Bawaslu Riau Sebut Masyarakat Enggan Beri Laporan Resmi Dugaan Pelanggaran Pemilu

ilustrasi-bawaslu1.jpg
(Istimewa via Kumparan)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Riau mendapatkan kritik dari masyarakat. Bawaslu dinilai belum maksimal melakukan pengawasan sehingga temuan-temuan pelanggaran dugaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terlalu sedikit. 

Temuan Bawaslu Riau pada pengawasan Pemilu dinilai tak sebanding dengan isu-isu pelanggaran yang beredar luas di masyarakat. Baik dugaan pelanggaran kampanye, politik uang, pelanggaran administrasi dan lain sebagainya.

Menanggapi hal ini, Ketua Bawaslu Provinsi Riau, Alnofrizal mengatakan sedikitnya temuan Bawaslu Riau dikarenakan beberapa faktor. Satu diantaranya adalah masyarakat sendiri enggan memberikan laporan resmi jika ada dugaan pelanggaran Pemilu.

"Kami juga mengharapkan masyarakat melaporkan kepada kami. Tetapi, masyarakat ini ketika ada temuan, mereka tidak mau melaporkan secara resmi, hanya pesan pribadi kepada petugas kami. Mereka berharap, kita juga yang melakukan penemuan itu," ujarnya, Jumat, 5 April 2024.

Selain itu, Alnof mengatakan bahwa temuan di lapangan memang cukup banyak. Namun, beberapa diantaranya yang bisa diselesaikan saat itu juga.

"Ada beberapa yang kemudian kita selesaikan dan clear saat itu juga," jelasnya.



Sebelumnya, Bawaslu Riau mencatat mencatat ada ada 16 kasus pelanggaran sejak masa kampanye dimulai, 28 November 2023 lalu. 

Dari 16 kasus pelanggaran kampanye tersebut, lima kasus sudah selesai, sisanya masih diproses. Dari laporan dugaan pelanggaran yang sedang diproses tersebut tiga lagi di antaranya berpotensi diselesaikan secara pidana. 

"Ada 16 register (laporan) yang kita tangani sampai saat ini, lima sudah kita selesaikan. Ada juga tiga kasus yang berpotensi pidana," ujar Alnofrizal pada, Rabu, 7 Februari 2024.

Lima kasus pelanggaran Pemilu yang sudah selesaikan tersebut terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Di antaranya terjadi di Kabupaten Siak dan Kuantan Singingi. Sedangkan untuk putusan ASN yang dinyatakan terbukti melanggar, diputuskan melalui Komite Aparatur Sipil Negara (KASN). 

"Sanksinya ada berupa pelanggaran disiplin. Itu yang memutuskan KASN," jelasnya. 

Adapun untuk tiga kasus yang berpotensi mengarah ke sanksi pidana, masih dalam tahapan penyidikan. Seperti perusakan Alat Peraga Kampanye (APK). Masalah ini diduga melibatkan kepala desa di Indragiri Hulu (Inhu) dan Rokan Hilir (Rohil).

"Jika hasil penyidikan menemukan ada tindakan pidana, maka selanjutnya akan diproses oleh penegak hukum sesuai dengan ketentuan berlaku," ujar mantan Komisioner Komisi Informasi (KI) Riau ini. 

Total 16 kasus yang ditangani Bawaslu tersebut, ada berasal dari laporan masyarakat. Kemudian, ada juga dari hasil pemantauan petugas pengawas Bawaslu. 

"Kalau kasusnya viral, walau pun tak ada melaporkan petugas kita di lapangan akan mengumpulkan bukti. Jika sudah memenuhi unsur kecurangan maka sudah bisa diproses," pungkasnya.