RIAUONLINE, PEKANBARU - Kapolres Rokan Hulu (Rohul), AKBP Eko Wimpiyanto Harjidto menjadi mediator pada konflik lahan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan PT Ekadura Indonesia dengan masyarakat Kota Intan yang tergabung dalam Tim Perjuangan Hak Ulayat Masyarakat Kota Intan (TP-Hunaskoin).
Kegiatan mediasi ini dilakukan dan difasilitasi oleh LAMR di ruang rapat kantor LAMR (Lembaga Adat Melayu Riau) Rohul bersama kedua belah pihak, Jumat, 1 April 2022.
Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mencari solusi penyelesaian terkait tuntutan Pembangunan Kebun Plasma seluas 20 persen dari luas HGU PT. Ekadura Indonesia yang izinya akan berakhir tanggal 31 Desember 2022 dan saat ini sedang dalam proses perpanjangan.
Menurut AKBP Eko, dirinya bersama kedua belah pihak bertemu untuk menyelesaikan permasalah terkait tuntutan masyarakat Desa Kota Intan kepada PT. Ekadura Indonesia.
"Dengan adanya Investasi di daerah kita, harus disambut dengan positif, jika kita melihat kebelakang memang dahulu telah dilakukan kompensasi kepada masyarakat Desa Kota Intan, namun saat ini terdapat tuntutan 20 persen pembangunan kebun plasma dari izin HGU PT. Ekadura Indonesia," ujar AKBP Eko.
Kapolres Rohul menjelaskan kalau dirinya akan membahas lahan seluas 235 hektar yang akan diberikan kepada masyarakat Desa Kota Intan yang mana lahan seluas 235 hektar akan di inclav dari izin HGU PT. Ekadura Indonesia yang baru.
"Saya berharap kepada semua pihak tidak membawa kepentingan yang lain dalam permasalahan ini. Baik kepentingan politik maupun kepentingan pribadi lainnya," terang Eko.
Eko berharap adanya kesejahteraan ninik mamak serta anak kemanakan di Desa Kota Intan, apalagi menjelang Ramadan ini diharapkan kepada pihak perusahaan agar memberikan CSR-nya yang lebih instans lagi kepada masyarakat Desa Kota Intan.
Selain itu, AKBP Eko berharap adanya percepatan penyelesaian permasalahan ini sehingga aktivitas di lokasi bisa kembali berjalan normal baik aktivitas perusahaan maupun aktivitas dari masyarakat,Demi Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional.
"Menurut saya tawaran lahan seluas 235 Hektar diterima saja dulu oleh masyarakat Desa Kota Intan tapi dengan catatan yang mana catatan tersebut nantinya bisa dibicarakan kembali oleh kedua belah pihak dilain waktu."
"Saat ini mari kita bicarakan bagaiman teknis penyerahan lahan seluas 235 hektar tersebut. Harapan kami, semua yang hadir dapat menurunkan egonya, apabila ego tetap bertahan maka tidak akan ada kesepakatan dihasilkan," pungkasnya.
Mendengar pemaparan dari Kapolres Rohul, Warga Desa Intan dalam hal ini diwakili oleh Kasby mengaku ingin permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan.
"Saya demi Allah tidak ada kepentingan lain dalam permasalahan ini baik unsur politik kades dan politik legislatif menjelang tahun 2024 nanti. Sampai saat ini saya belum ada niat untuk menjadi Kepala Desa Kota Intan," ujar Kasby.
Adapun poin tawaran dari warga Desa Intan adalah perusahaan bangunkan kami kebun kelapa sawit sesuai dengan 20 persen.
Untuk lahan terserah perusahaan dimana saja dan kami tidak meminta lahan tersebut harus berada dalam HGU serta kami meminta untuk legalitas lahan 235 nantinya dibantu oleh Pemda Kabupaten Rohul.
"Apabila ini terkabul, maka kami akan sampaikan kepada seluruh masyarakat dan apabila permintaan ini tidak tidak setujui maka kami tidak akan menempuh jalur hukum," pungkasnya.
Selanjutnya PT Ekadura Indonesia lewat Admnya, Dwi Setyo menyampaikan kalau dirinya akan mengeluarkan lahan seluas 235 hektar dari izin HGU yang baru karena lahan tersebut masuk areal Kawasan.
Sampai saat ini, tidak ada tawaran lain karena terkait Desa Kota Intan PT Ekadura telah melakukan Kompensasi pada tahun 2008. Terkait jalan berdasarkan dokumen yang ada di perusahaan telah pernah dilakukan ganti rugi pada tahun 1993 dan untuk jalan sepanjang 2 KM telah dihibahkan masyarakat melalui Kepala Desa untuk digunakan bersama.
"Untuk lahan seluas 235 hektar kami akan melakukan komunikasi kembali dengan manajemen untuk memberikan kepastian keberhasilan proses pelepasan tersebut," terangnya.
Diketahui, kompensasi pada tahun 2008 telah dilakukan terhadap 510 KK senilai Rp 6 juta per KK nya.
"Terkait lahan seluas 235 hektar, itu telah masuk dari bagian tuntutan 20 persen dan kompensasi yang dilakukan pada tahun 2008 juga termasuk dalam bagian tuntutan 20 persen," tutupnya.