Eks Bupati Meranti, Muhammad Adil, tersenyum ke awak media saat akan memasuki mobil tahanan usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa, 19 September 2023
(DEFRI CANDRA/RIAU ONLINE)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Eks Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, kembali menjalani sidang tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu, 20 September 2023.
Usai sidang sebelumnya, Selasa, 19 September kemarin, Adil tampak leluasa melayani awak media. Bahkan sesekali Adil terlihat bercanda. Namun, tak ada keterangan yang diberikannya terkait sidang yang baru usai tersebut.
"Jangan saya angkat jempol yang dijadikan berita, tapi sidang saja masih banyak yang menarik," ujar M Adil sambil tersenyum menaiki mobil tahanan, Selasa, 19 September 2023 sore.
M Adil menjalani penahanan kasus dugaan korupsi di Rumah Tahanan (Rutan) Sialang Bungkuk, Pekanbaru.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.
Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp 26,1 miliar dari berbagai pihak.
Dalam kasus ini, Adil diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen, kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, FN diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah.
PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan lima orang ibadah umrah maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang, namun pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Selain untuk keperluan operasional MA, uang hasil korupsi juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Atas perbuatannya para tersangka tersebut disangkakan dengan pasal sebagai berikut, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Tersangka FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.