Diduga Masuk Kawasan Hutan, Lahan PKS PT UKM Masuk Agenda Keterangan Saksi

sidang-gugatan.jpg
(ROBI/RIAUONLINE)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN - Sidang gugatan yang dilayangkan Yayasan Menata Nusa Raya (Menara) selaku penggugat terhadap PT Usaha Kita Makmur (UKM) selaku tergugat yang beroperasi di Desa Jake, Kecamatan Kuantan Tengah masuk dalam agenda sidang mendengarkan keterangan saksi.

Dimana objek yang digugat Yayasan Menara adalah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT UKM diduga dibangun di atas kawasan hutan. PKS PT UKM tersebut berada di atas areal lebih kurang 26 hektar berada di Desa Jake, Kecamatan Kuantan Tengah.

Sidang dipimpin Majelis Hakim Jhon Paul Mangunsong, SH dengan hakim anggota masing-masing Samuel Pebrianto Marpaung, SH dan Yosep Butar-Butar, SH.

Hadir dari penggugat Ketua Yayasan Menara, M Nur. Sementara dari tergugat hadir Penasehat Hukum (PH) dan saksi dari tergugat. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan Kuantan, Kamis, 19 Agustus 2021.

Saksi dihadirkan tergugat (PT UKM,red) mengaku sudah bekerja di PT UKM terhitung sejak tahun 2013. Dia bekerja dibagian administrasi di perusahaan tersebut.


Setelah dilakukan sidang lapangan beberapa minggu lalu, ada tiga titik objek sengketa yang dipermasalahkan diduga berada dalam kawasan hutan.

"Titik satu dan dua itu bukan berada dalam arean PT UKM," kata saksi dari tergugat yang dihadirkan PT UKM dalam sidang Kamis, siang tadi.

Dari keterangannya, PT UKM sendiri mendapatkan izin lokasi seluas 14 hektar. Lahan tersebut berada di desa Jake, Kecamatan Kuantan Tengah.

Dari keterangannya, sebelum mendirikan pabrik kelapa sawit, PT UKM telah mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait. Berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1994 dulunya lahan itu masuk dalam kawasan perluasan kuasa perkebunan.

"Dasarnya perusahaan juga telah memiliki sertifikat lahan sejak 2002. Dan memiliki SKGR," terang Dia.

Saksi dalam keterangannya juga mengakui dari awal perusahaan tersebut mendirikan pabrik bahwa dia la yang membantu mencari lahan dan mengadakan lahan untuk pendirian pabrik.

"Sejak 2004 lahan itu adalah areal penggunaan lainnya (APL), sampai sekarang itu yang dikeluarkan BPN dan Kehutanan," katanya.