Sidang Kasus Korupsi, Saksi Akui Setor Puluhan Juta hingga Rp 2,4 M untuk Muhammad Adil

Sidang-pemeriksaan-saksi.jpg
(DEFRI CANDRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sidang dugaan korupsi yang menyeret mantan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, kembali digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Ruang Mudjono, Rabu, 25 Oktober 2023.

Agenda sidang kali ini pemeriksaan 16 orang saksi dari Plt Kasubag Umum, Kadis hingga Bendahara Pengeluaran di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Pada pemeriksaan saksi tersebut banyak fakta terungkap terkait penyerahan uang pengganti (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada terdakwa Adil dan Plt BPKAD Fitria Ningsih sebanyak 10 Persen.

16 Saksi yang dihadirkan disumpah terlebih dahulu sebelum memberikan kesaksian dan di hadapan Hakim Ketua Bambang Supriyanto.

Satu per satu saksi kemudian dicecar berbagai pertanyaan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

Dalam beberapa kesaksian para saksi, terungkap bahwa Adil meminta jatah 10 persen setoran UP (uang persediaan) dan GU (ganti uang persediaan).

Seperti yang disampaikan saksi dari Plt Kabag Umum Kep Meranti, Tarmizi. Ia mengaku bahkan menyerahkan uang secara langsung kepada Adil atas permintaannya.

"H Adil langsung menyampaikan ke saya minta bantu GU 10 persen setiap pencairan," ujar Tarmizi dalam sidang.

Tidak hanya itu, bahkan Tarmizi sudah menyetor uang GU dan UP dengan total Rp 1,5 miliar kepada terdakwa di tahun 2022.

"Total uang GU dan UP yang sudah saya serahkan baik secara langsung dan tidak ada Rp1,5 miliar di tahun 2022. Setiap GU Cair Rp 3 Miliar, minta potong 10 persen dan setor Rp300 juta," ungkapnya.



“Selanjutnya di tahun 2023 saya juga menyetor uang GU total Rp 900 juta," akunya.

Sementara itu, saksi dari Kadis Penanaman Modal di Kabupaten Kep Meranti, Sutardi, mengaku menyerahkan uang puluhan juta untuk terdakwa Adil lewat Dahliawati dan Fitria Ningsih 

"Saya diminta untuk melakukan pemotongan setiap pencairan GU dan UP. Total Rp 53 juta, ada lewat Fitria Ningsih dan ada kepada Dahliawati," terang Sutardi.

Bahkan, Mantan Kasubag Umum di Dinas Penanaman Modal, Almaidah juga turut menyetorkan uang setiap pencairan GU dan UP. Jika UP Cair Rp 150 juta maka dipotong 10 persen. Potongan itulah yang diserahkan saksi kepada Dahliawati.

Saksi lainnya juga menyampaikan hal sama, adanya pemotongan 10 persen setiap adanya Pencairan GU atau UP di OPD di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.

Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti.

Penyidik KPK telah menemukan bukti Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp 26,1 miliar dari berbagai pihak.

Dalam kasus ini, M Adil diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran 5 hingga 10 persen, kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.

Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, FN diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah.

PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan lima orang ibadah umrah maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang, namun pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.

Selain untuk keperluan operasional MA, uang hasil korupsi juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.

Atas perbuatannya para tersangka tersebut disangkakan dengan pasal sebagai berikut, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tersangka FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kemudian MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.