RIAUONLINE, TELUK KUANTAN- Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau mempersilahkan Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing, Hadiman melaporkan Hakim Yosep Butarbutar ke Komisi Yudisial (KY).
Setelah kalah praperadilan, Kajari Kuansing Hadiman membuat pernyataan dibeberapa media akan melaporkan Hakim PN Teluk Kuantan Yosep Butarbutar ke Komisi Yudisial.
"Stament Kajari (Hadiman,red) secara sepihak, ini sudah tayang, catat ya, ini tidak ada konfirmasi ke Pengadilan," kata Wakil Ketua PN Teluk Kuantan, Jhon Paul Mangunsong ditemui Riau Online, Kamis, 28 Oktober 2021 sore.
Menurut Jhon Paul, soal adu mengadu ke KY itu adalah hak semua Warga Negara Indonesia yang diberikan Undang-Undang.
"Monggo dan silahkan, untuk mencari kepuasan terhadap hal yang dianggapnya janggal, ya monggo saja," ujar Jhon Paul Mangunsong.
Waka PN ini mengatakan, tapi yang diberitakan Kajari seolah-olah Hakim Yosep Butarbutar itu bertindak tidak sesuai atau berat sebelah.
"Kami pastikan bahwa Hakim telah menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya, berdiri di tengah dan tidak memihak itu sudah bisa kami pastikan, dan tanpa kepentingan apapun," tegas Jhon Paul.
Hakim sudah menjalankan tugasnya dengan benar. Pada persidangan sebelumnya, Lanjut Jhon Paul, Hakim sudah menentukan persidangan tanggal 19 Oktober 2021.
"Termohon tidak hadir, dan juga setelah kami konfirmasi ke Hakim Yosep, kami tanyakan apakah ada pemberitahuan atau alasan ketidakhadiran secara resmi, tidak ada," katanya.
Dengan ketidakhadiran Termohon dalam hal ini Kejari Kuansing, Hakim Yosep sudah memberikan kesempatan.
"Itu adalah Diskresi dari Hakimnya, sudah diberikan kesempatan, kelonggaran untuk sidang berikutnya, itu sudah. Saya kira itu sudah hal yang bijaksana, kalau dalam hukum acara tidak ada itu," katanya.
"Hakim sudah berikan kesempatan untuk Termohon hadir, padahal cuma sejengkal dari kantor ini (Pengadilan,red) tapi tidak hadir dalam sidang pertama dan tidak pula memberikan alasan dan keterangan resmi terkait ketidakhadiran," katanya.
Disampaikan Jhon Paul, pada sidang kedua Termohon baru menghadiri sidang praperadilan. "Itu pun sepengetahuan kami siang mereka baru hadir, mereka telat," katanya.
Tapi disampaikan Jhon, Hakim kami punya integritas yang tinggi. "Dia tidak pernah terpengaruh apapun, dia tetap memberi kesempatan," katanya.
Pada sidang pertama disampaikan Jhon, pemohon mengajukan permohonan supaya sidang diputus lebih cepat dari jadwal maksimal yang seharusnya 7 hari.
"Mereka minta karena sidang perkaranya akan dimulai pada Kamis. Dan itu kan permohonan dari pemohon," terangnya.
Dan Hakim lanjut Jhon menanyakan kepada Termohon dan Termohon keberatan pertamanya. Setelah dijelas Hakim, bahwa dengan penundaan sidang yang seharusnya dimulai minggu sebelumnya, itu sudah menghilangkan separoh hak dari pemohon untuk putusan diputus lebih cepat dalam waktu 7 hari.
"Sudah hilang artinya, karena tertunda satu periode," katanya.
Disampaikan Jhon, di tengah permohonan kedua bela pihak, maka Hakim harus mengambil keputusan dan dia tidak boleh berat sebelah.
"Maka disepakati la agenda sidang dan tahapan-tahapannya dan disetujui oleh kedua bela pihak," katanya.
"Jadi kalau ada statment Kajari bahwa tidak diakomodir itu tidak benar. Kalau statment Kajari bahwa sidang harus siang itu tidak benar, karena sudah ditentukan jadwalnya," katanya.
"Dia tidak hadir, tapi dia mau ngotot menghadirkan saksi, harusnya Dia cepat datang membawa saksinya kalau memang dia ngotot. Ditunggu sampai setengah sebelas tidak datang," tegasnya.
Dan untuk putusan katanya, putusan yang diambil oleh Hakim praperadilan sesuai dengan fakta-fakta yang diambil dalam persidangan.
"Bantahan dari Termohon juga dipertimbangkan," katanya.
"Dan kami yakinkan dan kami pastikan bahwa Hakim telah bertindak sebagaimana mestinya," pungkasnya.
"Dan tadi ada surat ditunjukan kepada saya mereka memanggil saksi itu Kamis dan Jumat. Tapi berdasarkan penetapan Hakim, padahal itu tidak pernah. Hakim tidak pernah memberikan kesempatan, Kamis dan Jumat itu untuk saksi, dan itu tercatat," katanya.