RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tuanku Tambusai, namanya telah diabadikan sebagai nama satu di antara ruas jalan di Kota Pekanbaru. Tapi tahukah kamu? Tuanku Tambusai bukan sekedar pejuang kemerdekaan, namun ulama.
Sosok yang memiliki nama kecil Muhammad Saleh/Hamonangan Harahap, ini lahir di Dalu-dalu, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) pada 5 November 1784. Dalu-dalu adalah salah satu desa pedagang Minangkabau yang terletak di tepi Sungai Sosah, anak Sungai Rokan.
Putra dari pasangan Imam Maulana Kadhi dan Munah turut berjuang di pusat Provinsi Riau. Tambusai berhasil mencegah meluasnya kekuasaan Belanda ke pedalaman Riau.
Berkat kecerdikan, ketangkasan, ketangguhannya, Tuanku Tambusai dijuluki 'De Padrische Tijger Van Rokan (Harimau Paderi dari Rokan)'. Tuanku Tambusai menolak berdamai dengan pihak Belanda, apapun alasannya. Prinsip ini tetap dipertahankan walaupun posisinya sudah sangat kritis.
Tuanku Tambusai merupakan sosok yang ditakuti lawan dan dihormati kawan sebab jati diri yang konsekuen, tangguh, cerdas, pantang menyerah. Ia menjadi tokoh utama sebagai komando dalam Perang Paderi dan pertahanan terakhir Paderi pada 1832.
Dimulai dari daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Dalu-dalu. Kemudian melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada 1823. Pada 1824, Tuanku Tambusai memimpin pasukan gabungan Dalu-dalu, Lubuk Sikaping, Padang Lawas, Angkola, Mandailing, dan Natal untuk melawan Belanda.
Selain, berjuang untuk kemerdekaan sebagai seorang ulama Tuanku Tambusai tetap berdakwah. Ia mendirikan pesantren di Dalu-dalu, bersama Tuanku Rao mengembangkan syiar Islam di daerah Rao Air Bangis.
Tuanku Tambusai meninggal pada 12 November 1882 di Negeri Sembilan, Malaysia. Atas jasa-jasanya pada negara memimpin Paderi, Tuanku Tambusai dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 1955.
Artikel ini ditulis A.Bimas Armansyah, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di RIAU ONLINE