Mengenal Lebih Dekat Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura

istana-siak.jpg
(istimewa)

Laporan Dwi Fatimah

RIAU ONLINE, SIAK-Kerajaan kesultanan Siak merupakan salah satu kerajaan terbesar yang ada di Indonesia. Kerajaan Siak Sri Indrapura adalah kerajaan Melayu Islam yang berdiri pada tahun 1723 Masehi.

Bangunan Istana Siak masih berdiri kokoh dan masih sangat terawat hingga sekarang. Berdasarkan sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura yang dikutip situs Siakkab, kesultanan ini terletak di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dengan pusat pemerintahannya di Buantan.

Istana Siak saat ini sudah berstatus sebagai cagar budaya yang telah ditetapkan pada 3 maret 2004 lalu. 

Sebelum berdiri sendiri menjadi Kerajaan Siak, kekuasaan terdahulunya berada di bawah naungan Kesultanan Johor. Kesultanan Siak dibangun atas perpecahan Kesultanan Johor karena unsur perebutan kekuasaan secara internal.

 

Pada awal 1699, Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II dibunuh. Kala itu, Encik Pong, istri Sultan yang sedang hamil dilarikan ke Singapura dan berlanjut ke Jambi. Dalam pelariannya, lahirlah Raja Kecik

Kemudian tahun 1717, Raja Kecik berhasil merebut kembali Kerajaan Johor. Namun sayangnya pada tahun 1722, kerajaan kembali direbut oleh Tengku Sulaiman, putra Sultan Abdul Jalil Riayat Syah yang merupakan ipar dari Raja Kecik sendiri. Perang saudara tersebut menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak.

Serpihan catatan sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura menyebut bahwa Raja Kicik memisahkan diri ke pinggiran sungai Buantan atau anak sungai Siak.

Sedangkan pihak Johor memilih pergi ke wilayah Pahang. Raja Kecik pun mulai mendirikan kerajaan sendiri dengan nama Siak yang diambil dari tumbuhan siak-siak.

Sejak saat itu, roda pemerintahan terus berputar. Namun pusat kekuasaan Kerajaan Siak terus berpindah-pindah. Hingga pada masa pemerintahan Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin, pusat kerajaan di pindah ke daerah Siak, hingga nama kerajaan itu menjadi Siak Sri Indrapura.

Kerajaan Siak mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan. Di antara semua kepemimpinan, masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim, kerajaan Siak mencapai kejayaannya. Saat itu Siak mengalami kemajuan yang sangat pesat terutama di bidang ekonomi.


Keberadaan Kerajaan Siak cukup memiliki pengaruh besar terutama di pesisir Timur Sumatera sampai Semenanjung Malaya. Bahkan kerajaan ini pun dapat berpengaruh hingga ke Sambas, Kalimantan Barat, dan menjadi pengendali jalur pelayaran antara Sumatera dengan Kalimantan.

Terutama di masa kepemimpinan Sultan Syarif Hasyim, bangunan istana megah Siak berdiri dan terjadi kemajuan ekonomi sampai dirinya bisa melawat ke Eropa yaitu Jerman serta Belanda.

Kedudukan raja di istana Asserayah Hasyimiah (istana Siak) diwariskan ke putranya Sultan Kasim Abdul Jalil Syaifuddin II pada 1915.

Memasuki abad ke-20, pemerintah Belanda terus mengusik Kerajaan Siak . Hal ini membuat kerajaan Siak pun mengalami kegoyahan. Pasca proklamasi Kemerdekaan, raja berkuasa saat itu, , Sultan Syarif Kasim II pun memutuskan untuk bergabung dengan pemerintah Republik Indonesia.

Awal mula penyebab runtuhnya Kerajaan Siak yaitu saat kolonial Belanda melakukan ekspansi ke wilayah Pulau Sumatera.

Kemudian pihak Belanda pernah memaksa salah satu Sultan Siak untuk menandatangani perjanjian bahwa kawasan Siak menjadi bagian pemerintahan Hindia Belanda. Meski dalam situasi diambang kemunduran karena wilayah Siak semakin dipersempit. Kesultanan Siak mampu bertahan sampai periode kemerdekaan Indonesia.

 

 

Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Sultan Syarif Kasim II menemui Bung Karno untuk menyerahkan Kerajaan Siak dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia.

Seluruh jejak peninggalan sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura masih dapat dilihat sampai sekarang, yaitu di Istana Siak Sri Indrapura (Asserayah Hasyimiah atau istana Siak).

Istana Siak ini pernah menjadi tempat tinggal Sultan Hasyim yang berlokasi di Jalan Sultan Syarif Kasim, Kampung Dalam, Kp. Dalam, Siak, Kabupaten Siak, Riau, dan terbuka untuk umum.