Terlibat Korupsi SPPD Fiktif, Tengku Fauzan Tambusai Dituntut 8 Tahun Penjara

Sidang-tuntutan-sppd-fiktif3.jpg
(Dok. Kejari Pekanbaru)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tengku Fauzan Tambusai (TFT), mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Provinsi Riau dituntut 8 tahun penjara.

Jaksa penuntut umum (JPU) menilai TFT bersalah melakukan tindak pidana korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,8 miliar.

Tuntutan pidana dibacakan JPU pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis, 7 November 2024.

"Benar. Tuntutan dibacakan Bu Dewi Shinta Dame Siahaan dan Yuliana Sari di hadapan majelis hakim yang diketuai Jimmy Maruli," ujar Kasi Pidana Khusus, Niky Juniesmero.

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan kalau Tengku Fauzan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagai diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal itu tertuang dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum.

"Tuntutan 8 tahun penjara," jelas mantan Kepala Cabang Kejari (Cabjari) Natuna di Tarempa itu.

Selain itu, mantan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Oleh Jaksa, dia dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2.353.826.140 subsidair 4 tahun penjara.



Atas tuntutan itu, Tengku Fauzan berencana menyampaikan nota pembelaan. Penyampaian pledoi dijadwalkan digelar pada pekan depan.

"Agenda sidang berikutnya, (penyampaian) pledoi," pungkas Jaksa yang pernah bertugas di Kejari Pelalawan dan Indragiri Hulu itu.

Tengku Fauzan ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau pada Rabu (15/5) lalu. Di hari yang sama, dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

Adapun modus yang dilakukannya, ketika menjabat Plt Sekretaris DPRD Riau, dia memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode September - Desember 2022 di Sekretariat DPRD Riau.

Di antaranya, nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kwitansi, nota pencairan perjalanan dinas, surat perintah pemindahan buku dana overbook, tiket transportasi, boarding pass, dan bill hotel.

Setelah semua dokumen terkumpul, tersangka selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban tersebut dan memerintahkan K selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan MAS selaku Bendahara Pengeluaran untuk mengajukan pencairan anggaran ke Bank Riau tanpa melalui verifikasi EN selaku Kasubag atau Koordinator Verifikasi.

Setelah uang kegiatan perjalanan dinas masuk ke rekening pegawai yang namanya dicatut atau dipakai dalam perjalanan dinas fiktif tersebut, setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp1,5 juta dan diberikan kepada nama-nama pegawai yang dimaksud, sebagai upah tanda tangan.

Selebihnya uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut total Rp2,8 miliar lebih, setelah diberikan sebagian pencairan kepada nama-nama yang dicatut tersebut, menjadi Rp2,3 miliar lebih, diterima oleh Tengku Fauzan yang digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan perjalan dinas yang belum dibayarkan, namun anggarannya tidak ada.

Perbuatannya itu bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.