Cerita Tambang Emas Logas Belanda Direbut Tentara Jepang

kapal-korek.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN - Kejayaan tambang emas Logas berakhir oleh Jepang. Negara yang berjuluk Negeri Sakura ini mengambil alih tambang emas Logas dari perusahaan Hindia Belanda.

Dari bukti sejarah yang ditampilkan komunitas Kuansing Bacarito masuknya Jepang ke wilayah Indragiri saat itu membuat perusahaan Hindia Belanda tersebut memilih menyerahkan aset tambang emas ke Jepang.

Perusahaan NV Exploratie Maatschappij Bengkalis atau Perusahaan Bengkalis hanya beroperasi sampai awal tahun 1942 kemudian konsesi dan kapal korek diambil alih oleh Jepang.

Jepang mengekploitasi emas Logas dan memaksimalkan penggunaan kapal korek dalam penambangan emas. Emas Logas ini menjadi salah satu penghasilan Jepang dalam menempuh perang dunia II.

Untuk mempermudah mobilisasi, Jepang menggunakan kereta api untuk mengangkut hasil tambang emas tersebut.

Jepang kala itu membangun rel kereta api rencananya hanya untuk mengangkut batu bara dari Sawalunto menuju Pekanbaru dan batu bara yang ada daerah Tangko, Petai. Namun melihat potensi ada tambang emas di Logas akhirnya Jepang mengambil alih wilayah tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, tahun 1950, Tuan Visser dari Perusahaan Bengkalis mendapat undangan dari Bupati Rengat, Bupati mengajak perusahaan kembali ke Logas untuk melakukan penambangan kembali.



Tetapi, situasi politik saat itu tidak memungkinkan. Tahun 1963 perusahaan menuntut Bank Indonesia. Mereka berasumsi, emas Logas sebanyak 21 kg disimpan pada lemari besi Bank Indonesia.

Perusahaan juga menuntut Inggris, asumsi mereka, Inggris mencuri emas perusahaan sebanyak 570 Kg di Singapura saat Jepang menyerah. Emas ini merupakan sisa emas yang ditambang selama pendudukan Jepang.

Kedua tuntutan tidak berhasil dan perusahaan Bengkalis lenyap seperti tambang emas Logas yang dianggap mitos.

Bukti-bukti sejarah kelam pembangunan rel kereta api (death railway) oleh Jepang dengan korban 80 ribu romusha tewas terbentang ribuan kilometer dari sisi Barat Sumatera, mulai Muaro, Sijunjung, Sumatera Barat menuju sisi Timur Sumatera, Pekanbaru, Riau, mulai terkuak.

Teranyar, ditemukannya dua terowongan serta pertemuan rel kereta api di dibangun selama pendudukan Jepang, 1942-1945, guna menghadapi Perang Dunia II di Sungai Ngeawan, Desa Koto Kombu, Kenegerian Lubuk Ambacang, Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).

Kedua terowongan tersebut panjangnya lebih dari 100 meter membelah perut Bukit Barisan serta satu lagi 20 meter, kini hanya tinggal lubang saja.

Kedua bukti sejarah tersebut, dua terowongan dan pertemuan rel kereta api Muaro-Pekanbaru, ditemukan berdasarkan studi literatur oleh peneliti kereta api dari Selandia Baru (New Zealand), Jammie Vincent Farrel.

Sebaliknya, kabar duka cita bagi tentara Jepang. Saat dipertemukan kedua sisi rel tersebut, Jepang menyatakan kalah dari tentara Sekutu, 15 Agustus 1945, usai bom atom dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima.

Rel kereta api itulah kemudian mengangkut memulangkan ribuan Tentara Jepang menuju Pekanbaru, Riau. Dari Pekanbaru, kemudian tentara Nippon tersebut diangkut menggunakan kapal menuju Singapura sebelum akhirnya dipulangkan ke negeri asalnya, Jepang.

Pembangunan rel kereta api dimulai dari Muaro Sijunjung melintasi daerah Pintu Batu, Koto Kombu, selanjutnya lurus dari Koto Kombu menuju lokasi air panas di seberang Desa Sungai Pinang.

Air panas ini, rel kereta api dibangun dilanjutkan ke Serosa, tembak lurus ke Logas, Muara Lembu, Petai, Kecamatan Singingi Hilir. Dari keterangan peneliti, di Desa Petai ini, jalur rel kereta api dibangun dua arah, satu ke Pekanbaru, satu arah lagi menuju tambang batubara di desa Petai.