RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pemilihan Umum (Pemilu) yang mencakup Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 segera menjelang. Per tanggal 28 November 2023, setiap peserta pemilu baik Calon Legislatif (Caleg) maupun Calon Presiden (Capres) telah dipersilahkan melakukan kampanye untuk merebut hati masyarakat.
Penyelenggaraan Pemilu diatur dalam Pasal 22 E Ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dimana, Pemilu yang diharapkan oleh pemerintah masa itu adalah Pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Penyelenggaraan Pemilu ini dimaksudkan untuk melahirkan pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang membawa perubahan dan menuju kemajuan Indonesia, baik di bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Melalui Pemilu, masyarakat Indonesia mengharapkan tokoh-tokoh yang berwawasan dan berkomitmen membangun negeri akan unjuk diri.
Akan tetapi, pada proses penyelenggaraan Pemilu, pelanggaran-pelanggaran bisa saja terjadi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pelanggaran Pemilu seperti disampaikan pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, masuk dalam tiga jenis. Yakni pelanggaran Kode Etik, Pelanggaran Administrasi, dan Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu.
1. Pelanggaran Kode Etik
Pelanggaran kode etik adalah pelanggaran etika penyelenggara Pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu. Pelanggaran kode etik ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan putusannya berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap atau rehabilitasi.
2. Pelanggaran Administrasi
Pelanggaran administratif adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan tahapan pemilu. Pelanggaran administratif Pemilu ditangani oleh Bawaslu dan putusannya berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu atau sanksi administratif lainnya sesuai undang-undang Pemilu.
3. Pelanggaran Tindak Pidana
Pelanggaran tindak pidana Pemilu adalah pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang Pemilu serta undang-undang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Tindak pidana Pemilu ditangani oleh Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Perkara tindak pidana Pemilu diputus oleh Pengadilan Negeri, dan putusan ini dapat diajukan banding kepada pengadilan tinggi. Putusan pengadilan tinggi adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
Selain itu, berdasarkan situs Mahkamah Konstitusi (MK) RI, setidaknya ada lima jenis pelanggaran yang pernah terjadi dan diperkarakan di MK RI selama proses Pemilu. Lima pelanggaran tersebut, diantaranya:
1. Politik Uang/Money Politics
Nama pelanggaran politik uang atau money politics sudah sangat masyhur terdengar menjelang Pemilu. Salah satu contoh pelanggaran politik uang, yakni ketika seorang peserta Pemilu atau tim suksesnya memberikan uang atau barang-barang yang tujuannya mengajak orang yang menerima uang atau barang tersebut, memilih dirinya.
2. Kekerasan
Kekerasan bisa terjadi ketika terjadi penghadangan, pemaksaan, atau teror kepada pemilih agar memilih atau tidak memilih calon tertentu.
3. Pemalsuan Dokumen Pemilihan
Pemalsuan dokumen pemilihan termasuk kartu-kartu pemilih yang diselundupkan secara borongan kepada seorang pemilih. Ingatlah, bahwa kamu wajib memberikan hak suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), agar kartu suaramu tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
4. Penyalahgunaan Jabatan
Hal Ini dilakukan oleh aparat, terutama calon petahana. Sering terjadi petahana menggunakan anggaran daerah yang dikaitkan dengan kepentingannya sebagai bakal calon dan calon.
5. Pelanggaran yang dilakukan oleh KPU, KPU provinsi dan kabupaten/kota yang terang-terangan memihak calon.
Cara terbaik untuk mewujudkan Pemilu Damai yang berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tentunya dengan komitmen setiap lapisan masyarakat baik peserta maupun pemilih untuk mencegah agar tidak terjadi pelanggaran. Sayangnya, ada saja oknum-oknum yang enggan berkomitmen dan melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Oleh karenanya, penyelenggaraan Pemilu harus diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), baik Bawaslu RI, Provinsi maupun kabupaten/kota hingga tingkat kelurahan.
Sebagai lembaga pengawas, Bawaslu pun melakukan kerjasama dan koordinasi bersama instansi dan lembaga pemerintah lainnya.
Bawaslu Provinsi Riau yang mengawasi Pemilu 2024 Riau menjalin kerjasama dan koordinasi bersama Polda Riau dan Kejaksaan Riau. Kerjasama juga dilakukan jajaran ditingkat kabupaten/kota dalam tim Sentra Gakkumdu
Bawaslu Provinsi Riau sudah mengadakan rapat koordinasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) Provinsi Riau dengan Sentra Gakkumdu kabupaten/kota se-Riau selama dua hari, pada 8 dan 9 Desember 2022 di Pekanbaru. Kegiatan tersebut diselenggarakan untuk memperkuat kerjasama dan sinergitas Sentra Gakkumdu dalam pelaksanaan penegakan penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu 2024.
"Kegiatan itu untuk memperkuat sinergi dan keharmonisan tiga lembaga yang tergabung dalam wadah Sentra Gakkumdu baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, yakni Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan," ujar Ketua Bawaslu Riau, Alnofrizal.
Akan tetapi, tidaklah cukup apabila pengawasan Pemilu dilakukan hanya oleh sejumlah pihak. Oleh karenanya, Alnofrizal juga mengajak masyarakat agar bersama-sama mencegah terjadinya pelanggaran Pemilu.
Pencegahan pelanggaran Pemilu dapat dilakukan salah satunya dengan menolak politik uang. Segera melaporkan apabila ada oknum yang dicurigai melakukan kegiatan yang berpotensi melakukan politik uang dan pelanggaran lainnya, kepada Bawaslu, baik ditingkat provinsi, kabupaten/kota hingga kecamatan dan kelurahan.