Video: Penerbang Tempur Lanud Roesmin Nurjadin: Saya Tionghoa, Saya Cinta Indonesia

Lettu-Pnb-Marko-Andersen-Sasmita2.jpg
(RAHMADI DWI/Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Hanya satu cita-cita yang selalu melekat di benak Marko Andersen Sasmita saat masih duduk di bangku SMA Terpadu Krida Nusantara, Bandung. Pria berkulit putih ini hanya ingin menjadi seorang penerbang.

Tekad dan semangat tanpa kenal lelah membuahkan hasil gemilang. Ia tak hanya menjadi seorang penerbang. Bahkan nama Lettu Pnb Marko “Fawkes” Andersen Sasmita terpilih menjadi salah satu pilot untuk menerbangkan salah satu pesawat tempur F-16 Fighting Falcon.

Mundur sejenak ke belakang, untuk mewujudkan cita-cita ini, Marko tak berpikir panjang lagi saat teman-temannya di sekolah mengajaknya untuk ikut mendaftar di Akademi TNI. Ia sama sekali tak khawatir meskipun ia seorang keturunan Tionghoa.


Dan ternyata tekad pemuda kelahiran Jakarta, 23 Oktober 1989 ini sebagai taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) pada tahun 2008 dan diwisuda tahun 2012.

Dari lulusan AAU 2012, Marko menjadi satu dari delapan perwira muda yang terpilih masuk skadron tempur. Setidaknya saat ini, sudah 100-an jam terbang dikantonginya di pesawat F-16.

"Tapi di F-16 hanya berdua, teman saya di Skadron 3," akunya.

Sebagai penerbang tempur zaman now, Marko memakai nickname Fawkes yang diambilnya dari nama burung Phoenix (burung api) dalam film Harry Potter garapan studio Hollywood.

Saat ini Marko bersama rekan-rekannya dari Skadron Udara 16 Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, sedang berlatih terbang di Lanud Iswahyudi, Madiun hingga Mei mendatang.

"Saya bangga bisa menjadi penerbang tempur F-16. Kami latihan terbang di F-16C/D, karena di Pekanbaru kami pakai yang A/B," ujar Marko.

Sebelum bergabung di Skadron 16, Marko ditempatkan di Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak yang mengawaki pesawat BAE Hawk 109/209. Seiring meningkatnya kebutuhan penerbang di Skadron 16 dan Skadron 3 pasca pembelian 24 pesawat F-16C/D, ia pun terpillih untuk menjalani konversi ke pesawat supersonik itu.

"Ya enak, saya sangat menikmati saat terbang,” ungkapnya.

Marko mengaku bersyukur karena kedua orang tuanya mendukung penuh keputusan yang diambilnya sejak SMA. Apalagi sampai detik ini, ia menjadi satu-satunya di keluarga besarnya yang menjadi tentara.

"Dari keluarga, ya, bangga, dan saya satu-satunya dari keluarga yang masuk tentara. Keluarga memberikan dukungan penuh kepada saya," urai anak kedua dari pasangan Joni Hendra Sasmita dan Shirley Miranti Kurniawan ini.


Pertengahan tahun ini, rencananya Marko akan memboyong keluarganya ke Pekanbaru. Saat ini istrinya Maria Anastasya Siringo Ringo dan anaknya Olivia Eleanor Sasmita masih tinggal di Jakarta.

Sebagai penerbang muda TNI AU, Marko berharap ke depannya agar TNI AU semakin maju dan kuat dalam menjaga wilayah kedaulatan NKRI.

Di lingkungan skadron tempur TNI AU, boleh jadi Marko adalah penerbang kedua dari keturunan Tionghoa.

Sebelumnya, di masa tahun 1960-an, predikat itu dipecahkan oleh Marsda (Pur) Rudi “Tarantula” Taran yang memiliki nama kecil Rudi Tjong.

Kiranya profil Kapten Pnb Marko Andersen Sasmita mewakili pemikiran kebangsaan kita tentang Hak dan Kewajiban setiap warga negara, yang berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Dalam konteks itulah, TNI menjadi salah satu rumah kebangsaan bagi setiap komponen Bangsa Indonesia untuk terlibat dalam upaya bela negara serta membangun persaudaran tanpa melihat perbedaan

Hanya satu cita-cita yang selalu melekat di benak Marko Andersen Sasmita saat masih duduk di bangku SMA Terpadu Krida Nusantara, Bandung. Pria berkulit putih ini hanya ingin menjadi seorang penerbang.

Tekad dan semangat tanpa kenal lelah membuahkan hasil gemilang. Ia tak hanya menjadi seorang penerbang. Bahkan nama Lettu Pnb Marko “Fawkes” Andersen Sasmita terpilih menjadi salah satu pilot untuk menerbangkan salah satu pesawat tempur F-16 Fighting Falcon.

Mundur sejenak ke belakang, untuk mewujudkan cita-cita ini, Marko tak berpikir panjang lagi saat teman-temannya di sekolah mengajaknya untuk ikut mendaftar di Akademi TNI. Ia sama sekali tak khawatir meskipun ia seorang peranakan Tionghoa.

Dan ternyata tekad pemuda kelahiran Jakarta, 23 Oktober 1989 ini sebagai taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) pada tahun 2008 dan diwisuda tahun 2012.

Dari lulusan AAU 2012, Marko menjadi satu dari delapan perwira muda yang terpilih masuk skadron tempur. Setidaknya saat ini, sudah 100-an jam terbang dikantonginya di pesawat F-16.

"Tapi di F-16 hanya berdua, teman saya di Skadron 3," akunya.

Sebagai penerbang tempur zaman now, Marko memakai nickname Fawkes yang diambilnya dari nama burung Phoenix (burung api) dalam film Harry Potter garapan studio Hollywood.

Saat ini Marko bersama rekan-rekannya dari Skadron Udara 16 Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, sedang berlatih terbang di Lanud Iswahyudi, Madiun hingga Mei mendatang.

"Saya bangga bisa menjadi penerbang tempur F-16. Kami latihan terbang di F-16C/D, karena di Pekanbaru kami pakai yang A/B," ujar Marko.

Sebelum bergabung di Skadron 16, Marko ditempatkan di Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak yang mengawaki pesawat BAE Hawk 109/209. Seiring meningkatnya kebutuhan penerbang di Skadron 16 dan Skadron 3 pasca pembelian 24 pesawat F-16C/D, ia pun terpillih untuk menjalani konversi ke pesawat supersonik itu.

"Ya enak, saya sangat menikmati saat terbang,” ungkapnya.

Marko mengaku bersyukur karena kedua orang tuanya mendukung penuh keputusan yang diambilnya sejak SMA. Apalagi sampai detik ini, ia menjadi satu-satunya di keluarga besarnya yang menjadi tentara.

"Dari keluarga, ya, bangga, dan saya satu-satunya dari keluarga yang masuk tentara. Keluarga memberikan dukungan penuh kepada saya," urai anak kedua dari pasangan Joni Hendra Sasmita dan Shirley Miranti Kurniawan ini.

Pertengahan tahun ini, rencananya Marko akan memboyong keluarganya ke Pekanbaru. Saat ini istrinya Maria Anastasya Siringo Ringo dan anaknya Olivia Eleanor Sasmita masih tinggal di Jakarta.

Sebagai penerbang muda TNI AU, Marko berharap ke depannya agar TNI AU semakin maju dan kuat dalam menjaga wilayah kedaulatan NKRI.

Di lingkungan skadron tempur TNI AU, boleh jadi Marko adalah penerbang kedua dari keturunan Tionghoa.
Sebelumnya, di masa tahun 1960-an, predikat itu dipecahkan oleh Marsda (Pur) Rudi “Tarantula” Taran yang memiliki nama kecil Rudi Tjong.

Kiranya profil Kapten Pnb Marko Andersen Sasmita mewakili pemikiran kebangsaan kita tentang Hak dan Kewajiban setiap warga negara, yang berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Dalam konteks itulah, TNI menjadi salah satu rumah kebangsaan bagi setiap komponen Bangsa Indonesia untuk terlibat dalam upaya bela negara serta membangun persaudaran tanpa melihat perbedaan