Suska Riau.

Koordinator kegiatan, Imam Hanafi, memimpin jalannya diskusi dengan suasana yang santai namun penuh makna. Dalam diskusi ini, peserta mengeksplorasi isu-isu kunci terkait perlindungan hukum bagi kelompok penghayat, peran masyarakat adat, serta kontribusi mahasiswa dalam advokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Kegiatan ini penting sebagai upaya meningkatkan kesadaran kolektif mengenai hak-hak dasar kelompok penghayat yang sering kali termarjinalkan. Semoga kolaborasi antara mahasiswa, akademisi, dan komunitas adat dapat menghasilkan perubahan positif bagi pengakuan mereka di tingkat lokal dan nasional," kata Dr. Bambang Hermanto dalam sambutannya.

Sementara itu, Bang Alit, tokoh pemuda Suku Asli Anak Rawa, berbagi pengalaman komunitasnya dalam memperjuangkan rekognisi kepercayaan mereka.

"Kami berharap dukungan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan akademisi, dapat mempercepat proses pengakuan ini agar hak-hak kami dihormati sebagaimana mestinya," ujarnya.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga wadah refleksi dan kolaborasi lintas pihak untuk memperjuangkan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dengan semangat advokasi yang terus digalakkan, KALIMA dan Klinik KBB diharapkan menjadi inspirasi bagi inisiatif serupa di masa depan.