RIAU ONLINE, PEKANBARU - Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau membongkar dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabupaten Bengkalis, Riau periode 2020-2022.
Tak tanggung-tanggung, total kerugian yang didapat sebanyak Rp46,6 Miliar dengan melibatkan dua orang Kepala Desa, Pimpinan Bank BUMN, Kontraktor, Ketua Koperasi hingga Kuasa Usaha Koperasi di Kabupaten Bengkalis, Riau.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi didampingi, Kabid Humas, Kombes Anom Karbianto dan Kasubdit II, Kompol Teddy Ardian menceritakan peran masing-masing 8 tersangka dan keuntungan pribadi yang didapat.
Kombes Nasriadi mengatakan, pihaknya mengusut penipuan di sektor perbankan, dengan fokus pada tindakan kriminal yang terjadi di Bank BUMN cabang Bengkalis.
Saat ini, tiga orang dari pihak bank, termasuk dua kepala cabang dan seorang analis, telah diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Ke delapan tersangka dalam kasus ini terlibat dalam penyalahgunaan wewenang untuk mencairkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan menggunakan data fiktif."
"Kami menemukan bahwa mereka tidak hanya menikmati uang tersebut, tetapi juga melakukan penipuan dengan memanipulasi data kreditur," ujar Kombes Nasriadi, Kamis, 17 Oktober 2024.
Tidak hanya itu, Dua Kepala Desa, Kepala Desa Sungai Nibung, Alizar (Meninggal) dan Kepala Desa Bandar Jaya juga terlibat dalam kasus ini.
Mereka diduga menggunakan data masyarakat untuk memanipulasi proses pencairan KUR. Salah satu dari para tersangka, Alizar, yang diduga sebagai aktor intelektual, telah meninggal dan diduga terlibat dalam pengajuan 42 debitur fiktif.
"Alizar diduga mendapatkan pencairan 42 debitur dengan satu debitur Rp100 juta. Total pencairan Rp4,2 Miliar. Selanjutnya Suyanto mendapatkan pencairan dari 10 orang debitur Rp900 juta," jelas Nasriadi.
Selanjutnya, Masih kata Nasriadi, Pihaknya juga menyita uang tunai sebesar Rp313 juta, yang diambil dari Kelompok Tani yang terkait dengan Bank BUMN. Kelompok Tani Suyoko mendapatkan pencairan dari 92 debitur Rp9,2 miliar. Selain itu, dua kendaraan Toyota Fortuner dan berbagai dokumen pendukung juga diamankan sebagai barang bukti.
Selanjutnya dari tersangka Joko Setiyono, mendapatkan pencairan terhadap 196 debitur dengan total Rp19,6 miliar. Kemudian tersangka Sarly yang merupakan Kuasa Usaha Koperasi mendapatkan pencairan 71 debitur dengan hasil pencarian Rp7,1 miliar.
"Kami menghimbau seluruh bank di Provinsi Riau untuk memberikan kredit dengan syarat yang benar dan tidak memalsukan data kreditur. Masyarakat yang membutuhkan akses kredit untuk usaha mereka tidak seharusnya menjadi korban penipuan," tegas Perwira bunga melati 3 di pundaknya tersebut.
Sementara itu, Polda Riau juga mencatat bahwa sindikat ini beroperasi tidak hanya di Kabupaten Bengkalis, tetapi juga di kabupaten lain di provinsi tersebut.
"Kami tidak akan main-main dalam menangani perkara korupsi ini. Tindak lanjut terhadap pelaku akan dilakukan dengan serius," tambahnya.
Dua kepala cabang bank yang terlibat kini terancam dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 UU No. 31 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam hukuman 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
"Kami tidak ada toleransi terhadap pelaku korupsi dan akan memproses semua yang terlibat hingga tuntas," tutupnya.
Sebelumnya diketahui, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka yang saat ini perkaranya tengah bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Tiga tersangka yang berstatus terdakwa itu adalah Romy Rizki. Dia merupakan mantan kepala cabang bank tersebut. Pesakitan lainnya adalah Doni Suryadi dan Eko Ruswidyanto yang merupakan mantan pegawai bank yang sama.
Tersangka Romy selaku pimpinan bank KCP Bengkalis periode Agustus 2020-April 2021 bertindak sebagai pemutus, menyetujui usulan pembiayaan KUR kepada 198 orang debitur perorangan, masing-masing Rp100 juta.
Uang itu untuk pembelian kebun kelapa sawit seluas 2 hektar dari tersangka Doni Suryadi, selaku Penyelia Pemasaran untuk dapat diberikan pembiayaan dalam bentuk kredit (lending) yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan bank.
Uang pencairan KUR tidak digunakan oleh masing-masing debitur, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp46,6 miliar.