Hakim Disebut Cederai Perjuangan Korban usai Bebaskan Syafri Harto

syafri-bebas.jpg
(riauonline)

RIAU ONLINE, PEKANBARU- Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UIN Suska Riau, Mustiqowati Ummul Fithiyyah, menyayangkan putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru terhadap Syafri Harto yang dibebaskan dari tuntutan pelecehan seksual.

 

Mustiqowati berkata putusan tersebut mencederai perjuangan korban yang telah berani buka suara dan orang-orang yang mendampingi kasus itu hingga Syafri Harto diproses.

 

"Sebetulnya harapan banyak orang dia akan mendapatkan hukuman yang seharusnya. Tetapi yang terjadi kok malah dibebaskan. Ini tentu akan memberikan semacam tekanan terhadap korban," katanya, Jumat, 1 April 2022.

 

Menurut dia, keputusan PN Pekanbaru bisa menimbulkan trauma berkepanjangan bagi korban. Hal itu karena bisa jadi korban membayangkan tekanan yang dihadapi ke depannya, mengingat terduga bebas.

 

"Ini catatan buruk bagi perguruan tinggi. Seharusnya perguruan tinggi, terutama Unri bisa mengimplementasikan Permendikbud No 30 Tahun 2021. Di sana sudah dijelaskan perihal kekerasan seksual," katanya.


 

Tak hanya itu, Mustiqowati juga menanyakan peran Tim Pencari Fakta (TPF) yang telah dibentuk pihak kampus.

 

"Kenapa TPF ini seolah-seolah kalah. Apakah mereka ini masih berposes tetap mengawal kasus dan melanjutkan pendampingan terhadap korban," ujarnya.

 

Ia juga menyayangkan PN Pekanbaru yang meminta bukti lebih dalam menangani kasus pelecehan seksual.

 

"Kalau misalkan pengadilan minta bukti lebih kuat, ya bukti apalagi. Ini kan kasus kekerasan seksual. Harusnya penanganannya berbeda dengan kasus lain," sarannya.

 

 

Terakhir, Mustiqowati menyarankan pimpinan Unri agar tegas dalam menghadapi permasalahan pelecehan seksual di lingkungan kampus.

 

"Ini bukan hal yang remeh-temeh. Ketika sekarang pelaku dibebaskan, apakah kemudian pimpinan tetap menerima. Apakah sebaliknya, pimpinan universitas memberikan satu sanksi tersendiri terhadap terdakwa. Meski secara hukum dibebaskan, tapi universitas berhak memberikan sanksi tersendiri," pungkasnya.